Dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan sektor kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia di Indonesia

(1)

   

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN

SEKTOR KESEHATAN TERHADAP INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA

DISERTASI

SUGIARTO SUMAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

   

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN

SEKTOR KESEHATAN TERHADAP INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA

DISERTASI

SUGIARTO SUMAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

(5)

   

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN SEKTOR KESEHATAN TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI

INDONESIA

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2012

Sugiarto Sumas NIM H.361064204


(6)

(7)

   

ABSTRACT

Sugiarto Sumas. Impact of Fiscal Policy for Education and Health Sectors on Human Development Index in Indonesia (Bonar M. Sinaga as Chairman,

Nunung Kusnadi and Rukman Sardjadidjaja as Members of the Advisory Committee)

Human Development Index (HDI) as a proxy for performance of human development has been recognized at national and international. Indonesia which has a nominal value of 72.9 in human development index within the scale of 0 to 100 is under the intermediate group (50 > HDI < 80) and ranked at the 111th level in the world, in year 2009. At the national level, the human development index in each province shows some disparities between provinces from year to year. If this phenomenon allowed then could make a social jealousy and a disintegration of the nation. This study has successfully formulated a panel method of simultaneous equations as a tool in formulating fiscal policy to increase a human development index as well as to ensure equal distribution of the development. The result of 5 years data analysis year 2004 through year 2008 is showed that a fiscal policy through education and health sector expenses has a causal relationship to human development index, but with a minimum impact. The most efective fiscal policy used to improve the human development index is through an effort aimed to improve people's purchasing power. The forecast’s results are indicated that the Indonesian millennium development goals of year 2015 can not being achieved. Efforts for improving human development index must be supported by an affirmative policy in order to reduce development gap among regions in Indonesia.


(8)

(9)

   

ABSTRAK

Sugiarto Sumas. Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia (Bonar M. Sinaga sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Nunung Kusnadi dan Rukman Sardjadidjaja sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai proksi kinerja pembangunan manusia telah diakui secara nasional maupun internasional. Indonesia dengan nilai nominal indeks pembangunan manusia 72.9 dalam skala 0 sampai 100 termasuk kedalam kelompok menengah (50 > IPM < 80) dan berada pada peringkat ke 111 di dunia pada tahun 2009. Dalam lingkup nasional, dari tahun ke tahun indeks pembangunan manusia masing-masing provinsi menunjukkan disparitas antar provinsi. Fenomena ini apabila dibiarkan akan menimbulkan kecemburuan sosial yang dapat memicu disintegrasi bangsa. Studi ini telah berhasil memformulasikan model persamaan simultan dengan metode panel yang layak digunakan untuk keperluan simulasi maupun peramalan dampak kebijakan fiskal terhadap indeks pembangunan manusia dalam rangka pemerataan pembangunan. Hasil analisis data selama 5 tahun dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 menunjukkan bahwa kebijakan fiskal melalui sektor pendidikan dan sektor kesehatan mempunyai hubungan kausalitas terhadap indeks pembangunan manusia meskipun dampaknya kecil. Kebijakan fiskal dalam rangka peningkatan indeks pembangunan manusia yang paling efektif adalah melalui upaya yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat. Hasil ramalan mengindikasikan bahwa tujuan pembangunan milenium Indonesia tahun 2015 tidak dapat dicapai. Upaya untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia harus disertai dengan kebijakan afirmatif sebagai upaya mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah di Indonesia.

Kata kunci: Kebijakan Fiskal, Pembangunan Manusia, Indeks Pembangunan Manusia.


(10)

(11)

   

RINGKASAN

Sugiarto Sumas. Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia (Bonar M. Sinaga sebagai Ketua, Nunung Kusnadi dan Rukman Sardjadidjaja sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Pembangunan manusia yang diproksi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) telah menjadi komitmen Perserikatan Bangsa Bangsa melalui United

Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990, juga telah menjadi

konsensus nasional dalam Kongres Nasional Pembangunan Manusia Indonesia pada bulan November 2006. Nilai nominal indeks pembangunan manusia Indonesia dan provinsi-provinsi di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi masih kalah cepat dengan negara lain, yang mengakibatkan peringkat indeks pembangunan manusia Indonesia tahun 2009 malahan turun menjadi 111 dibandingkan peringkat 109 setahun sebelumnya. Selain itu, disparitas indeks pembangunan manusia antar provinsi tidak berubah dari tahun ke tahun. Kondisi tersebut menimbulkan rasa ketidak-adilan dan kecemburuan sosial yang apabila diabaikan dapat mengancam integritas bangsa. Upaya pemerintah meningkatkan indeks pembangunan manusia dilakukan dengan meningkatkan belanja pemerintah di sektor pendidikan dan sektor kesehatan, serta mengakomodasikan indeks pembangunan manusia sebagai salah satu komponen perhitungan dana alokasi umum (DAU).

Keputusan pemerintah untuk memperbesar anggaran sektor pendidikan didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang mengamanatkan pengalokasiannya minimal 20 persen dari total anggaran. Sementara keputusan memperbesar sektor kesehatan didasarkan alasan bahwa sektor kesehatan mengandung komponen yang menjadi pembentuk persamaan identitas indeks pembangunan manusia yaitu: Angka Harapan Hidup (AHH), melalui peningkatan Angka Kematian Balita (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Juga diupayakan agar terjadi pertumbuhan ekonomi untuk mendorong membaiknya daya beli (PPP) atau pendapatan per kapita penduduk. Pada gilirannya upaya-upaya tersebut akan meningkatkan indeks pembangunan manusia.

Berbagai upaya tersebut patut dihargai, namun masih menyimpan misteri mengenai ketepatan jumlah alokasi fiskal, ketepatan pemilihan sektor, dan jawaban atas pertanyaan kapan target tujuan pembangunan milenium (Millenium

Development Goals/MDGs) dapat tercapai. Karena selama ini belum ada model

yang menempatkan komponen-komponen indeks pembangunan manusia sebagai variabel endogen dan menjadi bagian dari model ekonometrika yang konprehensif. Apabila model indeks pembangunan manusia sudah terbangun, maka berbagai misteri yang masih tersembunyi diatas akan dengan mudah untuk mengungkapnya.

Penelitian bertujuan untuk: Pertama, membangun model makro ekonometrika yang diperluas dengan mengintegrasikan komponen perekonomian makro dan indeks pembangunan manusia. Kedua, mempelajari dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan sektor kesehatan, serta sektor lainnya terhadap


(12)

   

perekonomian makro dan indeks pembangunan manusia. Ketiga, meramalkan indeks pembangunan manusia dalam kerangka pencapaian sasaran pembangunan manusia Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia tahun 2015.

Penelitian dilakukan di 21 provinsi di Indonesia, yang terpilih berdasarkan ketersediaan data/variabel penelitian sesuai tujuan penelitian, meliputi deret waktu

(time series) selama 5 (lima) tahun dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008,

yaitu kurun waktu yang datanya cukup tersedia. Data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Keuangan, United Nations Development

Programme, Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi, dan lembaga-lembaga resmi lainnya.

Analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah analisis simulasi model simultan, terdiri atas 38 persamaan yang dibagi dalam 23 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas, dengan variabel endogen sebanyak 38 variabel dan variabel eksogen (predetermined) sebanyak 15 variabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan simultan dengan metode panel telah berhasil dirumuskan, dan sudah memenuhi kriteria ekonomi, statistik dan ekonometrika, serta layak digunakan untuk keperluan peramalan maupun simulasi dampak kebijakan fiskal terhadap indeks pembangunan manusia.

Hasil ramalan variabel variabel endogen tanpa alternatif kebijakan tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 menunjukkan pertumbuhan yang kecil. Termasuk pertumbuhan indeks pembangunan manusia per tahun yang hanya sebesar 0.41 persen, sehingga diramalkan pada tahun 2015 pencapaian indeks pembangunan manusia hanya sebesar 73.58 dari sasaran sebesar 80.

Sedangkan hasil peramalan variabel endogen dengan alternatif kebijakan, yang terdiri atas 8 skenario kebijakan, masing masing sebagai berikut:

1. Kebijakan peningkatan belanja sektor pendidikan dan sektor kesehatan sebesar 20 persen akan berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.58 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 73.86.

2. Kebijakan transfer dana alokasi umum ditingkatkan 20 persen akan berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.63 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.18.

3. Kebijakan meningkatkan belanja pemerintah sektor bangunan dan infrastruktur sebesar 20 persen berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.60 sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 73.81.

4. Kebijakan kombinasi belanja sektor pendidikan, belanja sektor kesehatan, dan belanja pemerintah sektor bangunan dan infrastruktur ditingkatkan 20 persen berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan per tahun sebesar 0.59 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 73.99.

5. Kebijakan afirmatif kepada provinsi dengan indeks pembangunan manusia terendah pada quantil 1 melalui peningkatan dana alokasi umum sebesar 40 persen berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada periode peramalan sebesar 0.64 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.32.


(13)

   

6. Kebijakan afirmatif kepada provinsi dengan indeks pembangunan manusia terendah pada quantil 1 dan 2 melalui peningkatan dana alokasi umum sebesar 40 persen berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan sebesar 0.65 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.43.

7. Kebijakan afirmatif kepada provinsi dengan indeks pembangunan manusia terendah pada quantil 1 dan 2 melalui peningkatan belanja daerah sebesar 40 persen dan provinsi lainnya naik 20 persen, berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan sebesar 0.62 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.12.

8. Kebijakan afirmatif kepada provinsi dengan indeks pembangunan manusia terendah pada quantil 1 dan 2 melalui peningkatan anggaran belanja sektor pendidikan dan sektor kesehatan masing masing 40 persen, dan provinsi lainnya naik 20 persen, berdampak pada pertumbuhan indeks pembangunan manusia pada priode peramalan sebesar 0.60 persen sehingga indeks pembangunan manusia tahun 2015 bernilai 74.15.

Dengan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan pemerintah dalam penyediaan anggaran pembangunan, maka kebijakan yang paling realistis adalah kebijakan meningkatkan belanja sektor pendidikan dan belanja sektor kesehatan dalam persentase tertentu pada provinsi quantil 1 dan 2 dengan indeks pembangunan manusia terendah daripada kebijakan meningkatkan dana alokasi umum maupun kebijakan menaikan total belanja dalam persentase yang sama. Karena kedua kebijakan terakhir ini memerlukan jumlah nominal anggaran yang jauh lebih banyak daripada kebijakan pertama. Di samping itu, kebijakan pertama ini, paling baik dalam rangka mengatasi pengangguran dan memeratakan pembangunan antar provinsi, serta cukup baik dalam rangka meningkatkan indeks pembangunan manusia dan mengurangi kemiskinan.

Untuk mengetahui signifikansi dampak belanja pemerintah di sektor pendidikan dan belanja pemerintah di sektor kesehatan dalam jangka panjang terhadap indeks pembangunan manusia, tingkat kemiskinan, dan angka pengangguran, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan data deret waktu (time series) yang lebih lama.

Kata kunci: Kebijakan Fiskal, Pembangunan Manusia, Indeks Pembangunan Manusia.


(14)

(15)

   

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian

Bogor.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(16)

(17)

   

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN

SEKTOR KESEHATAN TERHADAP INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA

SUGIARTO SUMAS

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(18)

   

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Heny K.S Daryanto, M.Ec

Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS

Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Terbuka :

1. Dr. Djoharis Lubis, M.Sc

Staf Ahli Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat,

Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia 2. Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, M.Sc


(19)

   

Judul Disertasi : Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia

Nama : Sugiarto Sumas

Nomor Pokok : H361064204

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Ketua

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Dr. Ir. Rukman Sardjadidjaja, MMA Anggota Anggota

Mengetahui:

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian: 24 Januari 2012 Tanggal Lulus:


(20)

(21)

   

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya penulisan disertasi ini. Tema yang penulis pilih adalah “Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia“ .

Tema tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ini sangat populer secara nasional maupun internasional, dibicarakan banyak kalangan, disusun target sasaran pembangunan milenium, dan didanai dalam jumlah yang besar. Tetapi sejauh ini peningkatan IPM di Indonesia masih lambat, dan tidak mampu mempersempit disparitas antar wilayah. Penelitian ini secara khusus ingin menjawab apakah komponen indeks pembangunan manusia dapat dintegrasikan dengan indikator makroekonomi membentuk persamaan simultan yang mampu menjawab tentang sektor apa yang paling berdampak untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia dan mempersempit disparitas antar wilayah.

Penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih penulis sampaikan, kepada: Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga MA sebagai Ketua Komisi Pembimbing; Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Dr. Ir. Rukman Sardjadidjaja, MMA masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Arahan dan masukan yang diberikan oleh komisi pembimbing selama penelitian dan penulisan sangat membantu dalam penyelesaian disertasi ini. Kepada dosen penguji ujian tertutup dan terbuka serta semua dosen yang telah mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas S3 Ilmu Ekonomi Pertanian. Dedikasi para penguji dan dosen yang sangat tinggi telah menjadikan penulis mampu menyelesaikan studi S3 ilmu ekonomi pertanian.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Pimpinan IPB yaitu: Rektor IPB (Prof. Dr. Ir. Hery Suhardiyanto, MSc), Dekan Sekolah Pascasarjana (Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.), dan Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi S3.


(22)

   

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan pula, kepada: rekan-rekan satu kelas S3 Ilmu Ekonomi Pertanian Khusus Angkatan 3 atas dorongan dan kerjasamanya selama ini, kepada Bapak Usman yang telah membantu dalam masalah komputasi dan pengolahan data, kepada Mas Iwan Hermawan dan Mbak Aam yang bantu memperbaiki format penulisan, kepada Mbak Ruby, Mbak Yani, dan Mas Iwan yang telah banyak membantu dalam berbagai urusan dan kegiatan, kepada berbagai lembaga yang menyediakan data yang diperlukan untuk disertasi ini, yaitu: BPS, Universitas Indonesia, Bappenas, dan UNDP, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan, kepada: Bapak Ir. Harry Heriawan Saleh MSc selaku Direktur Jenderal P4Trans pada tahun 2007 telah memberikan izin belajar, kepada para Kasubdit dan seluruh staf Direktorat Partisipasi Masyarakat Ditjen P2KTrans Kemenakertrans yang telah memberikan dukungan moriel maupun materiel, kepada Bapak Ir. Jamaluddin Malik MM selaku Direktur Jenderal P2KTrans Kemenakertrans atas pengertian yang tulus terutama pada akhir penyelesaian tugas akhir sangat memberikan ketenangan kepada penulis dan merupakan dukungan positif saat hadir pada ujian terbuka, kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis tetapi tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan balasan berkah kepada Bapak, Ibu, Sudara dan Saudari sekalian.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada istri (Maisaroh) dan anak–anakku (Mulia Tawang Wisudha dan Herbowo) atas dukungan pengertian dan keikhlasan, terutama hilangnya waktu kebersamaan keluarga saat hari libur. Tanpa pengertian, keikhlasan, dan dukungan istri dan anak-anak, tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.

Bogor, Januari 2012


(23)

   

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 17 April 1958 di Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan, sebagai anak bungsu dari 5 bersaudara, dari pasangan Sujoko Rais (almarhum) dan Masdiah (almarhumah). Penulis beristrikan Maisaroh dengan 2 orang anak yaitu Mulia Tawang Wisudha dan Herbowo.

Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan pada Jurusan Mekanisasi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada pada bulan Agustus tahun 1981. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung dan meraih gelar Magister Teknik pada bulan Oktober tahun 1998. Pada bulan Februari tahun 2007, penulis menempuh pendidikan S3 di bidang Ilmu Ekonomi Pertanian pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis selaku pegawai negeri sipil juga mengikuti pendidikan dan pelatihan kedinasan dari jenjang terendah hingga jenjang tertinggi, mulai dari prajabatan yang ditempuh tahun 1983 hingga Sekolah Pendidikan Administrasi Tingkat I pada tahun 2011.

Pengalaman kerja yang pernah dijalani penulis selaku pegawai negeri sipil diawali sebagai Staf pada Kandep Departemen Transmigrasi Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 1983. Kemudian pada tahun yang sama mutasi bekerja sebagai Staf pada Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur. Pada tahun 1987 penulis mendapatkan kepercayaan dan mendapatkan tugas dalam penyiapan lahan permukiman pada Kanwil Departemen Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur sampai dengan tahun 1992.

Pada bulan Maret 1992, mutasi bekerja ke Departemen Transmigrasi Jakarta dan bertugas di Biro Perencanaan hingga tahun 1999. Selama bertugas di Biro Perencanaan penulis mendapatkan tugas dan kepercayaan pimpinan dalam menangani pelaporan dan pengendalian program. Tempat tugas inilah yang menjadi titik awal bagi penulis untuk banyak mengenal dan dikenal, mengenal berbagai jenis kegiatan dalam pekerjaan dan dikenal sebagai petugas yang harus berkorban waktu untuk berada di kantor melebihi jam kerja normal.


(24)

   

Atas kepercayaan pimpinan Departemen, penulis diberikan kesempatan untuk promosi sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan sehingga menangani pekerjaan yang bersifat meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia di lingkungan instansi tempat penulis bekerja sampai dengan tahun 2000.

Dengan perubahan puncak kepemerintahan pada era Presiden Abdurrahman Wahid, terjadi perubahan yang sangat mendasar pada instansi tempat penulis bekerja karena berubahnya nama Departemen menjadi Menteri Negara dan saat itu penulis mendapatkan tugas sebagai Asisten Deputi Urusan Pendidikan Kependudukan Jalur Masyarakat sampai tahun 2001.

Tahun 2001 terjadi perubahan kabinet dan nama instansi tempat penulis bekerja menjadi Depnakertrans yang merupakan penggabungan dari 2 Departemen, yaitu Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sejak saat itu sampai sekarang penulis mendapatkan berbagai tugas, yaitu sebagai Direktur Bina Kapasitas Sosial Ekonomi (tahun 2001-2003), Direktur Permukiman Kembali (tahun 2003-2005), Direktur Penyediaan Tanah Transmigrasi (tahun 2005-2007), Direktur Promosi Investasi dan Kemitraan (tahun 2007-2010) dan mulai tanggal 7 Oktober 2010 sampai saat ini sebagai Direktur Partisipasi Masyarakat pada Ditjen P2KTrans Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.


(25)

xxi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xxv

DAFTAR GAMBAR ... xxix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxxiii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 14 1.4. Kegunaan Penelitian ... 14 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 17 2.1. Pembangunan Manusia ... 17 2.2. Indeks Pembangunan Manusia ... 21 2.3. Tujuan Pembangunan Milenium ... 25 2.4. Kebijakan Fiskal di Beberapa Negara ... 27 2.5. Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dengan Indeks

Pembangunan Manusia ... 29 2.6. Tinjauan Studi Terdahulu ... 31

III. KERANGKA TEORITIS ... 37 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter... 37

3.1.1. Dampak Kebijakan Fiskal pada Permintaan

Agregat ... 41 3.1.2. Dampak Kebijakan Fiskal pada Penawaran

Agregat ... 42 3.2. Kemiskinan ... 45 3.3. Tingkat Pengangguran ... 46 3.4. Pemerintah sebagai Penyedia Barang Publik ... 51


(26)

xxii

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 55 4.1. Kerangka Pemikiran ... 55

4.2. Hipotesis Penelitian ... 58 4.3. Sumber Data ... 58 4.4. Spesifikasi Model ... 58 4.4.1. Blok Pendapatan Daerah ... 59 4.4.2. Blok Belanja Daerah ... 60 4.4.3. Blok Permintaan Agregat ... 61 4.4.4. Blok Penawaran Agregat ... 62 4.4.5. Blok Tenaga Kerja ... 63 4.4.6. Blok Indeks Pembangunan Manusia ... 64 4.5. Prosedur Analisis Data ... 66 4.5.1. Identifikasi Model ... 66 4.5.2. Metode Pendugaan Model ... 67 4.5.3. Validasi Model ... 67 4.5.4. Simulasi Model ... 69

V. GAMBARAN UMUM ... 71 5.1. Blok Pendapatan Daerah ... 72 5.1.1. Pajak Daerah ... 72 5.1.2. Dana Alokasi Umum ... 73 5.2. Blok Belanja Daerah ... 75 5.2.1. Belanja Sektor Pendidikan ... 75 5.2.2. Belanja Sektor Kesehatan ... 78 5.3. Blok Permintaan Agregat ... 79 5.4. Blok Penawaran Agregat ... 80 5.5. Blok Tenaga Kerja ... 81 5.6. Blok Indeks Pembangunan Manusia ... 82 5.6.1. Rata-Rata Lama Sekolah ... 82 5.6.2. Angka Melek Huruf ... 85 5.6.3. Angka Harapan Hidup ... 87 5.6.4. Daya Beli ... 90


(27)

xxiii

5.6.5. Indeks Pembangunan Manusia ... 92 5.6.6. Tingkat Kemiskinan Desa dan Kota ... 94

VI. MODEL INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA: HASIL

ANALISA PARSIAL PERSAMAAN STRUKTURAL ... 97 6.1. Analisis Umum Model Estimasi ... 97 6.2. Dugaan Parameter Persamaan Struktural ... 98 6.2.1. Blok Pendapatan Daerah ... 98 6.2.2. Blok Belanja Daerah ... 101 6.2.3. Blok Permintaan Agregat ... 109 6.2.4. Blok Penawaran Agregat ... 112 6.2.5. Blok Tenaga Kerja ... 118 6.2.6. Blok Indeks Pembangunan Manusia ... 121

VII. RAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL SEKTOR PENDIDIKAN DAN SEKTOR KESEHATAN

TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

TAHUN 2013-2015 ... 129 7.1. Validasi Model ... 129 7.2. Ramalan Variabel Endogen Tanpa Alternatif Skenario

Kebijakan ... 131 7.3. Dampak Skenario Kebijakan Periode Tahun 2013-2015 ... 134

7.3.1. Kebijakan Belanja Sektor Pendidikan dan Belanja

Sektor Kesehatan Naik 20 Persen ... 136 7.3.2. Kebijakan Transfer Dana Alokasi Umum Naik

20 Persen ... 137 7.3.3. Kebijakan Belanja Pemerintah Sektor Bangunan

dan Infrastruktur Naik 20 Persen ...

138 7.3.4. Kombinasi Kebijakan Belanja Sektor Pendidikan,

Belanja Sektor Kesehatan, Belanja Pemerintah

Sektor Bangunan, dan Infrastruktur Naik 20 Persen 139 7.3.5. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1

Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan

Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40 Persen ... 141 7.3.6. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1

dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40


(28)

xxiv

7.3.7. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan

Meningkatkan Belanja 40 Persen ... 144 7.3.8. Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan

2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Belanja Sektor Pendidikan dan

Sektor Kesehatan 40 Persen ... 145 7.4. Hasil Ramalan Alternatif Kebijakan terhadap

Pemerataan Pembangunan Daerah ... 146

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 151 8.1. Kesimpulan ... 151 8.2. Implikasi Kebijakan ... 153

DAFTAR PUSTAKA ... 155

LAMPIRAN ... 160


(29)

xxv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Indeks Pembangunan Manusia dan Variabel Turunannya

Tahun 2008 dan 2009 ... 11 2. Tujuan dan Target Pembangunan Milenium bagi Indonesia... 26 3. Indikator Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun

1990 dan 2015 ... 27 4. Nama Variabel Model Dampak Kebijakan Fiskal Sektor

Pendidikan dan Sektor Kesehatan terhadap Indeks

Pembangunan Manusia ... 57 5. Provinsi dengan Anggaran Belanja Sektor Pendidikan

Tertinggi dan Terendah Tahun 2004-2008 ... 76 6. Perbandingan Belanja Sektor Kesehatan dengan Total

Belanja Pemerintah di 21 Provinsi Penelitian Tahun

2004-2008 ... 78 7. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Pajak Daerah Tahun

2004-2008 ... 99 8. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Dana Alokasi Umum

Tahun 2004-2008 ... 100 9. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Sektor

Pendidikan Tahun 2004-2008 ... 102 10. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Sektor

Kesehatan Tahun 2004-2008 ... 103 11. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah

Sektor Pertanian Tahun 2004-2008 ... 105 12. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah

Sektor Industri Tahun 2004-2008 ... 106 13. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah

Sektor Bangunan dan Infrastruktur Tahun 2004-2008 ... 107 14. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Belanja Pemerintah

Sektor Lain-Lain Tahun 2004-2008 ... 108 15. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Pengeluaran Konsumsi


(30)

xxvi

16. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Pembentukan Modal

Tetap Bruto Tahun 2004-2008 ... 111 17. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor

Pertanian Tahun 2004-2008 ... 112 18. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor

Industri Tahun 2004-2008 ... 114 19. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor

Bangunan dan Infrastruktur Tahun 2004-2008 ... 115 20. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Total Produksi Sektor

Lain-Lain Tahun 2004-2008 ... 116 21. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor

Pertanian Tahun 2004-2008 ... 118 22. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor

Industri Tahun 2004-2008 ... 119 23. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor

Bangunan dan Infrastruktur Tahun 2004-2008 ... 120 24. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tenaga Kerja Sektor

Lain-Lain Tahun 2004-2008 ... 121 25. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Angka Harapan Hidup

Tahun 2004-2008 ... 122 26. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Angka Melek Huruf

Tahun 2004-2008 ... 123 27. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Rata-Rata Lama

Sekolah Tahun 2004-2008 ... 125 28. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Daya Beli Tahun

2004-2008 ... 126 29. Hasil Dugaan Parameter Persamaan Tingkat Kemiskinan

Desa dan Kota Tahun 2004-2008 ... 128 30. Hasil Validasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia ... 130 31. Hasil Ramalan Variabel Endogen tanpa Alternatif Kebijakan

Tahun 2013-2015 ... 132 32. Sasaran dan Ramalan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun

2015 tanpa Skenario Kebijakan ... 134 33. Dampak Simulasi Kebijakan terhadap Indikator Indeks


(31)

xxvii

34. Dampak Kenaikan Belanja Pendidikan dan Kesehatan Sebesar 20 Persen terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan

Milenium Tahun 2015 ... 137 35. Dampak Kenaikan Dana Alokasi Umum Sebesar 20 Persen

terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun

2015 ... 138 36. Dampak Kenaikan Belanja Sektor Bangunan dan

Infrastruktur terhadap Sasaran dan Pencapaian Milenium

Tahun 2015 ... 139 37. Dampak Kenaikan Belanja Sektor Pendidikan, Sektor

Kesehatan, dan Sektor Bangunan dan Infrastruktur Masing-Masing 20 Persen terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan

Milenium Tahun 2015 ... 141 38. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1

Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan

Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40 Persen terhadap

Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun 2015 ... 142 39. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan

2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Dana Alokasi Umum 40 Persen terhadap

Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium Tahun 2015 ... 143 40. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1

Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Belanja 40 Persen terhadap Sasaran dan

Pencapaian Tujuan Milenium Tahun 2015 ... 145 41. Dampak Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1

Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan

Meningkatkan Belanja Sektor Pendidikan dan Kesehatan 40 Persen terhadap Sasaran dan Pencapaian Tujuan Milenium

Tahun 2015 ... 146 42. Hasil Ramalan Alternatif Kebijakan terhadap Pemerataan


(32)

(33)

xxix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Disparitas Indeks Pembanguna n Manusia Norwegia,

Indonesia, dan Nigeria Tahun 1980-2007 ... 6 2. Grafik Linier Indeks Pembangunan Manusia Norwegia,

Indonesia, dan Nigeria ... 7 3. Indeks Pembangunan Manusia Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, Daerah Istimewa Aceh, dan Papua ... 8 4. Kecendrungan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia

Tahun 1980-2007 ... 24 5. Skema Hubungan Pasar Uang dan Pasar Barang ... 37 6. Kurva Investment Saving ... 38 7. Kurva Liquidity Preference Money Supply ... 39 8. Kurva Permintaan Agregat ... 41 9. Kurva Penawaran Agregat ... 42 10. Dampak Kebijakan Fiskal pada Pasar Barang ... 44 11. Hubungan Kekakuan Upah dengan Jumlah Pengangguran ... 48 12. Ilustrasi Kurva Indiferen Barang Publik dan Barang Swasta

Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan ... 53 13. Kerangka Pemikiran Hubungan Kebijakan Fiskal dengan

Indeks Pembangunan Manusia ... 55 14. Model Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan

Sektor Kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di

Indonesia ... 56 15. Perkembangan Pajak Daerah pada 21 Provinsi... 72 16. Konstribusi Pajak Daerah Tertinggi dan Terendah dalam

Pendapatan Asli Daerah di 21 Provinsi Tahun 2004-2008 .... 73 17. Dana Alokasi Umum di 21 Provinsi Tahun 2004-2008 ... 74 18. Dana Alokasi Umum Tertinggi dan Terendah Dibandingkan

dengan Pendapatan Asli Daerah dan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja


(34)

xxx

19 Perbandingan Alokasi Belanja Sektor Pendidikan dan Belanja Pemerintah di 21 Provinsi Penelitian Tahun 2004-

2008 ... 77 20. Belanja Sektor Kesehatan Tertinggi dan Terendah dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2004-2008 78 21. Proporsi Komponen dalam Produk Domestik Bruto Sisi

Pengeluaran Tahun 2004-2008 ... 80 22. Proporsi Komponen dalam Produk Domestik Bruto Sektoral

Tahun 2004-2008 ... 80 23. Provinsi dengan Pengangguran Terendah dan Tertinggi

Tahun 2008 ... 81 24. Perbandingan Rata-Rata Lama Sekolah Tertinggi dan

Terendah, Pendapatan Per Kapita, dan Persentase Belanja

Sektor Pendidikan Tahun 2008 ... 83 25. Perkembangan Rata-Rata Lama Sekolah Tertinggi dan

Terendah Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 84 26. Perbandingan Angka Melek Hurup Tertinggi dan Terendah,

Persentase Belanja Sektor Pendidikan, dan Rata-Rata Lama

Sekolah Tahun 2008 ... 85 27. Perkembangan Angka Melek Hurup Tertinggi dan Terendah

Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 86 28. Perbandingan Angka Harapan Hidup Tertinggi dan

Terendah, Persentase Belanja Sektor Kesehatan, dan

Pengeluaran Rumah Tangga Per Kapita Tahun 2008 ... 87 29. Perkembangan Angka Harapan Hidup Tertinggi dan

Terendah Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 88 30. Perkembangan Pengeluaran Rumah Tangga Per Kapita

Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 89 31. Perbandingan Kemampuan Daya Beli Tertinggi dan

Terendah, Persentase Pengangguran, dan Pengeluaran

Rumah Tangga Per Kapita Tahun 2008 ... 90 32. Perkembangan Daya Beli Tertinggi dan Terendah

Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2008 ... 91 33. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Tertinggi dan

Terendah, Indeks Hidup Panjang, Indeks Pendidikan, dan

Indeks Hidup Layak Tahun 2008 ... 93 34 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Tertinggi dan


(35)

xxxi

35. Perbandingan Tingkat Kemiskinan Desa dan Kota Terendah

dan Tertinggi dengan Daya Beli Tahun 2008 ... 95 36. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Desa Kota Terendah


(36)

(37)

xxxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Program Estimasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia ... 161 2. Hasil Estimasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia ... 163 3. Program Validasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia ... 187 4. Hasil Validasi Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia ... 191 5. Program Simnlin Model Fiskal dan Indeks Pembangunan

Manusia (Kebijakan Afirmatif terhadap Provinsi Quantil 1

IPM Terendah) ... 195 6. Ringkasan Hasil Simulasi Kebijakan Fiskal terhadap

Indeks Pembangunan Manusia Periode Tahun 2004-2008 201 7. Ringkasan Hasil Simulasi Kebijakan Fiskal terhadap

Indeks Pembangunan Manusia Periode Tahun 2009-2015 203 8. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Belanja Sektor Pendidikan dan Sektor

Kesehatan Meningkat 20 Persen ... 205 9. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Dana Alokasi Umum Meningkat 20 Persen ... 206 10. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Belanja Pemerintah Sektor Bangunan dan

Infrastruktur Meningkat 20 Persen ... 207 11. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Sektor Pendidikan, Sektor Kesehatan, Sektor

Bangunan, dan Infrastruktur 20 Persen ... 208 12. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan

Dana Alokasi Umum 40 Persen ... 209 13. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan


(38)

xxxiv

14. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan

Meningkatkan Total Belanja 40 Persen ... 211 15. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi

Kebijakan Afirmatif kepada Provinsi Kuantil 1 dan 2 Indeks Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan Belanja Sektor Pendidikan dan Belanja


(39)

   

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM), peningkatan angka nominal indeks pembangunan manusia, dan pencapaian sasaran Millennium Development

Goals (MDGs) tahun 2015 telah menjadi komitmen Indonesia dalam

pembangunan di segala bidang. Indeks pembangunan manusia merupakan proksi kinerja pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development), sedangkan MDGs merupakan sasaran pembangunan manusia hingga tahun 2015. Tujuan MDGs terdiri dari, yaitu: (1) mengurangi kemiskinan dan kelaparan

(reducing poverty and hunger), (2) mencapai pendidikan dasar untuk semua

(achieving universal primary education), (3) mempromosikan kesetaraan dan

keadilan gender, khususnya di pendidikan (promoting gender equality, especially

in education) serta pemberdayaan perempuan (empowering women), (4)

menurunkan angka kematian balita (reducing child mortality), (5) meningkatkan kesehatan ibu (improving maternal health), (6) mencegah HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya (combating HIV/AIDS, malaria, and other diseases), (7) menjamin lingkungan berkelanjutan (ensuring environmental sustainability), dan (8) memperkuat kemitraan global antara negara kaya dan negara miskin

(strengthening partnership between rich and poor countries) (United Nations

Development Programme, 2003).

UNDP menguraikan MDGs ke dalam target spesifik tahun 2015, yaitu: (1) menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1


(40)

2

 

waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2015, (2) menjamin seluruh anak laki-laki dan perempuan untuk menyelesaikan pendidikan dasar, (3) mengeleminasi perbedaan gender di semua jenjang pendidikan, (4) mengurangi kematian anak balita sebesar dua per tiganya dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2015, (5) mengurangi rasio kematian ibu melahirkan sebesar tiga per empatnya dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2015, (6) menghentikan dan mulai membalikkan penyebaran HIV/AIDS dan kejadian malaria dan penyakit utama lainnya, (7) mengurangi setengah proporsi dari penduduk tanpa akses air minum yang baik, dan (8) menaruh perhatian lebih besar kepada kebutuhan khusus negara negara sedang berkembang yang terisolir dan pulau-pulau kecil (Todaro and Smith, 2006).

Berdasarkan cara pengukuran indeks pembangunan manusia yang dilakukan di seluruh dunia, maka indeks pembangunan manusia Indonesia diukur dengan rumus tertentu yang terdiri atas tiga dimensi pokok pembangunan manusia di Indonesia, yaitu: (1) hidup layak yang diukur dari Indeks Hidup Layak (IHL), (2) hidup panjang yang diukur dari Indeks Hidup Panjang (IHP), dan (3) hidup mudah yang diukur dari Indeks Pendidikan (IP). Masing masing komponen diberi bobot satu per tiga. Meskipun pembobotan indeks hidup panjang, indeks pendidikan, indeks hidup layak dihitung berdasarkan persamaan identitas, tetapi memberikan hasil yang hampir sama dengan analisis multivarians, dimana masing masing bernilai 0.34, 0.34, dan 0.32 (Biswas and Caliendo, 2001).

Berdasarkan laporan United Nations Development Programme (UNDP) tanggal 5 Oktober 2009 bahwa indeks pembangunan manusia untuk Indonesia berada pada peringkat ke 111 dari 182 negara. Jika dibandingkan dengan


(41)

negara-3

 

   

negara tetangga sesama anggota Association of Southeast Asian Nations

(ASEAN), maka peringkat indeks pembangunan manusia Indonesia masih jauh, khususnya dari Singapura yang berada pada peringkat 23 dan Malaysia berada pada peringkat 66. Pemerintah Indonesia sepertinya masih belum menemukan formula yang tepat untuk mencapainya. Oleh sebab itu nilai nominal indeks pembangunan manusia Indonesia masih tertinggal di belakang dari sasaran MDGs. Misalnya Pemerintah Jawa Barat masih belum menemukan bagaimana cara mencapai indeks pembangunan manusia menjadi sebesar 80, yang notabene menjadi nilai paling rendah dari kelompok negara maju dengan nilai indeks pembangunan manusia antara 80 dan 100.1

Secara logika angka nominal indeks pembangunan manusia Indonesia akan meningkat apabila indeks pembangunan manusia seluruh provinsi di Indonesia meningkat, padahal angka nominal indeks pembangunan manusia akan meningkat apabila meningkatnya indeks-indeks komponen pembentuknya, yaitu: indeks hidup layak yang unsur utamanya adalah pendapatan per kapita berdasarkan kemampuan daya beli, indeks hidup panjang yang unsurnya adalah Angka Harapan Hidup (AHH), dan Indeks Pendidikan yang unsurnya adalah Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Sementara itu, upaya meningkatkan ketiga indeks tersebut secara ekonomi dapat dilakukan dengan meningkatkan investasi di provinsi yang bersangkutan, baik investasi dalam bentuk sumber daya modal maupun investasi dalam bentuk sumber daya manusia.

Melalui investasi sumber daya modal dan sumber daya manusia akan terjadi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara timbal balik.

-


(42)

4

 

Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pembangunan manusia dan sebaliknya pembangunan manusia pada gilirannya juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Ranis and Steward,2002; Ranis, 2004).

Kebijakan fiskal menjadi salah satu instrumen investasi dari Pemerintah yang disalurkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kebijakan ini di bawah pengelolaan dan kendali aparatur Pemerintah dengan harapan akan lebih mudah dan cepat dilaksanakan, serta dengan sasaran yang dapat diarahkan langsung menyentuh komponen pembentuk indeks pembangunan manusia tersebut. Bersamaan dengan itu, melalui pertumbuhan ekonomi akan menyediakan fiskal bagi belanja Pemerintah yang bersumber dari pajak yang dibayarkan oleh dunia usaha dan masyarakat.

Kontribusi masyarakat dan dunia usaha tidak hanya sebagai pembayar pajak dan retribusi yang pada akhirnya menjadi pendapatan negara dan daerah, namun mereka juga berkonstribusi langsung dalam peningkatan indeks pembangunan manusia melalui pengeluaran konsumsi dan investasi, terutama melalui konsumsi rumah tangga untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan.

1.2. Perumusan Masalah

Indeks pembangunan manusia memberikan makna yang penting dalam pembangunan suatu negara. Makna dari angka nominal indeks pembangunan manusia adalah untuk menggambarkan pencapaian pembangunan manusia, yang biasanya dibagi menjadi tiga kelompok pencapaian, yaitu: (1) kelompok indeks pembangunan manusia bernilai nominal lebih kecil dari 50 dengan predikat tingkat pembangunan manusia rendah, (2) kelompok indeks pembangunan


(43)

5

 

   

manusia yang memiliki nilai indeks pembangunan manusia di antara 50 dan 80 dengan predikat tingkat pembangunan manusia sedang, dan (3) indeks pembangunan manusia bernilai 80 dan 100 dengan predikat tingkat pembangunan manusia tinggi (Badan Pusat Statistik, 2008).

Peringkat indeks pembangunan manusia menggambarkan tentang perbandingan pencapaian indeks pembangunan manusia antar negara, antar daerah antar wilayah yang diukur. Peringkat satu merupakan peringkat yang tertinggi dalam pencapaian pembangunan manusia. Setiap negara atau daerah tentunya ingin mencapai peringkat yang lebih baik dari waktu ke waktu, sehingga kenaikan nilai nominal indeks pembangunan manusia saja menjadi kurang berarti jika tidak diikuti dengan kenaikan peringkat indeks pembangunan manusia. Kondisi ini menstimulasi pihak-pihak yang berkepentingan untuk menaikkan nilai nominal indeks pembangunan manusia masing-masing, sehingga pada saatnya nanti disparitas nilai nominal satu sama lainnya akan semakin menyempit dan kesejahteraan rakyat semakin merata.

Mengikuti laporan UNDP dari tahun 1995 hingga tahun 2009, maka setiap negara yang diukur indeks pembangunan manusianya secara berkelanjutan memiliki angka nominal indeks pembangunan manusia dengan kecendrungan meningkat. Sebagai contoh Norwegia sebagai pemegang peringkat tertinggi dalam laporan UNDP tahun 2009 selama tahun 1980 hingga 2007, sedangkan Nigeria berada pada peringkat terendah, yaitu diurutan 182 dalam laporan UNDP tahun 2009. Di sisi lain Indonesia berada pada peringkat 111 dalam laporan UNDP tahun 2009 memiliki kecendrungan yang meningkat pula dari tahun ke tahun. Selama ini indeks pembangunan manusia yang terus meningkat tidak disertai


(44)

6

 

dengan konvergensi pencapaian indeks pembangunan manusia antar negara, sehingga disparitas indeks pembangunan manusia antar negara belum teratasi. Untuk melihat disparitas indeks pembangunan manusia ketiga negara tersebut disajikan pada Gambar 1.

Sumber: United Nations Development Programme, 2009.

Gambar 1. Disparitas Indeks Pembangunan Manusia di Norwegia, Indonesia, dan Nigeria Tahun 1980-2007

Grafik di atas menunjukkan bahwa ketiga negara memiliki indeks pembangunan manusia yang cendrung meningkat, namun disparitas antar negara masih relatif dalam. Hal ini juga menunjukan bagaimana perbedaan kedalaman disparitas pembangunan manusia di ketiga negara tersebut. Bagi Indonesia, perlu diakui jika relatif sangat jauh untuk mengejar ketertinggalan indeks pembangunan manusia Norwegia.

Pada Gambar 2 menampilkan kecendrungan indeks pembangunan manusia Norwegia, Indonesia, dan Nigeria dengan menggunakan persamaan linier sederhana. Tahun 1980 sebagai tahun dasar bagi jangka waktu (angka nol).


(45)

7

 

   

Berdasarkan regresi sederhana dengan menggunakan bantuan Microsoft Office

Excel, maka persamaan linier indeks pembangunan manusia masing-masing

negara adalah sebagai berikut:

Norwegia : Y = 1.1095X + 89.432 sehingga X = 0.9013Y - 89.432 Indonesia : Y = 3.1321X + 51.218 sehingga X = 0.3192Y - 51.218 Nigeria : Y = 2,51X + 15.26 sehingga X = 0.3984Y-15.26

Sumber: United Nations Development Programme, 2009 (diolah). 

Gambar 2. Grafik Linier Indeks Pembangunan Manusia di Norwegia, Indonesia, dan Nigeria

Y adalah besaran nilai indeks pembangunan manusia dan X adalah jangka waktu (tahun), maka secara sederhana dapat dihitung waktu yang harus ditunggu Indonesia untuk mencapai nilai nominal indeks pembangunan manusia Indonesia sama dengan nilai nominal indeks pembangunan manusia Norwegia adalah sekitar 19 tahun. Sedangkan nilai nominal indeks pembangunan manusia Nigeria berada di bawah indeks pembangunan manusia Indonesia, yaitu sekitar 58 tahun. Namun,


(46)

8

 

pada kenyataannya, pencapaian angka nominal indeks pembangunan manusia suatu negara tidak sesederhana persamaan linier tersebut, karena berkaitan dengan banyak faktor yang menjadi variabel peubahnya, yang terdiri atas variabel di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan.

Indeks pembangunan manusia Indonesia merupakan rata-rata dari akumulasi indeks pembangunan manusia yang terjadi di 33 provinsi. Pada tahun 2008, indeks pembangunan manusia di 33 provinsi menunjukan selang antara indeks pembangunan manusia tertinggi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebesar 77.03 dan indeks pembangunan manusia terendah di Papua sebesar 64, sedangkan yang berada di peringkat moderat, yaitu peringkat 17, adalah Daerah Istimewa Aceh sebesar 70.76.

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009c (diolah).

Gambar 3. Indeks Pembangunan Manusia Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Istimewa Aceh, dan Papua Tahun 2005-2008


(47)

9

 

   

Indeks pembangunan manusia provinsi Daerah Khusus Ibukota, Daerah Istimewa Aceh, dan Papua dapat dijadikan sebagai contoh disparitas capaian indeks pembangunan manusia antar daerah di Indonesia. Indeks pembangunan manusia tertinggi pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 berada di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Indeks pembangunan manusia moderat diwakili Daerah Istimewa Aceh, sedangkan indeks pembangunan manusia terendah dimiliki oleh Provinsi Papua. Kecendrungan indeks pembangunan manusia dan disparitas tiga provinsi tersebut dijelaskan secara grafis dalam Gambar 3.

Lebih jauh bahwa disparitas indeks pembangunan manusia tersebut mengandung arti pula disparitas sebagian hingga keseluruhan dari variabel pembentuk indeks pembangunan manusia, seperti angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pendapatan per kapita yang didekati dengan daya beli. Disparitas pembangunan sosial ekonomi antara provinsi/kabupaten/kota maju dan provinsi/kabupaten/kota tertinggal di Indonesia, menunjukan jurang kemiskinan yang dalam di provinsi/kabupaten/kota yang tertinggal tersebut. Membiarkan hal ini terus berlangsung telah melanggar amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial antar penduduk dan antar daerah di Indonesia, yang pada akhirnya dapat menimbulkan disintegritas bangsa. Oleh sebab itu disparitas indeks pembangunan manusia dapat menjadi disintegritas bangsa apabila tidak diantisipasi dengan baik.

Laporan pencapaian pembangunan manusia Indonesia tahun 2007 menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan Pemerintah terhadap pencapaian MDGs sudah dalam jalur yang benar. Namun menurut Alisyahbana, Menteri

-


(48)

10

 

Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pada tanggal 20 April tahun 2010, capaian MDGs berpotensi gagal dicapai pada tahun 2015.2 Begitu juga dengan Susilo pada Harian Kompas tanggal 4 Agustus tahun 2010 yang mengutip progress report MDGs di kawasan Asia dan Pasifik, dimana Indonesia masih masuk kategori negara yang lamban langkahnya dalam mencapai MDGs pada tahun 2015. Agar hal ini tidak terjadi maka diperlukan penguatan komitmen Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (political will), dan peran pemuka masyarakat dalam mempercepat pencapaian MDGs tersebut. 3

Sumber potensi kegagalan yang disebutkan oleh Alisyahbana sama dengan sumber kelambanan yang disebutkan oleh Susilo, yaitu merujuk kepada masih tingginya angka kematian ibu (AKI) melahirkan, belum teratasinya laju penularan HIV/AIDS, makin meluasnya laju deforestrasi, rendahnya tingkat pemenuhan air minum dan sanitasi yang buruk, serta beban utang luar negeri yang terus menggunung (United Nations Economic and Social Commission for Asia and the

Pacific, 2010). Ditambahkan oleh Wakil Presiden, Budiono, bahwa penyebab

lambannya kemajuan pencapaian MDGs adalah dukungan fiskal dari negara maju dan alokasi dana dalam negeri yang kurang memadai untuk melanjutkan MDGs tahun 2015. Komitmen negara maju seperti yang dicetuskan pada pertemuan di Montereym, Meksiko pada tahun 2002 dan di Gleneagles, Skotlandia pada tahun 2005 telah memudar akibat krisis global tahun 2008. Komitmen semula dari negara maju menyisihkan 0.7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), namun pada kenyataannya mereka hanya merealisasikan 0.31 persen PDB-nya guna membantu negara miskin dalam mencapai MDGs. 4

-

---3 Harian Kompas, 21 April 2010. 3(3-4): Tujuan Milenium Berpotensi Gagal


(49)

11

 

   

Susilo juga menyebut penyebab utama potensi kegagalan atau kelambanan pelaksanaan anggaran Pemerintah adalah karena pencapaian MDGs dan penanggulangan kemiskinan tidak dijadikan indikator keberhasilannya. Selama ini indikator-indikator yang dipakai untuk penyusunan APBN dan APBD hanya indikator-indikator makroekonomi tanpa menyertakan indikator target MDGs dan indeks pembangunan manusia. Semestinya harus ada perubahan mendasar dalam menilai keberhasilan pembiayaan negara bukan hanya pada tingkat penyerapan anggaran tetapi juga pada dampak penggunaan anggaran terhadap pencapaian target MDGs dan indikator indeks pembangunan manusia yang terukur.

Sama dengan fenomena pencapaian agregat MDGs tingkat nasional, pencapaian MDGs provinsi-provinsi di Indonesia dikhawatirkan tidak tercapai. Untuk sebagai contoh, berikut adalah data pencapaian tiga provinsi di Indonesia menyangkut indeks pembangunan manusia dan variabel-variabel turunannya pada tahun 2008 dan tahun 2009.

Tabel 1. Indeks Pembangunan Manusia dan Variabel Turunannya Tahun 2008-2009

No. Provinsi

(ranking)

Angka Harapan Hidup (Tahun) Angka Melek Huruf (Persen) Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun) Pengeluaran per Kapita (Rp. 1 000*)

Indeks Pembangunan

Manusia

2008 2009 2008 2009 2008 2009 2008 2009 2008 2009

1. Daerah Khusus

Ibukota (1) 73.90 73.05 98.76 98.94 10.80 10.9 625.70 627.46 77.03 77.36 2. Daerah Istimewa

Aceh (17) 68.50 68.60 96.20 96.39 8.50 8.63 605.56 610.27 70.76 71.31 3. Papua (33) 68.10 68.35 75.41 75.58 6.52 6.57 599.65 603.88 64.53 64.53 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010.

Keterangan: *) Pengeluaran riil per kapita disesuaikan (Purchacing Power Pariety atau PPP).

Betapapun Indonesia dinyatakan sudah berada pada jalur pencapaian MDGs, menurut Palupi (2010), walaupun telah terjadi peningkatkan anggaran untuk penanggulangan kemiskinan sebesar 300 persen lebih, yaitu dari Rp. 23


(50)

12

 

`triliun pada tahun 2005 menjadi Rp. 70 triliun pada tahun 2008, namun angka kemiskinan hanya berkurang 1 persen. Hal ini karena program penanggulangan kemiskinan sama sekali tidak efektif, dan karena itu data capaian target MDGs terkait pengurangan kemiskinan diragukan.5

Landasan hukum, konsensus dan komitmen Indonesia sesungguhnya sudah sangat kuat dalam pembangunan yang berpusat pada manusia yang didekati dengan peningkatan indeks pembangunan manusia. Salah satunya adalah digunakannya indikator indeks pembangunan manusia untuk dasar mengukur besaran anggaran transfer pusat ke daerah melalui dana alokasi umum (DAU). Kebijakan yang sudah baik ini, dari sisi anggaran pendapatan daerah, seharusnya diikuti dengan memberikan landasan yang kuat dari sisi belanja daerah, yaitu dengan menunjukkan sektor apa yang paling tepat sebagai dasar kebijakan fiskal untuk percepatan pembangunan daerah. Dengan kata lain, setidaknya ada landasan ilmiah mengapa sektor pendidikan dan atau sektor kesehatan yang dijadikan prioritas pembangunan manusia di Indonesia selama ini.

Fakta di lapangan menunjukan bahwa kebijakan fiskal yang menjadi kewenangan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, yang dikaitkan dengan upaya peningkatan angka nominal indeks pembangunan manusia, dilakukan lebih bersifat coba-coba karena tidak adaa model ekonominya, sehingga tidak mampu meramalkan kombinasi besaran dan jangka waktu dalam mencapai sasaran pembangunan manusia yang ditetapkan dalam MDGs. Sejauh ini, kebijakan fiskal oleh Pemerintah atau Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota kebanyakan adalah dengan memperbesar anggaran sektor pendidikan dan atau sektor kesehatan. Pilihan memperbesar anggaran sektor pendidikan berdasarkan

-


(51)

13

 

   

Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang mengamanatkan pengalokasiannya minimal 20 persen dari total anggaran. Sedangkan pilihan memperbesar sektor kesehatan tentunya didasarkan asumsi bahwa sektor kesehatan mengandung komponen angka harapan hidup yang menjadi pembentuk persamaan identitas indeks pembangunan manusia.

Pilihan-pilihan tersebut masih menyimpan pertanyaan mengenai ketepatan jumlah alokasi fiskal, ketepatan pemilihan sektor, dan jawaban tentang pertanyaan kapan target MDGs dapat tercapai, karena selama ini belum ada model yang menempatkan komponen-komponen indeks pembangunan manusia sebagai variabel endogen dan menjadi bagian dari model ekonometrika. Jika model ekonometrika indeks pembangunan manusia sudah terbangun secara terintegrasi, maka berbagai permasalahan di atas dapat dengan lebih mudah diselesaikan.

Berdasarkan uraian di atas dan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana model ekonometrika mampu menjelaskan kaitan komponen-komponen perekonomian makro (APBD, pasar barang dan pasar tenaga kerja) dengan komponen-komponen indeks pembangunan manusia (angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan pendapatan per kapita), serta bagaimana dampak kebijakan fiskal terhadap indeks pembangunan manusia di Indonesia?

2. Bagaimana stategi kebijakan fiskal yang efektif dalam rangka mengurangi pengangguran dan kemiskinan, serta mendukung pemerataan pembangunan antar provinsi di Indonesia?


(52)

14

 

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan mampu mengurai permasalahan tersebut di atas dan menemukan solusi terbaik sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Membangun model makro ekonometrika yang diperluas dengan mengintegrasikan komponen perekonomian makro dan indeks pembangunan manusia.

2. Mempelajari dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan sektor kesehatan, serta sektor lainnya terhadap perekonomian makro dan indeks pembangunan manusia.

3. Meramalkan indeks pembangunan manusia dalam kerangka pencapaian MDGs di Indonesia tahun 2015.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil identifikasi hubungan kausalitas perekonomian makro dengan indeks pembangunan manusia serta dampak kebijakan fiskal sektor pendidikan dan sektor kesehatan terhadap indeks pembangunan manusia dapat digunakan untuk: 1. Bahan masukan dalam rangka pembangunan yang berpusat pada manusia

(people centred development) di Indonesia.

2. Salah satu sumber informasi untuk perumusan alternatif kebijakan dalam rangka mencapai sasaran MDGs di Indonesia.

3. Sebagai referensi penelitian lebih lanjut dengan tema yang sama.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini berkaitan dengan dampak kebijakan fiskal, khususnya sektor pendidikan dan sektor kesehatan, terhadap indeks pembangunan


(53)

15

 

   

manusia di Indonesia pada tahun 2015. Penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan:

1. Alokasi belanja sektor pendidikan, sektor kesehatan, dan sektor lainnya tidak semata-mata tergantung pada pertimbangan ekonomi (pertumbuhan dan pemerataan), tetapi juga tergantung pada politik anggaran Pemerintah setempat. Namun dalam penelitian ini diasumsikan bahwa politik anggaran Pemerintah setempat sudah mempertimbangkan aspek ekonomi tersebut. 2. Belanja sektor, termasuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan, meliputi

belanja sektor yang tertampung dalam anggaran pendapatan dan belanja provinsi maupun kabupaten/kota di provinsi masing-masing, tidak termasuk belanja sektor yang berasal dari dana dekonsentrasi maupun dana pembantuan, serta tidak diurai lebih lanjut berdasarkan jenis pengeluaran maupun jenis kegiatan.

3. Disesuaikan dengan ketersediaan data dan waktu penelitian, maka hanya sasaran kunci dari MDGs yang dijadikan variabel endogen dalam model yang dibangun (angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan daya beli sebagai proksi pendapatan riil per kapita), serta hanya meliputi 21 provinsi dengan jenis data cross section dan time series selama tahun 2004 sampai dengan hingga tahun 2008.


(54)

(55)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Manusia

Menurut United Nations Development Programme (UNDP, 1990) pembangunan manusia adalah proses memperluas pilihan orang, dimana yang paling utama adalah mengarah pada tingginya harapan hidup dan kesehatan, dapat menikmati pendidikan, dan dapat memenuhi standar kehidupan yang layak. Pembangunan manusia mempunyai makna lebih dari pada sekedar peningkatan pendapatan nasional semata. Pembangunan manusia harus dimaknai sebagai upaya multi dimensi, dalam rangka menciptakan kemampuan insaninya, merangsang tumbuhnya kreativitas kehidupan yang sesuai dengan kebutuhan dan minatnya, serta akhirnya dalam rangka meningkatkan produktivitasnya.

Keadaan ini dapat menjadi dasar anggapan bahwa sumber daya manusia adalah sumber kekayaan negara sesungguhnya. Termasuk orang miskin, meskipun hampir tidak memiliki apa-apa, tetapi setidaknya memilki aset berupa tenaga fisiknya, yang juga merupakan bagian kekayaan negara sesungguhnya.

Potensi dari sumber daya manusia tersebut, dengan tenaga fisik sebagai aset awalnya, akan meningkat bersamaan dengan meningkatnya pengetahuan, kesehatan, dan pendapatan yang dimilikinya. Keadaan ini menempatkan sektor pendidikan dan sektor kesehatan menjadi kunci pokok dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara timbal balik dalam jangka panjang.

Sejumlah tujuan pembangunan milenium (MDGs) yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) juga berkaitan langsung dengan sektor


(56)

18

pendidikan dan kesehatan, yaitu: mencapai pendidikan dasar untuk semua, mengurangi angka kematian bayi, meningkatkan kesehatan ibu, dan menanggulangi penyakit HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya. Tujuan MDGs lainnya juga mempunyai keterkaitan dengan bidang pendidikan dan kesehatan seperti mengurangi kemiskinan, dimana sektor pendidikan dan kesehatan juga berperan dalam hal ini. Dengan demikian setiap negara akan menyadari betapa pentingnya sektor pendidikan dan kesehatan sebagai upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan mendapatkan prioritas dalam perencanaan pembangunan.

Laporan UNDP tahun 1990 secara tegas telah menjelaskan pentingnya pembangunan manusia (human development) bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini tampaknya merupakan suatu kenyataan sederhana. Tetapi hal ini seringkali terlupakan oleh kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang.

Selain itu laporan tersebut juga mendifinisikan pembangunan manusia sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice of people). Perluasan pilihan yang terpenting adalah hal-hal yang menjadikan penduduk paling tidak memiliki, yaitu: peluang berumur panjang dan sehat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan menikmati standar hidup layak. Pilihan-pilihan lainnya meliputi kebebasan politik, jaminan hak azasi manusia, dan menghormati diri sendiri.


(57)

19

Sedangkan dalam Human Development Report tahun 1996 dari UNDP, bahwa pembangunan berpusat pada manusia dipromosikan melalui penegasan bahwa pembangunan manusia adalah tujuan akhir pembangunan (the ultimate end), sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah sarana (the principal means) untuk mencapai tujuan akhir pembangunan tersebut.

Semakin jelas bahwa perluasan pilihan dimaksud berada pada tataran proses dan tataran hasil akhir pembangunan. Perluasan pilihan dalam tataran proses disediakan untuk manusia dalam perannya sebagai pelaku pembangunan. Sedangkan perluasan pilihan dalam tataran hasil akhir disediakan untuk manusia dalam perannya sebagai penikmat pembangunan. Sehingga, pembangunan manusia pada dasarnya adalah suatu upaya dalam rangka membangun kemampuan manusia, tidak perduli apakah mereka miskin atau kaya, melalui perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan dan keterampilan, sekaligus sebagai pemanfaatan (utilizing) kemampuan atau keterampilan mereka tersebut. Konsep pembangunan manusia demikian ini jauh lebih luas pengertiannya dibandingkan dengan konsep pembangunan ekonomi yang menekankan kepada pertumbuhan

(economic growth), kebutuhan dasar (basic needs), kesejahteraan masyarakat

(social welfare), atau pengembangan sumberdaya manusia (human resource

development) (Qureshi, 2010).

Uraian-uraian di atas semakin memperkokoh paradigma pembangunan berpusat pada manusia (people centered development) yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan dan bukan hanya sebagai alat pembangunan. Untuk mewujudkan tujuan akhir pembangunan dimaksud, terdapat


(58)

20

4 hal pokok yang harus diperhatikan sebagai komponen kunci pembangunan manusia, yaitu:

1. Produktivitas (productivity), mengandung makna bahwa manusia yang produktif akan mampu menghasilkan pendapatan bagi dirinya dan bagi keluarganya serta bagi bangsanya. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari model pembangunan manusia, dan merupakan variabel endogen yang akan berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia.

2. Keadilan (equality), mengandung makna bahwa manusia sebagai mahluk sosial harus memiliki kesempatan yang sama untuk hidup lebih baik. Praktik monopoli, seperti monopoli ekonomi dan monopoli politik, harus dihapuskan melalui pengaturan-pengaturan yang dilakukan secara demokratis. Semua orang boleh memilih apa yang terbaik bagi kehidupannya sepanjang tidak melanggar aturan main yang telah disepakati bersama secara konstitusional dan demokratis.

3. Keberlanjutan (sustainability), mengandung makna bahwa sumberdaya yang tersedia dapat digunakan secara bijaksana untuk kepentingan manusia, baik generasi masa kini maupun generasi masa yang akan datang. Generasi masa kini harus sadar dan menjamin ketersediaan sumberdaya yang sama-sama diperlukan oleh generasi masa yang akan datang. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui hanya digunakan secara hemat sambil menanamkan kewajiban bagi generasi sekarang untuk mencari alternatif sumberdaya substitusi dari sumberdaya yang dapat diperbaharui.


(59)

21

4. Pemberdayaan (empowerment), mengandung arti bahwa adalah fitrah manusia yang tidak selalu memiliki kemampuan untuk mengakses peluang dan kesempatan yang sama untuk mensejahterakan diri dan keluarganya. Karena itu perlu adanya pemberdayaan agar pembangunan manusia dapat dilakukan oleh semua orang, bukan semata-mata dilakukan untuk semua orang. Dengan pemberdayaan, maka semua orang dapat berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan proses mempengaruhi kesejahteraan mereka (United Nations Development Programme, 1995).

2.2. Indeks Pembangunan Manusia

Indeks pembangunan manusia dicetuskan untuk menjawab ketidakpuasan para ahli dalam mengukur kinerja pembangunan yang hanya bertumpu pada indikator makroekonomi saja. Pencetus awalnya adalah Mahbub Ul Haq seorang ekonom Pakistan yang pada tahun 1970-an menyatakan ketidakpuasannya terhadap ukuran kinerja sosial ekonomi yang hanya didasarkan pada indikator rata rata pendapatan nasional per kapita (Gross National Product/Capita) beserta turunannya, seperti tingkat inflasi, pengangguran, tingkat investasi, tingkat belanja pemerintah, tingkat konsumsi, dan posisi neraca pembayaran (Anand et al., 2000).

Gagasan Mahbub Ul Haq tersebut inti dari paradigma pembangunan berpusat pada manusia (people centred development), yang menempatkan manusia sebagai pelaku sekaligus penikmat pembangunan. Oleh karenanya, indikator–indikator makroekonomi sebagai ukuran kinerja pertumbuhan ekonomi bukan akhir pencapaian pembangunan manusia, tetapi ia hanya sebagai sasaran antara yang harus dilalui dalam rangka mencapai sasaran akhir pembangunan manusia, yaitu kesejahteraan manusia.


(60)

22

Pembangunan berpusat pada manusia ini telah dipromosikan secara konsisten pada Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNDP sejak tahun 1990. Sejak itu UNDP mengeluarkan laporan tahunan perkembangan pembangunan manusia untuk negara-negara di dunia berdasarkan tema yang berbeda, namun masih seputar kepentingan manusia (UNDP 1990 sd. 2009). Bersamaan dengan itu UNDP terus mempromosikan Human Development Index

(HDI) atau indeks pembangunan manusia sebagai alat utama untuk mengukur pembangunan manusia, disamping indikator-indikator turunannya seperti Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM), dan lainnya yang diterapkan kemudian, serta indikator indikator makroekonomi yang sudah ada sebagai indikator komplementernya.

Masih digunakannya indikator makroekonomi sebagai indikator komplementer pembangunan manusia dapat dimengerti karena indikator makroekonomi menggambarkan pencapaian kinerja pertumbuhan ekonomi sebagai proses antara menuju pembangunan manusia. Alasan lain penggunaan indikator makroekonomi untuk mengukur kinerja pembangunan manusia adalah (1) aspek ekonomi lebih cepat tampak di permukaan diantara berbagai aspek dalam kehidupan manusia, (2) dampak ekonomis lebih mudah dikuantitatifkan daripada dampak sosial yang pada dasarnya bersifat kualitatif, (3) pengkajian kinerja pembangunan dari aspek ekonomi sudah lebih banyak dibandingkan dari aspek-aspek lainnya dalam ilmu-ilmu sosial, dan (4) indikator makroekonomi, seperti pendapatan, sudah dikaji sebagai variabel endogen dari suatu model ekonomi, sehingga dapat diramalkan magnitute dan jangka waktu pencapaiannya.


(61)

23

Indeks pembangunan manusia sebagai pengukur kinerja pembangunan manusia memang belum terlampau sempurna, karena tidak mengukur semua indikator pembangunan manusia disebabkan tidak seluruhnya dapat dikuantitatifkan. Kelemahan lainnya dari indeks pembangunan manusia beserta komponen pembentuknya (Angka Harapan Hidup/AHH, Angka Melek Huruf /AMH, Rata-rata Lama Sekolah/RLS, dan pendapatan per kapita) adalah belum dijadikan sebagai variabel endogen dari suatu persamaan simultan, sehingga tidak diketahui hubungan ekonomi antar variabel dan tidak dapat disimulasikan bagaimana cara pencapaiannya. Namun secara faktual indeks pembangunan manusia setidaknya diakui dan diadopsi secara luas oleh negara-negara anggota PBB, termasuk Indonesia.

Menurut Badan Pusat Statistik (2008), indeks pembangunan manusia adalah nilai tunggal yang terangkum untuk mempresentasikan 3 dimensi pembangunan manusia, yaitu: (1) dimensi umur panjang dan sehat dipresentasikan oleh indikator angka harapan hidup, dan (2) dimensi pengetahuan dipresentasikan oleh indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta (3) dimensi kehidupan layak dipesentasikan oleh indikator kemampuan daya beli.

Berdasarkan katalog BPS nomor 4102022 mengenai indeks pembangunan manusia tahun 2006-2007 menjelaskan tentang angka harapan hidup, tingkat pendidikan, dan standar hidup layak sebagai komponen untuk menghitung indeks pembangunan manusia di Indonesia. Terdapat perbedaan cara perhitungan IPM oleh BPS dibandingkan cara perhitungan UNDP, yaitu terletak pada perhitungan indeks standar hidup layak. BPS menggunakan daya beli sementara UNDP menggunakan pendapatan per kapita (purchasing power pariety) sebagai basis


(62)

24

perhitungan indeks hidup layak. Adapun basis menghitung indeks pendidikan dan indeks kesehatan tidak ada perbedaan antara BPS dengan UNDP (BPS, 2008, Anand et al, 2000 dan Nayak, 2005).

Menurut UNDP (2009) bahwa capaian indeks pembangunan manusia Indonesia dan 181 negara lainnya memiliki kecendrungan yang meningkat dari tahun 1980 sampai tahun 2007. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kinerja pembangunan manusia secara simultan di seluruh dunia. Peradaban manusia semakin tinggi yang ditandai dengan semakin tingginya teknologi di segala bidang. Manusia semakin kreatif, inovatif, dan produktif. Berikut adalah kecendrungan indeks pembangunan manusia Indonesia tahun 1980-2007 yang diukur berdasarkan skala 0 sampai dengan 1 sebagaimana Gambar 4.

Sumber: United Nations Development Programme, 2009.

Gambar 4. Kecendrungan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 1980-2007


(63)

25

Indeks pembangunan manusia meningkat sebagai hasil dari peningkatan nilai dari kombinasi indikator pembentuknya, yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan daya beli. Sementara kinerja angka harapan hidup meningkat karena semakin baiknya indikator kesehatan, seperti menurunnya kekurangan gizi, menurunnya kematian bayi, dan menurunnya kematian ibu melahirkan. Dengan kata lain dapat dipastikan bahwa indikator-indikator di atas mempunyai keterkaitan satu sama lain dan menjadi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan indeks pembangunan manusia. Untuk keperluan penelitian ini, perhatian utama ditujukan pada indikator-indikator pembentuk indeks pembangunan manusia yang menjadi tujuan MDGs, kemudian dianalisis keterkaitannya dengan indikator ekonomi makro Indonesia.

2.3. Tujuan Pembangunan Milenium

Pada bulan September tahun 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB berkumpul dan kemudian bersepakat mengadopsi 8 tujuan MDGs, serta berkomitmen untuk mencapai kemajuan yang berarti dalam pengurangan kemiskinan dan tujuan pembangunan manusia lainnya pada tahun 2015. Tujuan MDGs tersebut, menurut Todaro (2006), yaitu: (1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, (2) menjamin laki laki dan perempuan menyelesaikan pendidikan dasar, (3) kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, (4) mengurangi kematian anak, (5) meningkatkan kesehatan ibu, (6) memberantas HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, (7) menjamin keberlanjutan lingkungan, dan (8) membina kemitraan global untuk pembangunan. Tujuan tersebut diurai menjadi 12 target spesifik yang akan dicapai tahun 2015 dengan berdasarkan capaian kinerja pembangunan internasional yang lalu. Tujuan 1 dan 6


(1)

Lampiran 10. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi Kebijakan

Belanja Pemerintah Sektor Bangunan dan Infrastruktur

Meningkat 20 Persen

Variabel Tahun

2013 2014 2015

PJKDt 686 947.92 715 161.52 743 375.13

DAUt 4 811 888.72 5 128 372.08 5 444 855.44

PADt 1 155 623.97 1 215 858.64 1 276 093.31

DNPt 7 451 137.36 7 923 133.74 8 395 130.11

PATt 8 606 761.34 9 138 992.38 9 671 223.42

BSPt 2 587 406.57 2 784 024.99 2 980 643.41

BSKt 829 638.08 891 407.48 953 176.88

GPSTt 428 436.41 456 501.49 484 566.56

GPSIt 32 250.92 34 509.71 36768.50

GPSLLt 7 578 098.81 8 136 229.83 8 694 360.84

BSPKt 3 417 044.65 3 675 432.47 3 933 820.30

BLJt 10 289 173.56 11 045 964.44 11 802 755.33

PKRTt 33 475 420.68 34 483 705.94 35 492 786.42

PMTBt 12 132 856.10 12 557 790.22 12 983 025.37

PDRBEXPt 62 72 155.46 64 425 997.08 66 180 934.95

KRTCAPt 4 326.97 4 464.21 4 598.29

TQSTt 10 802 541.98 10 948 407.04 11 093 970.87

TQSIt 14 669 925.60 14 896 366.75 15 122 807.90

TQSBt 3 870 915.02 4 078 117.89 4 287 138.25

TQSLLt 32 969 841.65 34 128 017.72 35 286 193.79

PDRBSECt 62 313 224.25 64 050 909.41 65 790 110.79

TKSTt 1 454 073.15 1 454 104.07 1 454 134.93

TKSIt 391 773.33 394 562.64 397 351.94

TKKSBt 164 173.25 165 422.09 166 648.84

TKKSLt 1 464 072.13 1 496 526.54 1 528 980.95

TKSt 3 474 091.86 3 510 615.33 3 547 116.66

Ut 356 855.42 357 946.52 359 059.77

AHHt 70.19 70.44 70.70

AMHt 93.52 93.75 93.98

RLSt 8.09 8.14 8.20

PPPt 634.03 636.38 638.67

TKDKt 15.96 15.67 15.39


(2)

Lampiran 11. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi Kebijakan

Sektor Pendididikan, Sektor Kesehatan, Sektor Bangunan

dan Infrastruktur Naik 20 Persen

Variabel Tahun

2013 2014 2015

PJKDt 713 701.40 742 884.74 772 068.08

DAUt 5 079 777.22 5 405 970.74 5 732 164.27

PADt 1 182 377.46 1 243 581.86 1 304 786.26

DNPt 7 719 025.86 8 200 732.40 8 682 438.94

PATt 8 901 403.31 9 444 314.26 9 987 225.20

BSPt 443 973.18 472 601.41 501 229.65

BSKt 33 501.38 35 805.50 38 109.61

GPSTt 8 257 527.31 8 840 285.60 9 423 043.90

GPSIt 3 755 708.95 4 026 372.36 4 297 035.77

GPSLLt 10 985 389.28 11 767 415.94 12 549 442.59

BSPKt 33 843 500.56 34 865 127.64 35 887 549.93

BLJt 12 272 191.52 12 702 176.14 13,132,461.79

PKRTt 63 875 786.48 65 673 256.19 67 471 822.14

PMTBt 4 341.85 4 476.51 4 608.17

PDRBEXPt 10 882 873.78 11 031 650.63 11 180 126.24

KRTCAPt 14 795 282.94 15 026 267.92 15 257 252.90

TQSTt 3 870 15.02 4 078 117.89 4 287 138.25

TQSIt 33 465 966.89 34 642 126.04 35 18 285.19

TQSBt 63 015 038.63 64 778 162.49 66 542 802.58

TQSLLt 1 454 090.18 1 454 121.72 1 454 153.20

PDRBSECt 393 317.48 396 162.76 399 008.03

TKSTt 163 213.28 164 412.93 165 590.74

TKSIt 1 477 974.55 1 510 932.88 1 543 891.22

TKKSBt 3 488 595.50 3 525 630.29 3 562 643.18

TKKSLt 342 351.79 342 931.57 343 533.24

TKSt 70.34 70.60 70.86

Ut 93.69 93.92 94.15

AHHt 8.10 8.16 8.22

AMHt 634.58 636.89 639.15

RLSt 15.89 15.61 15.33


(3)

Lampiran 12. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi Kebijakan

Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 Indeks Pembangunan

Manusia Terendah dengan Meningkatkan Dana Alokasi

Umum 40 Persen

Variabel Tahun

2013 2014 2015

PJKDt 702 710.4583 731 602.44 760 494.42

DAUt 1 171 386.516 1 232 299.561 1 293 212.60

PADt 8 505 181.378 9 060 869.792 9 616 558.20

DNPt 9 676 567.895 10 293 169.35 10 909 770.81

PATt 2 780 657.497 2 992 516.67 3 204 375.85

BSPt 902 402.0392 969 909.98 1 037 417.92

BSKt 484 848.3797 517 362.39 549 876.40

GPSTt 36 791.1805 39 408.03 42 024.89

GPSIt 1 957 542.422 2 088 086.81 2 218 631.21

GPSLLt 8 220 186.021 8 828 955.31 9 437 724.61

BSPKt 3 683 059.536 3 962 426.65 4 241 793.77

BLJt 10 699 368 11 473 812.56 12 248 257.12

PKRTt 3 4055 924.84 35 107 126.74 36 159 123.85

PMTBt 12 352 604.03 12 793 784.1 13 235 265.19

PDRBEXPt 6 388 2601.98 65713259.87 67 545 014.01

KRTCAPt 4 462.21 4609.98 4 754.36

TQSTt 11 094 216.24 11 263 084.22 11 431 650.97

TQSIt 1 512 5081.74 15 387 418.83 15 649 755.92

TQSBt 3 762 068.04 3 955 224.23 4 150 197.89

TQSLLt 33 438 699.93 34 633 852.56 35 829 005.19

PDRBSECt 6 342 0065.95 6 523 959.84 67 060 609.97

TKSTt 1 454 134.98 1 454 170.78 1 454 206.52

TKSIt 397 379.94 400611.41 403 842.88

TKKSBt 160 502.38 161455.96 162 403.11

TKKSLt 1 477 210.47 1 510 701.04 1 544 191.61

TKSt 3 489 227.78 3 526 939.20 3 564 644.13

Ut 341 719.49 341 622.64 341532.2956

AHHt 70.45 70.73 71.00

AMHt 93.75 94.00 94.24

RLSt 8.13 8.19 8.25

PPPt 636.66 639.22 641.71

TKDKt 15.63 15.32 15.01


(4)

Lampiran 13. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi Kebijakan

Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan 2 Indeks

Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan

Dana Alokasi Umum 40 Persen

Variabel Tahun

2013 2014 2015

PJKDt 714 748.30 744 326.11 773 903.92

DAUt 1 183 424.36 1 245 023.23 1 306 622.11

PADt 8 853 682.14 9 429 225.62 10 004 769.11

DNPt 10 037 106.49 10 674 248.85 11 311 391.21

PATt 2 845 785.55 3 061 355.26 3 276 924.97

BSPt 926 924.43 995 829.48 1 064 734.53

BSKt 503 859.94 537 457.09 571 054.25

GPSTt 38 321.31 41 025.34 43 729.37

GPSIt 2 033 874.21 2 168 767.44 2 303 660.68

GPSLLt 8 436 77.69 9 057 675.42 9 678 773.16

BSPKt 3 772 709.98 4 057 184.74 4 341 659.50

BLJt 11 012 633.14 11 804 925.30 12 597 217.46

PKRTt 34 285 681.26 35 349 973.03 36 415 060.01

PMTBt 12 439 577.56 12 885 712.76 13 332 148.98

PDRBEXPt 64 512 597.07 66 379 147.56 68 246 794.30

KRTCAPt 4 487.21 4 636.39 4 782.13

TQSTt 11 192 514.22 11 366 982.52 11 541 149.58

TQSIt 15 278 475.22 15 549 551.57 15 820 627.92

TQSBt 3 790 439.66 3 985 212.26 4 181 802.33

TQSLLt 33 596 711.21 34 800 866.19 36 005 021.17

PDRBSECt 63 858 140.31 65 702 612.54 67 548 601.00

TKSTt 1 454 155.82 1 454 192.81 1 454 229.73

TKSIt 399 269.45 402 608.57 405 947.68

TKKSBt 160 540.99 161 479.18 162 411.47

TKKSLt 1 481 638.27 1 515 381.10 1 549 123.93

TKSt 3 495 604.53 3 533 661.65 3 571 712.82

Ut 335 342.75 334 900.20 334 463.61

AHHt 70.52 70.80 71.08

AMHt 93.82 94.07 94.32

RLSt 8.15 8.21 8.27

PPPt 637.23 639.81 642.34

TKDKt 15.57 15.25 14.94


(5)

Lampiran 14. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi Kebijakan

Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan 2 Indeks

Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan

Total Belanja 40 Persen

Variabel Tahun

2013 2014 2015

PJKDt 769 833.80 803 813.29 837 792.78

DAUt 5 641 843.32 6 016 061.76 6 390 280.19

PADt 1 238 509.86 1 304 510.41 1 370 510.96

DNPt 8 281 091.96 8 810 823.41 9 340 554.85

PATt 9 519 601.82 10 115 333.82 10 711 065.82

BSPt 2 752 302.99 2 960 392.29 3 68 481.59

BSKt 891 725.83 957 814.32 1 023 902.80

GPSTt 476 71.40 507 984.95 539 398.49

GPSIt 36 125.02 38 653.30 41 181.59

GPSLLt 1 924 310.19 2 050 436.19 2 176 562.18

BSPKt 8 125 976.55 8 722 220.21 9 318 463.86

BLJt 3 644 028.82 3 918 206.61 4 192 384.39

PKRTt 33 955 896.82 34 993 799.47 36 032 497.33

PMTBt 12 314 738.75 12 750 884.43 13 187 331.14

PDRBEXPt 65 491 484.23 67 436 202.56 69 382 017.14

KRTCAPt 4 402.02 4 543.43 4 681.59

TQSTt 11 051 420.68 11 214 598.78 11 377 475.63

TQSIt 15 058 299.51 15 311 757.55 15 565 215.59

TQSBt 3 749 716.02 3 941 229.95 4 134 561.35

TQSLLt 33 369 907.26 34 555 913.55 35 741 919.84

PDRBSECt 63 229 343.48 65 023 499.83 66 819 172.40

TKSTt 1 454 125.91 1 454 160.51 1 454 195.04

TKSIt 396 557.32 399 679.42 402 801.52

TKKSBt 160 782.78 161 775.62 162 762.23

TKKSLt 1 475 282.77 1 508 517.04 1 541 751.31

TKSt 3 486 748.79 3 524 132.58 3 561 510.09

Ut 344 198.50 344 429.28 344 666.34

AHHt 70.36 70.63 70.89

AMHt 93.69 93.93 94.16

RLSt 8.12 8.18 8.24

PPPt 635.58 638.02 640.40

TKDKt 15.77 15.47 15.18


(6)

Lampiran 15. Ramalan Nilai Variabel Endogen Hasil Simulasi Kebijakan

Afirmatif kepada Provinsi Quantil 1 dan 2 Indeks

Pembangunan Manusia Terendah dengan Meningkatkan

Belanja Sektor Pendidikan dan Belanja Sektor Kesehatan 40

Persen

Variabel Tahun

2013 2014 2015

PJKDt 723 812.16 752 697.29 781 582.43

DAUt 5 181 018.46 5 504 226.01 5 827 433.55

PADt 1 192 488.21 1 253 394.41 1 314 300.61

DNPt 7 820 267.11 8 298 987.66 8 777 708.22

PATt 9 012 755.32 9 552 382.08 10 092 008.83

BSPt 449 844.88 478 299.94 506 755.00

BSKt 33 973.96 36 264.14 38 554.31

GPSTt 1 817 002.68 1 931 250.30 2 045 497.91

GPSIt 8 947 683.77 9 576 957.29 10 206 230.81

GPSLLt 4 112 553.96 4 408 004.76 4 703 455.55

BSPKt 11 248 505.28 12 022 771.66 12 797 038.03

BLJt 34 064 097.30 35 091 792.05 36 120 282.01

PKRTt 12 355 697.69 12 787 979.20 13 220 561.74

PMTBt 64 443 005.38 66 241 079.38 68 040 249.63

PDRBEXPt 4 355.62 4 489.48 4 620.37

KRTCAPt 10 913 233.02 11 061 114.46 11 208 694.66

TQSTt 14 842 658.37 15 072 246.08 15 301 833.78

TQSIt 3 709 831.11 3 896 929.98 4 085 846.33

TQSBt 33 969 925.80 35 180 050.82 36 390 175.83

TQSLLt 63 435 648.30 65 210 341.34 66 986 550.61

PDRBSECt 1 454 096.62 1 454 127.97 1 454 159.25

TKSTt 393 901.06 396 729.12 399,557.18

TKSIt 159 867.22 160 843.90 161 817.09

TKKSBt 1 492 096.49 1 526 006.61 1 559 916.74

TKKSLt 3 499 961.39 3 537 707.59 3 575 450.26

TKSt 330 985.90 330 854.26 330 726.17

Ut 70.46 70.73 71.00

AHHt 93.85 94.10 94.34

AMHt 8.12 8.18 8.23

RLSt 635.04 637.36 639.62

PPPt 15.83 15.55 15.28