Indonesia (Bukan) Negara Gagal?

Indonesia (Bukan) Negara Gagal?

ada 9 Juli 2013, majalah Foreign Policy merilis laporan Failed States Index (FSI) yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-76 dari 178 negara, turun 13 peringkat

dari tahun 2012. Hal itu menandakan adanya perbaikan kondisi di negara ini. Artinya, negara kita sesungguhnya sedang bergerak maju, meskipun hasilnya belum memuaskan.

FSI mengategorikan 178 negara ke dalam empat kelompok, yakni alert (peringkat 1-35), warning (36-126), stable (127-164), dan sustainable (165-178). Sesuai dengan kategorisasi tersebut, Indonesia termasuk dalam kelompok warning. Karena itu, Indonesia sesungguhnya tidak termasuk negara gagal, tetapi tergolong negara lemah. Namun, potensi menjadi negara gagal tetap terbuka jika tidak ada perbaikan serius di semua sektor.

Kriteria Untuk mengukur kegagalan dan kelemahan negara,

sejumlah pakar memiliki kriteria beragam. Menurut Robert I. Rotberg (2002), negara gagal dicirikan oleh meningkatnya kekerasan politik, hilangnya kontrol atas wilayah perbatasan, merebaknya perang sipil, bobroknya institusi publik, menggejalanya korupsi, menurunnya tingkat pendapatan per kapita, serta langkanya pasokan kebutuhan pangan yang berdampak pada kelaparan dan kekurangan gizi warga negara.

Sebagian besar negara yang berkategori negara gagal berada di Afrika. Di Somalia (peringkat 1), akibat perang sipil yang Sebagian besar negara yang berkategori negara gagal berada di Afrika. Di Somalia (peringkat 1), akibat perang sipil yang

Serupa, tapi tak sama dengan negara gagal, Susan Rice dan Stewart Patrick (2005) mendefinisikan negara lemah sebagai negara yang institusi publiknya tidak begitu dipercaya oleh masyarakat, tidak mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, rentan atas intervensi eksternal, dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup dasar warga negaranya. Mencermati pandangan tersebut, negara lemah tampak memiliki struktur ekonomi, politik, dan sosial lebih kuat dibandingkan negara gagal.

Negara lemah memang memiliki kesulitan ekonomi, kendala geografis, dan hambatan infrastruktur. Tetapi, negara lemah pada dasarnya kuat, hanya saja menjadi lemah karena munculnya

kesalahan manajemen pemerintahan, kerakusan penguasa, dan serangan eksternal. Dalam beberapa hal, negara lemah mengabaikan penegakan hukum, membiarkan korupsi terus merajalela, menutup mata atas terjadinya diskriminasi warga negara, dan konflik sosial terus meletup.

konflik

internal,

Karena kemiripan karakteristiknya itu, untuk membedakan negara gagal dengan negara lemah, Rice dan Patrick (2005) mengukurnya berdasarkan empat indikator. Pertama, indikator ekonomi yang diukur berdasarkan kemampuan negara menyediakan lingkungan ekonomi stabil. Kedua, indikator politik yang diukur dari kualitas institusi politik dalam memenuhi akuntabilitas publik dan menjalankan fungsi pemerintahan secara efektif.

Ketiga, indikator keamanan yang diukur melalui kemampuan negara dalam menyediakan keamanan fisik bagi warganya dari ancaman konflik kekerasan. Keempat, indikator kesejahteraan sosial yang diukur berdasarkan kemampuan negara untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya dalam layanan kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan keempat indikator tersebut, Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara lemah, bukan negara gagal, apalagi kolaps.

Kelemahan Indonesia Meskipun dalam kondisi warning, Indonesia sebenarnya

masih lebih baik dibandingkan negara-negara tetangga seperti Myanmar (peringkat 26), Timor Leste (32), Kamboja (41), Papua Nugini (53), Laos (58), dan Filipina (59). Walaupun demikian, tetap saja kondisi Indonesia sangat mencemaskan. Kita seringkali melihat kelemahan negara ini di berbagai sektor.

Harus diakui, negara belum mampu mengentaskan 32 juta penduduk dari kemiskinan. Antrean panjang warga yang ingin mendapatkan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) adalah cerminan kondisi itu. Tidak terbantahkan pula, lembaga- lembaga politik seperti DPR dan kementerian tidak mampu memenuhi akuntabilitas publik seiring dengan menjamurnya korupsi yang menimbulkan inefektivitas pemerintahan. Buktinya, sejumlah pimpinan partai politik, bahkan menteri, digelandang ke meja hijau akibat menerima kucuran uang haram kasus korupsi impor daging, pembangunan pusat olahraga Hambalang, dan percepatan pembangunan infrastruktur daerah.

Daftar panjang kelemahan negara kian tampak dari fakta adanya serangan terorisme yang kerapkali terjadi, bentrokan antarwarga seperti yang dialami para penganut Syiah, terusirnya penduduk dari tempat tinggalnya seperti yang dirasakan oleh para pengungsi Ahmadiyah, layanan kesehatan yang belum secara merata dinikmati setiap warga negara, keruntuhan Daftar panjang kelemahan negara kian tampak dari fakta adanya serangan terorisme yang kerapkali terjadi, bentrokan antarwarga seperti yang dialami para penganut Syiah, terusirnya penduduk dari tempat tinggalnya seperti yang dirasakan oleh para pengungsi Ahmadiyah, layanan kesehatan yang belum secara merata dinikmati setiap warga negara, keruntuhan

Agar kondisi buruk itu tidak terjadi, pemerintah harus secepatnya menyelesaikan semua akar masalah yang membelit bangsa ini dan bukannya terlena oleh pujian yang digelontorkan oleh dunia internasional sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia yang berpotensi menjadi kekuatan ekonomi global. Pujian itu hendaknya menjadi cambuk untuk terus memperbaiki diri, bukan untuk kepentingan sesaat, tetapi demi Indonesia yang lebih maju di masa depan. Semoga! 

10 Juli 2013