Dimensi pengelolaan secara internal

120 6 PEMBAHASAN

6.1 Pengelolaan Perikanan Tangkap di Perairan Jakarta

Dalam hasil penelitian yang disajikan pada Bab 5, pengelolaan tersebut dilihat dari berbagai dimensi yaitu dimensi ekologi, biologi, ekonomi, sosial dan teknologi. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan IFAS skor 2.529, katgori pengelolaan perikanan tangkap di perairan Jakarta dalam memberikan tanggapan terhadap berbagai faktor internal pada tingkat kurang baik, begitu pula dengan menggunakan EFAS menghasilkan total skor 2.747, artinya sama yaitu kurang baik dalam menanggapi berbagai faktor eksternalnya. Dalam analisis menggunakan SFAS menghasilkan total skor 2.152 yang berarti pengelolaan perikanan tangkap di perairan Jakarta mempunyai kategori kurang baik secara keseluruhan dalam menanggapi faktor dominan internal dan eksternalnya.

6.1.1 Dimensi pengelolaan secara internal

1 Faktor kekuatan 1 Dimensi ekologi Berdasarkan hasil penelitian pada Bab 5, dimensi ekologi yang menjadi kekuatan adalah faktor keanekaragaman SDI jenis ikan dan terdapatnya wilayah konservasi. Hal ini disebabkan karena adanya Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu TNL Kep. Seribu yang dikelola oleh UPT Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan, sehingga memberi ruang bagi upaya konservasi dan pelestarian jenis ikan tertentu. Kawasan TN L Kep. Seribu terdiri dari perairan laut yang mempunyai pulau- pulau karang yang terbentuk di atas koloni binatang karang yang sudah mati, mencakup 78 pulau yang tersebar dari Utara ke Selatan. Menurut Mumby et al. 1999, koloni karang mempunyai andil besar dalam menjaga kelestarian dan keanekaragaman jenis di perairan. Dalam kaitan dengan keanekaragaman SDI, data perikanan DKI Jakarta menunjukkan bahwa terdapat 100 jenis lebih ikan yang didaratkan di TPI Muara 121 Baru, 53 jenis ikan yang didaratkan di TPI Muara Angke, 15 jenis ikan yang didaratkan di TPI Pasar Ikan, 26 jenis ikan yang didaratkan di TPI Kamal Muara, 11 jenis ikan yang didaratkan di TPI Kalibaru sejak 2001 dan 21 jenis ikan di TPI Cilincing sejak tahun 2004. Dari berbagai jenis ikan yang didaratkan dibeberapa TPI diklasifikasikan menjadi 82 jenis ikan, selebihnya dikategorikan jenis ikan lain-lain. Dari 82 jenis ikan, hanya 30 persen jenis ikan yang berasal dari perairan Jakarta, antara lain yang mempunyai nilai produksi diatas 1000 ton per tahun sejak 1998 adalah ekor kuningpisang-pisangan, selar, kuwe, layang, bentong, tembang, beloso, kembung dan lemuru sejak tahun 2007. Sedangkan bawal hitam dan teri sejak tahun 2002 mempunyai angka produksi yang signifikan yaitu diatas 1000 ton pertahun. Jenis ikan yang berasal dari luar perairan Jakarta antara lain jenis ikan tongkol, cakalang, tuna, madidihang, layur yang berasal perairan Selat Malaka, Laut Jawa, Laut Sulawesi dan ZEEI. 2 Dimensi biologi Potensi SDI menjadi kekuatan dari dimensi biologi Bab 5. Perairan Jakarta termasuk dalam wilayah perairan Laut Jawa WPP-RI 712 dengan potensi sebesar 1130,8 ton per tahundengan tingkat pemanfaatan dikategorikan penuh DJPT-DKP 2009, namun demikian dengan adanya upaya konservasi TN L Kep. Seribu yang erat kaitannya dengan pelestarian sumber daya ikan dan biota laut lainnya, sangat berpengaruh terhadap pemeliharaan stok dan penyediaan ikan bagi aktivitas penangkapan ikan di perairan Jakarta. 3 Dimensi ekonomi Modal kerja merupakan komponen penting bagi operasional perikanan tangkap. Secara umum, nelayan di perairan Jakarta adalah nelayan pekerja, pemilik kapal yang memberikan seluruh modal operasional kapal dengan sistem gaji tetap dan bagi hasil. Nakhoda mendapat gaji dan komisi. Bagi hasil dengan bagian setiap anggota kapal satu bagian dan pemilik tiga bagian. Dari tiga bagian pemilik, satu bagiannya dibagi dua lagi yang menjadi porsi untuk pemilik dan nakhoda sebagai komisi. Nelayan mendapat bonus yang dihitung dari hasil timbangan sebesar Rp 500kg. 122 Seluruh hasil tangkapan dibeli oleh pemilik kapal dengan harga yang disepakati, misal ikan baronang Rp 12.000kg, ekor kuning yang ukuran super 2- 3 ekorkg Rp 6.000kg. Kuwe super 1-2 ekorkg Rp 10.000,-, kerapu macan Rp 15.000kg, pisang-pisang Rp 4.000kg. Pemilik menjual ikannya kembali ke pasar tentu dengan harga yang lebih tinggi. Dari keuntungan yang didapat itu pemilikjuragan dapat menggaji nelayan anggota kapal dan berkewajiban memberikan fasilitas kesehatan kepada nelayan anggota dengan memberikan perawatan chamber di rumah sakit terdekat setiap tiga bulan. Akses ke sumber danamodal selain kepada pemilikjuragan dan tengkulak sangat kecil, oleh karena itu para nelayan tergantung kepada kemampuan sendiri. Akses ke pasar bagi nelayan skala kecil merupakan biaya tinggi apabila harus didaratkan TPIPPI yang berada di pesisir Teluk Jakarta. Oleh karena itu hampir 30 hasil tangkapan nelayan di perairan Jakarta didaratkan di Pelabuhan Mauk, Kabupaten Tangerang, mengingat ralatif lebih dekat dari fishing ground dari pada didaratkan di PPI Muara Angke. Demikian halnya dengan akses ke jalur distribusi selain memerlukan biaya pengiriman tinggi bagi nelayan kecil, ketersediaan angkutan masih dalam skala kecil. Hasil survei, biaya pengiriman ikan ke Muara Angke dengan menggunakan kapal penumpangojeg biayanya Rp 100.000,- per kuintal25kg. Sarana dan prasarana perikanan tangkap di darat cukup memadai. Untuk nelayan kecil Kepulauan Seribu tempat pendaratan ikan TPI terdapat di Pulau Sebira, Harapan, Karya, Panggang, Pramuka, Tidung Besar dan Untung Jawa. Tidak ada pengenaan biaya tambat di TPI-TPI tersebut, mereka mendapat cool box tujuh buah serta mendapat tiga keranjang untuk menimbang trish yang berukuran 1 kuintal 25 kg. Pelabuhan perikanan di Teluk Jakarta PPS Nizam Zachman mempunyai fasilitas yang memadai untuk kegiatan perikanan skala besar. Namun dari fasilitas tesebut juga ada yang kurang terawat atau nyaman, misalnya lokasi pelelangan ikan yang sering tergenang air dan kolam pelabuhan pada beberapa bagian ada yang terlalu dangkal. Meskipun terdapat kekurangan, secara umum pelabuhan perikanan tersebut telah mampu mendukung dengan baik kegiatan pendaratan dan pelelangan ikan selama ini dan merupakan pelabuhan 123 perikanan terbesar di Indonesia. Pabrik es juga merupakan faktor yang secara internal mempengaruhi kegiatan perikanan tangkap di perairan Jakarta. Saat ini, pabrik es hanya terdapat di pelabuhan yang terdapat di pesisir Teluk Jakarta. Di Kepulauan Seribu belum ada pabrik es, karena faktor keterbatasan air tawar. Kebutuhan es balok di TPI Kepulauan Seribu disuplai dari Muara Angke dan Muara Baru dan kapasitas suplai dapat memenuhi kebutuhan nelayan di Kepulauan Seribu. Instalasi BBM merupakan komponen penting dalam mendukung kegiatan perikanan tangkap. Saat ini sudah tersedia instalasi BBM di TPI Kamal Muara, TPI Muara angke, TPI Cilincing, dan TPI Kalibaru namun tidak tersedia di TPI Pulau Pramuka untuk nelayan di Kepulauan Seribu. Namun demikian, kondisi semua instalasi tersebut lebih memadai dibandingkan tempat lainnya di Indonesia. 4 Dimensi sosial Budaya bahari yang melekat pada masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik wilayah suatu lokasi tempat tinggal. Karena kondisi fisik di Kepulauan Seribu berupa pesisir dan kepulauan, penduduk di Kepulauan Seribu tersebar di pulau-pulau yang berjauhan serta akses terhadap fasilitas pendidikan jauh, untuk sebagian anak umur sekolah berpeluang untuk membantu orang tua menangkap ikan dan menyebabkan kegiatan pendidikan kadang kala terabaikan. Secara umum kegiatan utama dari penduduk masih menggantungkan kehidupannya pada sumberdaya kelautan baik sebagai penangkap ikan, budidaya perikanan dan rumput laut. Peraturan lokal mendukung kegiatan perikanan tangkap, misal nelayan tidak dibebani biaya tambat labuh di pelabuhan di Kepulauan Seribu, nelayan di bebani biaya reribusi sebesar 10 dari harga patokan ikan HPI dan pembayaran lapak di tempat pelelangan ikan yang relatif murah. Dari pemerintah pusat, retribusi pendaratan dan pelelangan ikan dihapuskan sejak Januari 2010 dengan dikeluarkannya edaran dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Tingkat pendapatan nelayan rata-rata tahun 2008 adalah sebesar Rp 1.250.000,- per bulan. Walaupun mempunyai trend yang meningkat dari tahun ke 124 tahun tingkat pendapatannya masih dibawah standard PBB yaitu sebesar Rp 4.250.000 per bulan. Ketersediaan tenaga kerja disektor perikanan memadai, dikarenakan perikanan adalah sektor yang melekat pada masyarakat pesisir di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu dan kedekatan dengan pusat kegiatan ekonomi nasional yaitu DKI Jakarta. 5 Dimensi teknologi Nelayan di perairan Jakarta umumnya dapat menyiapkan alat tangkap yang digunakan secara mandiri. Kemampuan pengadaan alat tangkap secara mandiri memberi keuntungan bagi nelayan untuk menekan biaya produksi. Selama ini nelayan tersebut hanya tinggal membeli bahan yang diperlukan. Alat tangkap yang rusakrobek dapat diperbaiki sendiri oleh nelayan meskipun tidak semua dan bila ada waktu tidak melaut, beberapa nelayan terkadang menyibukkan diri dengan membuat alat tangkap baik untuk kepentingan sendiri maupun nelayan lainnya. Selain kemampuan pengadaan alat tangkap secara mandiri, para nelayan di perairan Jakarta telah mampu memodifikasi alat tangkapnya untuk disesuaikan dengan fishing ground dan sebagian besar sudah memperbesar mata jaringnya untuk kepentingan kelestarian SDI. 2 Faktor kelemahan 1 Dimensi ekologi Hasil analisis pada Bab 5 menunjukkan bahwa pengetahuan tentang Jumlah Tangkap Yang DiperbolehkanJTB rendah menjadi salah satu kelemahan dari dimensi ekologi bagi pengelolaan perikanan tangkap. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya data potensi SDI di perairan Jakarta. Rendahnya pengetahuan dan kepedulian nelayan, menyebabkan dalam kegiatan penangkapan seringkali tidak mengindahkan keberadaan Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Masih adanya penggunaan bom untuk mencari ikan di area konservasi, terutama pada saat-saat sepi wisatawan yaitu pada hari Senin danatau Selasa. Hal ini terjadi karena daerah konservasi berada dekat dengan pemukiman dan diketahui banyak ikannya sehingga mendorong penduduk untuk menangkap 125 ikan secara destruktif yang berinteraksi dengan terumbu karangdasar perairan. 2 Dimensi biologi Tekanan pemanfaatan SDI yang tinggi disertai pencemaran akibat dari aktifitas darat dan bermuaranya 13 sungai di Teluk Jakarta, mengakibatkan menurunnya produksihasil tangkapan nelayan dari tahun ke tahun. 3 Dimensi ekonomi Rendahnya pengetahuan akan pasar diakibatkan karena akses terhadap informasi pasar dan rendahnya pendidikan nelayan mengakibatkan ketergantungan pemasaran dan penjualan hasil ikan ke pihak tengkulak. Dalam upaya untuk mengoptimalkan aktifitas penangkapan, belum ada pengaturan hari operasi bagi penangkap ikan yang tertib. 4 Dimensi sosial Meskipun tingkat konflik internal rendah namun dalam dimensi sosial menjadi salah satu faktor kelemahan dalam pengelolaan perikanan tangkap termasuk di perairan Jakarta. Beberapa konflik yang pernah terjadi di lokasi adalah konflik akibat penggunaan bahan peledak yang sekarang ini telah dilakukan pembinaan walaupun tetap harus dilakukan pengawasan yang ketat. 5 Dimensi teknologi Untuk ukuran kapal dan jenis mesin yang dipakai tidak ada standar tertentu. Para nelayan membuat kapal atas pengetahuan dan pengalaman mereka saja mulai dari ukuran kapal dan palka hingga jenis mesin yang dipakai. Belum ada suatu teknologi yang diadopsi untuk ukuran kapal dan palka dalam upaya mencapai produktifitas tinggi dan mempertahankan mutu ikan, hal ini disebabkan karena rendahnya pengetahuan akan teknologi perikanan tangkap. 126

6.1.2 Kondisi dimensi pengelolaan secara eksternal