Perang Sanksi Iran v Barat
Perang Sanksi Iran v Barat
K balasan atas keputusan Uni Eropa (23 Januari 2012)
ebijakan Iran untuk menghentikan penjualan minyak ke Eropa semakin memanaskan konflik antara negara ini dengan Barat. Kebijakan itu merupakan tindakan
mengembargo minyak Iran mulai 1 Juli 2012. Iran mengancam akan menghentikan ekspor minyak ke negara-negara Eropa selama 5-15 tahun jika Uni Eropa tetap melarang impor minyak dari Iran.
Meskipun menggantungkan perekonomiannya pada sektor minyak, Iran tak khawatir penghentian ekspor minyak ke Eropa bakal merugikan negeri mullah ini. Sebab, menurut Menteri Minyak Iran Rostam Qasemi, “We have no problem to find other crude buyers to replace the European countries” (Reuters, 4/2/2012). Negara lain yang kemungkinan tetap membeli minyak Iran adalah Tiongkok, yang mengimpor sekitar 20 persen dari total ekspor minyak Iran.
Perang sanksi antara Iran melawan negara-negara Barat merupakan imbas dari keputusan Iran untuk tetap mengembangkan program nuklirnya. Kendati berulang kali mendapatkan sanksi dari PBB, namun Iran tetap tak bergeming. Sepanjang enam tahun terakhir, setidaknya ada empat resolusi Dewan Keamanan PBB yang menghukum Iran.
Pertama, melalui Resolusi 1737 (23 Desember 2006), DK PBB melarang penawaran teknologi nuklir serta membekukan aset individu dan perusahaan Iran yang melaksanakan program nuklir. Kedua, melalui Resolusi 1747 (24 Maret 2007), DK PBB mengembargo senjata dan memperluas pembekuan aset. Ketiga, Pertama, melalui Resolusi 1737 (23 Desember 2006), DK PBB melarang penawaran teknologi nuklir serta membekukan aset individu dan perusahaan Iran yang melaksanakan program nuklir. Kedua, melalui Resolusi 1747 (24 Maret 2007), DK PBB mengembargo senjata dan memperluas pembekuan aset. Ketiga,
Selain PBB, Amerika Serikat juga memberikan beragam sanksi untuk menghancurkan Iran. Terakhir, pada 6 Februari 2012, Presiden Barack Obama menandatangani kebijakan untuk memblokir semua properti dan kepentingan pemerintah Iran, Bank Sentral Iran (CBI), dan seluruh institusi keuangan Iran dalam yurisdiksi AS.
Namun, berbagai sanksi tersebut tidak sedikitpun membuat Iran takut. Sebaliknya, Iran malah membalas lebih keras dengan mengancam menutup Selat Hormuz, jalur 35 persen perdagangan minyak dunia. Sikap tegas Iran ini mencerminkan usaha kerasnya untuk menggapai impian sebagai penguasa kawasan yang mampu menebar ancaman bagi Barat.
Penguasa Kawasan Kebijakan Iran mengembangkan program nuklir
sesungguhnya merupakan ambisi terpendam untuk menjadi negara paling berpengaruh di kawasan Timur Tengah. Ambisi negeri Persia ini sebenarnya sudah dirancang sejak Revolusi Islam tahun 1979. Kala itu, Ayatullah Khomeini bercita-cita untuk mengekspor revolusi ke negara-negara Islam lain. Namun, upaya pencapaian cita-cita itu terhambat oleh aksi Iraq menginvasi Iran yang menyebabkan Perang Teluk I (1980-1988).
Perang tersebut telah mengubah peta geopolitik kawasan. Jika semula hanya Israel yang dipandang sebagai ancaman, setelah perang berakhir, negara-negara Arab juga merasa terancam oleh Iran. Akibatnya, hubungan Iran dan negara- Perang tersebut telah mengubah peta geopolitik kawasan. Jika semula hanya Israel yang dipandang sebagai ancaman, setelah perang berakhir, negara-negara Arab juga merasa terancam oleh Iran. Akibatnya, hubungan Iran dan negara-
Di tengah ketidakharmonisan tersebut, jalan Iran menjadi penguasa kawasan semakin lapang seiring dengan semakin melemahnya negara-negara Arab. Mesir yang selama ini dipandang sebagai negara Arab paling berpengaruh sekarang mengalami krisis politik berkepanjangan. Iraq yang pernah berjaya di era Saddam Hussein kini terjerumus dalam kubangan konflik sektarian. Iraq bahkan semakin terseret dalam lingkaran pengaruh Iran mengingat banyaknya kaum Syiah di negeri 1001 malam ini. Selain itu, Iran juga masih menancapkan pengaruh di Suriah dan Lebanon.
Konstelasi geopolitik yang menguntungkan Iran tersebut ditunjang modalitas dahsyat sebagai produsen minyak terbesar ketiga dunia setelah Arab Saudi dan Iraq. Dengan cadangan minyak 137 miliar barel (sekitar 9,3 persen dari total cadangan minyak dunia) dan kapasitas produksi 3,5 juta barel per hari, Iran memegang peran vital dalam distribusi minyak global. Modalitas yang sangat strategis tersebut membuat Barry Rubin (2006) meramalkan: “When the day finally comes, Tehran will
be the most strategically powerful Muslim state in the world”.
Ketakutan Barat Sanksi terhadap Iran sesungguhnya merupakan wujud
ketakutan Barat atas laju gesit Iran menjadi penguasa kawasan. Iran telah menjelma menjadi pusat kekuatan baru di Timur Tengah yang sulit dikendalikan Barat. Meskipun berulang kali disanksi, Iran tetap mampu memproduksi teknologi dan mengembangkan industri pertahanan nasionalnya. Itulah sebabnya, Barat sangat khawatir Iran yang kuat akan mengancam kepentingan strategis mereka di Timur Tengah.
Gertakan Iran untuk menutup Selat Hormuz juga kian menakutkan Barat. Ketakutan itu tampak tercermin dari pernyataan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton: “Iran’s threats provocative and dangerous”. Pernyataan senada juga diungkapkan Perdana Menteri Inggris David Cameron: “There is
a clear threat from Iran in terms of that country’s attempt to acquire nuclear weapons” (The Telegraph, 10/2).
Ketakutan yang disikapi secara reaktif dengan aneka sanksi berpotensi memunculkan perang terbuka di kawasan. Jika Iran dan Barat terus-terusan saling berbalas sanksi, bukan tidak mungkin perang terbuka akan muncul di kawasan. Untuk menghindarkan hal itu, masing-masing pihak harus menahan diri. Sebagai negara besar yang cinta damai, Indonesia perlu mengambil peran untuk menjembatani dialog konstruktif antara Iran dan Barat guna mencari titik temu yang dapat disepakati kedua belah pihak.
10 Februari 2012
Peluang Romney Menantang Obama
enjelang primary South Carolina pada Sabtu, 21 Januari 2012, langkah Mitt Romney untuk memenangkan nominasi calon presiden Partai
Republik untuk pemilu Amerika Serikat 6 November mendatang semakin mantap. Tidak hanya karena telah memiliki modal kemenangan dalam dua pemilihan pendahuluan di Iowa (3/1/2012) dan New Hampshire (10/1/2012), tetapi Romney juga mengantongi dukungan Jon Huntsman, salah seorang kandidat yang telah mengundurkan diri pada Senin, 16 Januari 2012. Dalam pidato pengunduran dirinya, mantan gubernur Utah itu mengatakan: “
I believe it is now time for our party to unite around the candidate best equipped to defeat Barack Obama. Despite our differences and the space between us on some of the issues, I believe that candidate is Gov. Mitt Romney.”
Sebelumnya, anggota DPR dari Minnesota Michele Bachman juga menyatakan mundur dari pencalonan (4/1/2012) setelah kalah dalam kaukus Iowa. Bergugurannya para lawan Romney menjadikan mantan gubernur Massachusetts ini sekarang hanya menghadapi tantangan serius dari mantan senator Pennsylvania Rick Santorum, anggota DPR dari Texas Ron Paul, dan mantan ketua DPR Newt Gingrich. Dalam kaukus Iowa, Santorum menempati posisi kedua, diikuti Paul dan Gingrich. Sementara, dalam primary New Hampshire, Paul bertengger di posisi kedua, di atas Santorum dan Gingrich.
Kemenangan di Iowa dan New Hampshire kian memperbesar peluang Romney untuk menantang Barack Obama Kemenangan di Iowa dan New Hampshire kian memperbesar peluang Romney untuk menantang Barack Obama
Kaukus Iowa dan primary New Hampshire selalu memiliki arti strategis bagi politikus yang ingin menjadi presiden AS. Sebagai pemilihan pendahuluan yang digelar paling awal, keduanya merupakan titik pijak yang sangat menentukan bagi bakal capres untuk bersaing di tahapan berikutnya. Hasil di Iowa dan New Hampshire merupakan indikator awal tingkat elektabilitas seorang kandidat. Jika menang di kedua negara bagian itu, seorang kandidat dapat dikatakan memiliki tingkat elektabilitas tinggi. Kondisi ini kemungkinan besar akan memengaruhi pilihan publik pada pemilihan pendahuluan selanjutnya.
Di South Carolina, Romney sesungguhnya menghadapi rintangan besar. Sebagai penganut agama Mormon, dia kurang disukai oleh kelompok Evangelis Kristen yang tersebar di berbagai daerah South Carolina. Pandangan konservatifnya yang moderat juga ditentang oleh Tea Party, kelompok garis keras di Partai Republik yang berbasis di negara bagian itu. Meski demikian, Romney tetap optimis menang karena dia disokong gubernur South Carolina Nikki Haley.
Setelah South Carolina, pemilihan pendahuluan dihelat di Florida (31/1), Nevada (4/2), Colorado dan Minnesota (7/2), Maine (11/2), Arizona dan Michigan (28/2), Washington (3/3), serta di sepuluh negara bagian secara serentak (6/3) yang disebut Super Tuesday. Dalam sejarah pemilu AS, Super Tuesday merupakan momentum kunci untuk memenangkan nominasi. Sebab, hampir 30 persen suara delegasi diperebutkan di ajang ini.
Faktor Penentu Super Tuesday adalah ujian sesungguhnya bagi Romney.
Apakah Romney mampu melewati ujian ini? Jawabannya tergantung dari beberapa faktor yang menjadi penentu keberhasilan memenangkan pemilihan presiden AS, seperti dukungan dana, dukungan partai, dan dinamika jajak pendapat. Karena itu, Romney perlu meraup dana kampanye sebanyak- banyaknya, memperluas dukungan dari tokoh-tokoh sentral partai, dan tampil cemerlang dalam sejumlah jajak pendapat.
Dalam hal pendanaan, hingga kini Romney telah mengumpulkan USD 56 juta. Walaupun masih kalah jauh dibandingkan Obama yang telah meraup USD 244 juta, tetapi sepertinya uang bukanlah masalah besar bagi Romney. Sebagai pengusaha sukses dengan kekayaan mencapai USD 250 juta, Romney yang telah malang melintang di berbagai perusahaan dapat menggerakkan jaringan bisnisnya untuk memaksimalkan dana kampanye. Untuk urusan ini, politikus 64 tahun itu tidak dapat ditandingi kandidat Partai Republik lainnya.
Dukungan dana semakin berarti dengan dukungan dukungan dari McCain, salah seorang sosok paling berpengaruh di Partai Republik. Dukungan dari tokoh sekaliber McCain merupakan modal luar biasa bagi seorang kandidat. Sebagai senator berpengalaman dan capres Republik pada pemilu 2008, dia masih memiliki jutaan pendukung di banyak negara bagian. Untuk menyukseskan pencalonan Romney, bisa saja McCain membujuk para pendukungnya untuk memberikan suara bagi mantan pesaingnya dalam konvensi Partai Republik empat tahun lalu itu.
Dukungan bertubi-tubi tersebut mengantarkan Romney unggul dalam semua polling yang digelar berbagai lembaga survei pertengahan Januari ini. Fox News menempatkan Romney di posisi pertama dengan 40 persen, unggul 25 poin dari Santorum yang menempati peringkat kedua. Gallup juga Dukungan bertubi-tubi tersebut mengantarkan Romney unggul dalam semua polling yang digelar berbagai lembaga survei pertengahan Januari ini. Fox News menempatkan Romney di posisi pertama dengan 40 persen, unggul 25 poin dari Santorum yang menempati peringkat kedua. Gallup juga
Mencermati semua itu, tampaknya tiket nominasi Partai Republik semakin dekat dalam genggaman Romney. Bagi Romney, tentu semakin cepat tiket didapat, semakin mantap persiapan menghadapi Obama. Dengan segala keunggulannya, Romney berpotensi menebar ancaman yang perlu diwaspadai Obama.
20 Januari 2012