26
masing terdiri atas 2 target, tujuan 2, 3, 4, 5, dan 8 masing masing terdiri atas 1 target, dan tujuan 7 terdiri atas 3 target. Uraian selengkapnya dari tujuan dan
target MDGs tersebut, yang diadopsi sesuai pengalaman empiris Indonesia adalah ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Tujuan dan Target Pembangunan Milenium bagi Indonesia
Tujuan dan Target Target Tahun
2015 Tujuan 1: Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
Target 1 Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya
di bawah US 1 per hari menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015
10.3 juta Target 2
Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015
-
Tujuan 2: Mencapai pendidikan dasar untuk semua
Target 3 Menjamin sampai tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki-
laki dan perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasar 100 persen
Tujuan 3: Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan Target
4 Menghilangkan ketimpangan gender di semua jenjang
pendidikan tidak lebih dari tahun 2015 100 persen
Tujuan 4: Menurunkan angka kematian anak
Target 5 Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya,
antara tahun 1990 dan 2015 33 per mil
Tujuan 5 : Meningkatkan kesehatan ibu Target 6
Menurunkan angka kematian ibu antara tahun 1990-2015 sebesar tiga perempatnya
105 per seratus ribu lahir hidup
Tujuan 6: Memerangi HIVAIDS, malaria dan penyakit menular lainnya Target 7
Mengendalikan penyebaran HIVAIDS dan mulai menurunkan jumlah kasus baru pada tahun 2015
- Target
8 Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya
jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada tahun 2015 -
Tujuan 7: Memastikan kelestarian lingkungan Target 9
Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan-kebijakan dan program nasional serta
mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang -
Target 10 Penurunan sebesar setengah, proposisi penduduk tanpa akses
terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015
- Target 11
Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020
-
Tujuan 8: Membangun kemitraan global untuk pembangunan Target 12
Kemitraan dan kerja sama regional untuk pencapaian MDGs antara lain di bidang perdagangan, investasi, pengembangan
kapasitas, dukungan teknologi, pembangunan infrastruktur, seperti transportasi, ICT, dan environmental sustainabality.
-
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2007.
27
Idealnya semua variabel yang menjadi sasaran MDGs merupakan variabel endogen dalam model persamaan yang akan dibangun. Namun karena kesulitan
dalam menemukan rekaman data dalam kurun watu yang memadai, maka peneliti menggunakan variabel yang langsung berkaitan dengan persamaan identitas
indeks pembangunan manusia sesuai dengan Tabel 3.
Tabel 3. Indiaktor Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 1990 dan 2015
Dimensi Indikator
Tahun 1990
Tahun 2015
Satuan
Umur Panjang dan Sehat
1. Angka Kematian Balita AKB 49.5
33.0 Permil kelahiran
2. Angka Kematian Ibu AKI 140.0
105.0 Per 100 ribu
Pengetahuan 1. Angka Melek Huruf AMH
81.5 100.0
Persen 2. Rata-Rata Lama Sekolah RLS
61.4 15.0
Tahun Kehidupan
yang layak Pengeluaran Rupiah US 1 PPP
20.6 10.3
Juta orang Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008.
2.4. Kebijakan Fiskal di Beberapa Negara
Menurut Mankiw 2003 meskipun Pemerintah telah lama menjalankan kebijakan moneter dan fiskal, namun pandangan bahwa seharusnya Pemerintah
menggunakan instrumen kebijakan ini untuk mencoba menstabilkan perekonomian adalah masih baru. Pada tahun 1946 melalui Undang-Undang
Ketenagakerjaan Amerika Serikat yang mewajibkan Pemerintahnya untuk mempromosikan kesempatan kerja penuh full employment dan produksi.
Pembuat Undang-Undang tersebut percaya bahwa tanpa adanya campur tangan Pemerintah akan dapat menimbulkan terulangnya depresi besar. Ekonom
pendukung kebijakan aktif oleh Pemerintah berlandaskan pada model permintaan agregat dan penawaran agregat yang menunjukkan bagaimana kebijakan fiskal
28
dan kebijakan moneter bisa mencegah resesi. Ada pula yang berpendapat sebaliknya, yaitu Pemerintah lepas tangan saja karena tidak ada kepastian mampu
mengatasi krisis disebabkan kelambanan dari dalam berupa keterlambatan mengambil kebijakan, dan kelambanan dari luar berupa adanya selang waktu
antara pengambilan kebijakan dengan reaksi perekonomian Mankiw, 2003. Hasil penelitian Andersen 2005 menyimpulkan efektivitas kebijakan fiskal
dalam rangka menstabilkan perekonomian tergantung pada dua hal yaitu: bentuk stimulus fiskal dan struktur perekonomian.
Pemerintah Indonesia penganut kebijakan aktif. Pada tahun 2009 Pemerintah Indonesia melakukan kebijakan stimulus fiskal untuk
mempertahankan pertumbuhan perekonomian, menciptakan lapangan kerja yang otomatis berarti mengurangi pengangguran, serta mencegah terjadinya inflasi
yang tinggi. Kebijakan stimulus fiskal dimaksud melalui insentif perpajakan dan belanja Pemerintah. Bentuk-bentuk insentif perpajakan yang diberlakukan di
Indonesia adalah 1 penurunan tarif PPh badan, 2 penurunan PPh orang pribadi, dan 3 penghapusan pajak ekspor. Sedangkan bentuk belanja Pemerintah
dimaksud antara lain: 1 belanja infrastruktur, 2 subsidi Bahan Bakar Minyak BBM dan energi, 3 tunjangan rumah tangga, 4 tunjangan Pemutusan
Hubungan Kerja PHK dan Balai Latihan Kerja BLK, serta 5 subsidi pendidikan dan kesehatan. Negara-negara lain yang tergolong penganut kebijakan
aktif antara lain Amerika Serikat, Argentina, Autralia, Belanda, Brazil, China, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Perancis, dan Rusia.
6
Kebijakan fiskal untuk pembangunan manusia di Indonesia merupakan langkah yang diambil oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
-
-------------------------------------------------------
6
Bahan Paparan Menteri Keuangan Republik Indonesia, 2009.
29
KabupatenKota dalam memperoleh sumber dana dan mengalokasikannya pada sektor-sektor yang dapat mendorong peningkatan pembangunan manusia, seperti
sektor pendidikan, sektor kesehatan, dan sektor perekonomian lainnya. Sebelum tahun 2003, pengeluaran Pemerintah terbagi menjadi dua belanja,
yaitu belanja rutin dan belanja pembangunan. Disebut dengan belanja pembangunan karena dari belanja ini diharapkan mampu menunjang pertumbuhan
perekonomian yang pada gilirannya sekaligus mampu meningkatkan pembangunan manusia. Belanja pembangunan digunakan untuk sektor pelayanan
publik. Pengalokasiannya pada sektor-sektor terkait di pusat dan daerah. Setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Kemendagri
Nomor 29 Tahun 2002, maka sejak tahun anggaran tahun 2003 pengeluaran belanja Pemerintah daerah terdiri atas bagian belanja aparatur daerah dan bagian
belanja pelayanan publik. Masing masing bagian belanja tersebut dirinci ke dalam belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal.
Walaupun sistem desentralisasi sudah dijalankan namun pengeluaran Pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik tersebut belum dapat sepenuhnya
didukung oleh kemampuan fiskal daerah. Ketergantungan fiskal Pemerintah daerah kepada Pemerintah pusat terjadi karena masih rendahnya pendapatan asli
daerah. Hal inilah yang menyebabkan masih dibutuhkannya transfer dari Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah.
2.5. Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dengan Indeks Pembangunan Manusia
Berdasarkan analisis data dari laporan UNDP tahun 2009, nampak bahwa kinerja GDP per kapita dan kinerja indeks pembangunan manusia cendrung
30
mempunyai keterkaitan. Hal ini ditemukan di 10 negara yang mempunyai GDP per kapita tertinggi, ternyata juga merupakan 10 negara dengan indeks
pembangunan manusia tertinggi, jika GDP per kapita dan indeks pembangunan manusia 10 negara tersebut mempunyai keterkaitan, maka dapat dikonstatntir
adanya keterkaitan antara GDP per kapita beserta indikator turunannya dalam ekonomi makro dan indeks pembangunan manusia beserta indikator
pembentuknya dalam pembangunan manusia. Indikator turunan dari GDP per kapita antara lain tingkat inflasi, tingkat
investasi, belanja Pemerintah, tingkat konsumsi, dan posisi neraca pembayaran, tenaga kerja dan kemiskinan. Adapun indikator pembentuk indeks pembangunan
manusia adalah angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan daya beli.
Becker dalam penelitiannya bertema peran pendidikan terhadap industri Prusia dari tahap pra industri tahun 1816 hingga tahap industri pada tahun 1849
dan tahun 1882 menemukan bahwa pendidikan dasar mengakselerasi secara signifikan industri non tekstil pada kedua tahap revolusi industri. Dengan kata lain,
rata-rata lama sekolah meningkat akan berdampak pada peningkatan kualitas sumberdaya manusiatenaga kerja, yang pada gilirannya akan meningkatkan
produktivitasnya dalam mendukung proses produksi untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi Becker et al., 2010.
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia mempunyai keterkaitan yang kuat telah dibuktikan pula oleh Ramirez yang melakukan penelitian
hubungan pertumbuhan ekonomi dengan komponen-komponen pembangunan manusia di 70 negara maju dan berkembang, dengan menggunakan data tahun