Kondisi dimensi pengelolaan secara eksternal

126

6.1.2 Kondisi dimensi pengelolaan secara eksternal

1 Faktor peluang 1 Dimensi ekologi Berdasarkan Bab 5, berbagai program dari berbagai pihak dalam upaya penyelamatan lingkungan ekologi merupakan faktor dari dimensi ekologi di perairan Jakarta. Hal ini karena di kawasan cukup banyak upaya konservasi dan penyelamatan lingkungan seperti penanaman pohon mangrove, lamun, terumbu karang buatan baik oleh masyarakat setempat, pemerintah, swasta misal : Sumbangsih Metro TV untuk negeri, LSM atau hasil kerjasama dengan institusi internasional dan dalam negeri. Dengan adanya berbagai kegiatan penyelamatan tersebut diatas merupakan peluang bagi keberlanjutan perikanan tangkap di perairan Jakarta. 2 Dimensi biologi Adanya perlindungan terhadap keberadaan jenis binatang laut tertentu, misal penyu sisik juga merupakan peluang dari dimensi biologi bagi keberlanjutan pengelolaan di perairan Jakarta. Dengan upaya perlindungan terhadap penyu sisik, maka perlindungan dan pembinaan dilakukan terhadap habitatnya yaitu Pulau Peteloran Timur, Gosong Rengat dan Pulau Belanda, Gosong Sepa, Gosong Butun. Pembinaan juga dilakukan pada pulau pemukiman yaitu Pulau Pramuka, Pulau Kelapa dan Pulau Harapan dengan cara pembersihan pantai peneluran penyu, sehinga memudahkan penyu sisik mendarat di pantai saat akan bertelur. Menurut Ruddle et al. 1992, kegiatan perlindungan dan pembinaan merupakan timbal balik yang diberikan manusia kepada alam, dimana manusia customer membutuhkan alam bagi kehidupannya, dan alam juga membutuhkan perlindungan manusia. Perlindungan semacam itu tentu akan berpengaruh terhadap ekosistem perairan yang mempunyai dampak positif bagi biota laut lainnya khususnya ikan. Selain perlindungan terhadap penyu sisik, perlindungan juga dilakukan terhadap ikan kerapu hidup bersama habitatnya. 127 3 Dimensi ekonomi Meningkatnya permintaan dunia akan produkkomoditi perikanan merupakan peluang bagi keberlanjutan aktifitas perikanan tangkap secara umum termasuk di perairan Jakarta. Kedekatan dengan pasar potensial DKI Jakarta dan akses jalur ekspor merupakan peluang yang memberikan kemudahan dan kecepatan penjualan hasil perikanan, dimana untuk jenis ikan tertentu membutuhkan ketepatan waktu mencapai pasar agar mutu ikan tetap terjamin. Lebih dari 80 kebutuhan ikan segar ibukota Jakarta dan sekitarnya berasal dari pelabuhan atau tempat pelelangan ikan yang terdapat di Teluk Jakarta. Komoditi ikan tujuan eskpor dilakukan melalui Pelabuhan Tanjung Priok dengan menggunakan contact freezer dan melalui Bandara International Soekarno-Hatta dengan menggunakan jasa angkut udara. Promosi potensi perikanan oleh pemerintah sering dilakukan dalam rangka menarik investor lokal maupun asing. Untuk potensi perikanan promosi ditekankan untuk membangun industri pengolahan ikan karena pelabuhan perikanan di pesisir Teluk Jakarta merupakan sentra-sentra perikanan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri. Naiknya trend investasi di bidang perikanan dari tahun ke tahun juga merupakan peluang bagi keberlanjutan perikanan tangkap di perairan Jakarta, walaupun pada tahun 2009 mengalami stagnan karena pengaruh ekonomi global. Syamsubagiyo N. 30 Nopember 2009. wawancara. 4 Dimensi sosial : Kondisi sosial politik yang kondusif di wilayah Jakarta sebagai akibat upaya pertahanan stabilitas dan situasi yang kondusif di ibu kota negara menjadikan perairan Jakarta yang merupakan bagian dari Provinsi DKI Jakarta mendapat imbas positif, yaitu keamanan dan kenyamanan untuk berusaha. Dukungan komponen kondusifitas kondisi sosial politik berpengaruh terhadap efektifitas pengelolaan perikanan tangkap di perairan Jakarta. 128 5 Dimensi teknologi : Perkembangan teknologi dan modifikasi alat tangkap di dunia merupakan dimensi teknologi yang juga berpengaruh pada tumbuh dan berkembangnya kegiatan perikanan tanah air, termasuk di perairan Jakarta. Perkembangan teknologi dan modifikasi alat tangkap tersebut di beberapa lokasi biasanya selalu diikuti yang dipelopori oleh para peneliti. Namun hal ini, tidak begitu banyak terjadi pada kegiatan perikanan tangkap perairan Jakarta. Dari hasil survai yang dilakukan, nelayan di perairan Jakarta umumnya lebih menyukai penggunaan teknologi penangkapan yang mengedepankan kearifan lokal karena disamping sudah terbiasa, mereka juga mampu memodifikasi sendiri. Terkait dengan ini, maka dukungan komponen perkembangan teknologi dan modifikasi alat tangkap di dunia bagi keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di perairan Jakarta tidak signifikan. 2 Faktor ancaman 1 Dimensi ekologi Pada Bab 5, ide zonasikluster pemanfaatan wilayah laut yang didengungkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan termasuk ancaman dari dimensi ekologi bagi keberlajutan pengelolaan di perairan Jakarta. Pada akhir- akhir ini sedikit banyak ide tersebut berpengaruh dan menentukan bagi kelangsungan kegiatan perikanan tangkap di perairan Jakarta. Sampai saat ini kenyataannya, Provinsi DKI Jakarta tidak memiliki data potensi perikanan untuk wilayah pengelolaan perikanan yang dalam yuridiksi kewenangan provinsi. Padahal penetapan kontribusi pihak swasta kepada negara, potensi perikanan dijadikan dasar penghitungan pembagian kluster untuk dikelola swasta. Menurut Sheppard et al. 1995, pemetaan atau pengklusteran kawasan dapat mengganggu kegiatan konservasi wilayah laut, wilayah laut yang akan dikonservasi menjadi tersekat-sekat, padahal obyek konservasi seperti ikan bersifat mobile sehingga dapat melintasi batas wilayah. Penerapan sistem kluster menjadi rawan konflik. Ditambah lagi alat tangkap yang dominan digunakan di perairan Jakarta adalah bagan dan muroami, merupakan alat tangkap statis yang dipancang di perairan 129 dangkal saat ini, maka ide zonaikluster pemanfaatan wilayah laut akan menggeser nelayan yang sudah ada sekarang ini. Tingkat pencemaran yang tinggi baik itu berasal dari sampah maupun limbah industri dan tumpahan minyak sangat tinggi di perairan Jakarta. Sebagai indikator pada tahun 2003 sampah dari aktifitas darat yang terbawa arus sampai ke perairan Pulau Untung Jawa, tahun 2004 hingga ke perairan Pulau Pari dan tahun 2005 sudah sampai ke perairan Pulau Pramuka. Hal ini menunjukkan volume limbah sampah yang dibuang ke perairan Jakarta tiap tahun meningkat. Estimasi sampah pada tahun 2005 adalah 10.220 tonper hari Bapeda Jakarta 2003. Indikator lain adalah pada bulan Maret-April 2009, ribuan ikan mati mengambang Oebaidillah S, Fauzi M. 2009 merupakan fenomena yang pernah terjadi di tahun 2004 di sekitar Ancol dan Dadap, yang penyebabnya diduga blooming fitoplankton, munculnya fitoplankton beracun, akibat pencemaran minyak hingga pencemaran logam berat Kusumastanto 2007. Degradasi fungsi ekosistem laut dan pesisir akibat alih fungsi lahan, adalah salah satu ancaman yang serius yang berdampak terhadap keberlanjutan perikanan tangkap. Alih fungsi lahan yang semula hutan mangrove menjadi kawasan pemukiman seperti Pantai Indah Kapuk dan Marunda Permai, merupakan salah satu sebab menurunnya kualitas habitat bagi biota laut di perairan Jakarta. 2 Dimensi biologi Punahnya atau berkurangnya spesies ikan tertentu dan meningkatnya spesies tertentunon ekonomis, merupakan salah satu indikator terjadinya overfishing di perairan Jakarta. Penurunan dan peningkatan jenis ikan tertentu di perairan Jakarta terjadi pada jenis ikan bandeng laut yang menurun dan meningkatnya jenis ikan pelagis yaitu lemuru Syamsubagiyo N. 30 Nopember 2009. wawancara. Faktor lain yang merupakan ancaman eksternal bagi keberlanjutan perikanan tangkap adalah faktor musiman yang berpengaruh terhadap kehidupan biota laut. Di perairan Jakarta, musim produktif berlangsung antara bulan Maret – Oktober musim Barat, sedang musim paceklik berlangsung antara awal Nopember-akhir Maret. Pada musim paceklik, 130 badai angin Utara menimbulkan ombak besar, padahal kapal yang dipakai nelayan merupakan kapal ukuran kecil Saksono 2008. Faktor musiman ini menimbulkan kelimpahan ikan sewaktu musim produktif dan kekurangan hasil tangkapan pada saat musim paceklik. Untuk memenuhi kebutuhan komoditas ikan untuk pasar, industri maupun ekspor, ikan didatangkan dari luar Jakarta melalui jalur laut maupun darat. 3 Dimensi ekonomi Dimensi ekologi, faktor musiman tersebut diatas juga mempengaruhi dimensi ekonomi dalam hal harga ikan, dimana saat ikan melimpah harga cenderung turun dan saat ikan langka harga sangat tinggi. Untuk menciptakan kestabilan harga yang berpengaruh terhadap pendapatan nelayan, diperlukan suatu pengaturan ketersediaan volume ikan untuk jenis-jenis ikan komersial. 4 Dimensi sosial Keterbatasan pengetahuan dan tingkat pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap kemampuan adopsi teknologi yang diperkenalkan dalam rangka perlindungan biota laut oleh masyarakat setempat. Kondisi ini menyebabkan beberapa program misalnya program COFISH dari DKP dan program konservasi TN L Kep. Seribu kurang optimal sesuai yang diharapkan. 5 Dimensi teknologi Penggunaan teknologi destruktif oleh nelayan pendatang cukup banyak terjadi di perairan Jakarta. Dari hasil survai, hal ini sudah berlangsung lama, dimana nelayan yang berasal dari Banten dan hidup menetap di lokasi sering menempuh cara tersebut bila hasil tangkapan sulit di dapat. Bagi sebagian nelayan pendatang yang sudah mengerti akan bahaya penggunaan bahan peledak maupun sianida, beralih ke alat tangkap bubu yang merupakan alat tangkap statis untuk menangkap jenis ikan yang sama yaitu ikan karang. Adanya teknologi penangkapan ikan yang lebih modern seperti alat pendeteksi keberadaan ikan sonar berpotensi menimbulkan persaingan daerah 131 penangkapan nelayan skala kecil, karena nelayan skala kecil masih menggunakan metoda penangkapan tradisional dan mempunyai keterbatasan finansial untuk membeli alat yang sama. Faktor ini merupakan ancaman karena rawan konflik.

6.2 Tingkat Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan Tangkap di Perairan Jakarta