Tinjauan Studi Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

41 Sumber: Dornbusch, 2004 dimodifikasi. Gambar 8. Kurva Permintaan Agregat 3.1.1. Dampak Kebijakan Fiskal Pada Permintaan Agregat Dengan memperhatikan hubungan kurva IS-LM dan kurva AD di atas, maka intervensi terhadap pasar barang yang disebut kebijakan fiskal, dan intervensi pasar uang, yang disebut kebijakan moneter, akan mempengaruhi perekonomian. Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian melalui peningkatan belanja Pemerintah dan tingkat pajak. Pengaruhnya dapat ditelusuri ulang pada Gambar 6, 7, dan 8. Adapun besaran pengaruh kebijakan fiskal terhadap perekonomian pendapatan dan suku bunga melalui perubahan kurva IS dapat dihitung dari persamaan berikut ini Dornbusch, 2004: Y = α G Ã-bi ; α G = 1{1-c1-t} .......................................................... 1 dimana: Y : Pendapatan. α G : Koefisien atau parameter variabel. Ã : Variabel eksogen. 42 b : koefisien. c : Marginal propencity to consume . t : Pajak.

3.1.2. Dampak Kebijakan Fiskal pada Penawaran Agregat

Produk Domestik Bruto PDB dari sisi penawaran adalah penjumlahan seluruh nilai produksi output sektor-sektor perekonomian. Hubungan antara PDB dengan tingkat harga akan membentuk kurva penawaran agregat AS sebagaimana Gambar 9. Sumber: Dornbusch, 2004 dimodifikasi. Keterangan: P 1 P dan IPM 1 IPM . Gambar 9. Kurva Penawaran Agregat Gambar 9 tersebut menjelaskan tentang hubungan antara produksi, input tenaga kerja, dan pasar tenaga kerja, namun dengan asumsi upah tetap, yang dapat diuraikan sebagai berikut: A S A S 1 Y Y 1 Y P P 1 W W P W P W P 1 L 1 L L S L D L Y = IPM fL Y = IPM 1 fL 43 1. Diasumsikan upah bersifat kaku Ŵ, sehingga perubahan harga P akan mempengaruhi upah riil ŴP yang diterima tenaga kerja, sehingga mengakibatkan adanya hubungan antara tingkat harga dengan pasar tenaga kerja permintaan tenaga kerja D L dan penawaran tenaga kerja S L , yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah nilai barang yang diproduksi Y. 2. Ketika tingkat harga P berubah maka akan berubah pula jumlah nilai barang yang diproduksi, yang mana kombinasi keduanya akan membentuk sejumlah titik pada kurva AS. 3. Oleh karena setiap kebijakan fiskal melalui belanja Pemerintah G, akan meningkatkan AD sekaligus meningkatkan nilai produksi barang-barang yang diproduksi sektor-sektor, maka pertumbuhan ekonomi dapat pula dianalisis dari sisi AS. 4. Kurva AS dalam jangka panjang akan bergeser ke kanan dari AS ke AS 1 , apabila kualitas kompetensi tenaga kerja meningkat sejalan dengan peningkatan indeks pembangunan manusia akan meningkatkan koefisien teknologi A dari A ke A 1 . Dengan kata lain, walaupun jumlah tenaga kerjanya sama tetapi sebagai pengaruh peningkatan koefisien teknologi A akan meningkatkan jumlah nilai produksi Y yang dihasilkan. Oleh karena setiap kebijakan fiskal melalui G, akan meningkatkan AD sekaligus meningkatkan nilai produksi barang-barang yang diproduksi sektor- sektor, maka transmisi kebijakan fiskal terhadap perekonomian dari sisi penawaran agregat dapat dilihat pada Gambar 10. 44 Sumber: Dornbusch, 2004, dimodifikasi. Gambar 10. Dampak Kebijakan Fiskal pada Pasar Barang Gambar 10 menjelaskan transmisi dari belanja Pemerintah terhadap permintaan agregat, penawaran agregat, pendapatan, tenaga kerja, upah, suku bunga, dan harga, dengan asumsi kurva LM tidak berubah, yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Dimulai dengan perekonomian yang berada pada keseimbangan awal, yaitu dengan tingkat pendapatan awal Y , tingkat suku bunga awal r , tingkat harga awal P , tingkat upah awal W , dan jumlah tenaga kerja awal L . 2. Kemudian diasumsikan bahwa kebijakan fiskal dilakukan melalui belanja Pemerintah, maka produksi akan meningkat dari Y ke Y 1 , mengakibatkan kurva AS bergeser ke kanan dari AS ke AS 1 . 3. Pergeseran kurva AS ke kanan akan berpotongan dengan kurva permintaan agregat awal AD sehingga harga turun dari P ke P 1, tetapi kemudian 45 karena turunnya harga tersebut menyebabkan AD meningkat dan bergeser dari AD ke AD 1 . 4. Pada pasar barang meningkatnya AD mempengaruhi kurva IS-LM, yaitu kurva IS bergeser dari IS ke IS 1 , menyebabkan naiknya suku bunga dari r ke r 1 . Selanjutnya, berimplikasi kepada menurunnya investasi I sehingga pendapatan Y ikut turun, yang disebut crowding out effect. 5. Pada pasar tenaga kerja meningkatnya output akan menambah tenaga kerja L dari L ke L 1 , diasumsikan kurva penawaran tenaga kerja tetap tidak bergeser. 6. Kesimpulan : kebijakan fiskal melalui peningkatan belanja Pemerintah akan meningkatkan pendapatanoutput dan meningkatkan kesempatan kerja L, dan mengurangi pengangguran U, yaitu selisih antara tingkat pencapaian pada titik keseimbangan akhir dikurangi pencapaian pada titik keseimbangan sebelum dilakukannya kebijakan fiskal. Pencapaian akhir dimaksud menghasilkan tingkat pendapatan baru Y, tingkat suku bunga baru r, tingkat harga baru P, tingkat upah baru W dan tingkat penyerapan tenaga kerja baru L, serta tingkat pengangguran baru U.

3.2. Kemiskinan

Dalam studi ini tingkat kemiskinan desa dan kota diukur dengan menggunakan ukuran kemiskinan poverty headcount index, yang mengukur persentase penduduk miskin berada di bawah garis kemiskinan terhadap total penduduk. Secara matematis, poverty headcount Index, dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut: 46 n q = H ........................................................................................................ 2 dimana H adalah poverty headcount Index persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskianan terhadap jumlah penduduk, q adalah persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, dan n adalah jumlah penduduk. Permasalahan dalam poverty headcouni Index adalah ukuran ini tidak menunjukkan keparahan dari kemiskinan. Hal ini karena menganggap tidak ada perbedaan pendapatan di antara penduduk miskin, dengan kata lain persentase penduduk miskin q dihitung sebagai penjumlahan penduduk yang pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tanpa mempersoalkan adanya perbedaan nominal pendapatan para penduduk miskin satu sama lain. Derajat kemiskinan pada suatu negara bergantung pada tingkat pendapatan rata-rata atau per kapita dan derajat ketimpangan dalam distribusi pendapatan Son, 2004; Todaro, 2006.

3.3. Tingkat Pengangguran

Masalah perekonomian makro pendapatan per kapita, dan indikator turunannya seperti tingkat inflasi, pengangguran, tingkat investasi, belanja Pemerintah, tingkat konsumsi, dan posisi neraca pembayaran yang mempengaruhi secara langsung terhadap kualitas pembangunan manusia adalah pengangguran. Tingkat pengangguran yang tinggi akan mengakibatkan kualitas pembangunan manusia menurun. Tingkat pengangguran yang biasa dipelajari adalah tingkat pengangguran alamiah natural rate of unemployment. 47 Persamaan matematis yang biasa digunakan dalam mengkaji mengenai pengangguran Mankiw, 2007 dirumuskan dalam formula sebagai berikut : LF = L + U ................................................................................................. 3 dimana LF adalah angkatan kerja dari seluruh penduduk, L adalah jumlah orang yang bekerja pada seluruh sektor perekonomian, dan U adalah jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran sendiri dinyatakan dengan UL yang dapat dirumuskan menjadi: UL = S-FL .......................................................................................... 4 dimana S adalah jumlah pemutusan hubungan kerja dan F adalah tingkat perolehan pekerjaan. Persamaan ini menunjukkan bahwa pada saat tingkat pengangguran berada pada tingkat pengangguran alamiah, maka tingkat pengangguran sama dengan nol, sehingga S = F, sesuai formula berikut: UL = S-FL = 0 ..................................................................................... 5 Dengan kata lain setiap kebijakan yang bertujuan menurunkan tingkat pengangguran alamiah U L akan menurunkan tingkat pemutusan hubungan kerja SL atau meningkatkan tingkat perolehan pekerjaan FL, juga sebaliknya. Mankiw 2007 menyatakan beberapa alasan mengapa adanya pengangguran alamiah, artinya tidak ada satu negarapun yang bebas dari pengangguran. Pertama, diperlukan waktu untuk mencocokkan antara kompetensi pekerja dengan jenis pekerjaan, karena kompetensi pekerja dan jenis-jenis pekerjaan yang tersedia tidak selalu berkaitan dan cocok link and match. Kedua, adanya kekakuan upah terhadap perubahan penawaran S L dan permintaan tenaga kerja D L . Terlihat pada Gambar 11.