Keragaan Perikanan Tangkap Pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Perairan Jakarta, Provinsi DKI Jakarta

64

4.4 Keragaan Perikanan Tangkap

Untuk mendorong iklim investasi di bidang perikanan, baik pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP, Kementerian BUMN serta Kementerian Perhubungan maupun pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membangun dan mengelola berbagai sarana dan prasarana penunjang aktivitas usaha perikanan, diantaranya Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman di Muara Baru sebagai unit pelaksana teknis UPT dari KKP, kawasan industri perikanan di Muara Baru yang dikelola oleh Perum Prasarana Perikanan Samudra, TPI Kamal Muara, PPI Muara Angke, TPI Cakung Drain, TPI Cilincing, TPI Kalibaru dan PPI Pulau Pramuka yang dikelola oleh Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Bandara Pulau Panjang di Kepulauan Seribu, Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Sunda Kelapa serta Pelabuhan Khusus Pulau Pabelokan merupakan sarana pendukung utama bagi distribusi produk perikanan baik untuk pasar lokal maupun pasar luara negeri ekspor. Kawasan pelabuhan umum dilengkapi pergudangan, kawasan industri non-perikanan, daerah tangkapan air serta daerah wisata bahari. Dalam rangka menunjang berkembangnya usaha perikanan tangkap, Pemerintah Provinsi DKI membuat kebijakan membentuk UPT Balai Teknologi Penangkapan Ikan UPT BTPI. UPT BTPI merupakan balai dibawah Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta yang khusus dibentuk guna mendukung dan mengkoordinasikan kegiatan perikanan tangkap di perairan Jakarta. Adapun aksi kerja tersebut adalah : 1 Mendorong perkembangan teknologi permesinan dan kapal ikan serta perkembangan teknologi alat tangkap, penyediaan sarana penunjang yang berfungsi sebagai tempat pelatihan dan pembinaan berupa sarana perbengkelan. 2 Mendorong penciptaan Sumberdaya Manusia SDM perikanan yang mampu menjawab tantangan terhadap pengaruh globalisasi, antara lain mampu mengoperasikan kapal penangkap ikan yang modern yang dapat 65 menjangkau wilayah perairan ZEE, yang selama ini dikuasai kapal-kapal asing. 3 Mengkoordinasikan penataan lingkungan di kawasan pesisir Teluk Jakarta sebagai kawasan yang asri yang dapat menjadi modal peningkatan pelayanan dan peningkatan produksi serta untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia perikanan. 4 Mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihak yang bergerak dibidang perikanan antara lain: pengusaha dibidang perikanan, lembaga pendidikan dibidang perikanan dan kelautan, dan organisasi yang bergerak dibidang kebaharian. 5 Mengembangkan pelayanan keliling di bidang teknologi penangkapan ikan , permesinan dan perbaikan kapal. Selain faktor kebijakan pemerintah pusat maupun daerah, beberapa faktor yang memberikan gambaran keragaan perikanan tangkap di perairan Jakarta di uraikan di bawah ini. 4.4.1 Potensi sumber daya ikan Wilayah perairan Jakarta yaitu Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu merupakan bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Jawa WPP-RI 712, sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.01MEN2008 Lampiran 2. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal PerikananTangkap tahun 2009 potensi di WPP-RI 712 Laut Jawa memiliki total potensi sumber daya ikan sebesar 1130,8 ribu tontahun, dengan tingkat pemanfaatan semua kelompok sumberdaya ikan sudah penuh kecuali pelagis besar DJPT-DKP 2009b. 4.4.2 Produksi perikanan tangkap DKI Jakarta Daerah penangkapan ikan Provinsi DKI Jakarta mencakup perairan Teluk Jakarta dan perairan Kepulauan Seribu. Pada tahun 2008 produksi penangkapan ikan mencapai 144,7 metrik ton DKPP 2009, memberikan kontribusi sebesar 3 terhadap produksi perikanan tangkap nasional. 66 Keberadaan kawasan Taman Nasional Laut TNL di Kepulauan Seribu yang ditetapkan pada tahun 1995 berpengaruh terhadap produksi ikan yang cenderung selalu meningkat, namun peningkatan produksi tersebut diikuti oleh peningkatan jumlah nelayan yang beroperasi di Kepulauan Seribu Hariyadi 2004. Perbandingan hasil perikanan tangkap yang didaratkan di pelabuhantempat pendaratan ikan di Jakarta tahun 2007, serta perbandingannya dengan hasil perikanan tangkap yang didaratkan di pantai Utara Jawa dan secara Nasional dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil perikanan tangkap yang didaratkan di DKI Jakarta, Utara Jawa, dan Nasional pada tahun 2007 No. Jenis Ikan Jumlah yang didaratkan ton DKI Jakarta Utara Jawa Nasional 1 Ekor Kuning Caesio cuning 3347 14850 58835 2 Bawal Hitam Formio niger 2011 8308 57008 3 Selar Bentong Oxeye scad 1665 2545 5642 4 Layang Decapterus spp. 7268 56056 305485 5 Kakap merah Lutjanus spp. 2366 11795 116994 6 Tongkol Abu-Abu Tunnus tonggol 10834 28407 117941 7 Kembung Rastrelliger spp. 6629 41060 259458 8 Layur Trichiurus spp. 2583 11984 47414 9 Kerapu Lumpur Epinephelus tauvina 814 903 1117 Sumber : DKP 2008a Jenis ikan tongkol abu-abu dan layur Tabel 8 merupakan jenis ikan yang berasal dari luar perairan Jakarta, karena ikan yang didaratkan di Jakarta bukan hanya berasal dari hasil tangkapan di perairan Jakarta namun juga berasal dari kapal penangkap ikan dari luar perairan Jakarta, antara lain hasil tangkapan di Laut Jawa, pesisir Jawa Barat, pesisir Utara Jawa yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Selat Malaka, ZEEI Samudera Hindia. 67 Sebagai gambaran produksi ikan luar daerah yang masuk ke tempat pendaratan ikan di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 9, dimana pada tahun 2007, pasokan ikan luar daerah terbesar berasal dari daerah Tegal sebesar 42,6 juta ton. Tabel 9 Volume produksi ikan luar daerah yang masuk ke DKI Jakarta tahun 2004 – 2008 dalam kg 2004 2005 2006 2007 2008 Total 6,553,077 7,995,006 65,330,468 86,426,206 56,181,028 TPI Muara Baru 2,181,971 2,387,634 57,735,460 77,903,737 47,909,326 TPI Muara Angke 3,625,562 4,969,376 6,906,787 7,800,164 8,087,962 TPI Pasar Ikan 745,544 637,996 688,221 722,305 183,740 Sumber : DKPP 2009 Sebagian besar hasil tangkapan ikan yang didaratkan di Jakarta, tersebut terdiri dari kelompok ikan pelagis dan ikan demersal. Kelompok pelagis meliputi jenis tuna Thunnus spp., cakalang Katsuwonus pelamis, tongkol Euthynnus sp. dan Auxis sp., tenggiri Scomberomorus commersoni, kembung Rastrelliger spp. dan tembang Sardinella fimbriata. Ikan demersal meliputi ikan cucut Charcarinus sp., layur Trichiurus spp., pari Dasyatis sp. dan pepetek Leiognathus sp.. Produksi perikanan tangkap Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, seperti dilihat pada Tabel 10, tahun 2004 produksi mencapai 123.869,40 ton dengan nilai mencapai Rp 872.847.442.000, mengalami peningkatan di tahun 2008 menjadi 144.718,17 ton dengan nilai mencapai Rp 1.209.251.491.000. Binatang berkulit keras crustaceans dan binatang lunak molluscs,di Jakarta didaratkan cukup banyak. Menurut DKP 2008, jumlah produksi binatang berkulit keras crustaceans pada tahun 2007 mencapai 10.666 ton dari total 44.126 ton di pantai utara Pulau Jawa. Produksi binatang lunak molluscs pada tahun 2007 mencapai 7.144 ton dari total 37.159 ton di pantai Utara Pulau Jawa. Binatang berkulit keras crustaceans, yang cukup dominan didaratkan pada tahun 2007 di Jakarta diantaranya udang putih 1.040 ton, udang windu 1.235 ton, dan kepiting 595 ton. Untuk binatang binatang lunak molluscs, 68 yang cukup dominan didaratkan pada tahun 2007 di Jakarta diantaranya cumi- cumi 5.331 ton, sotong 777 ton, dan gurita 736 ton. Tabel 10 Volume dan nilai produksi perikanan tangkap menurut jenis alat tangkap di DKI Jakarta tahun 2004 - 2008 Jenis Alat Tangkap 2004 2005 2006 2007 2008 No Nilai Produksi ribuan Rp 872,847,442 908,596,977 1,335,029,972 1,540,749,111 1,209,251,491 Jumlah Produksi ton 123,869.40 132,023.80 137,569.90 146,240.20 144,718.20 1 Pukat Tarik Udang Ganda - - 27.70 - - 2 Pukat Tarik Udang Tunggal - - 4.10 - - 3 Payang 947.90 1,215.50 2,356.20 1,768.50 2,558.80 4 Dogol 613.30 774.70 1,343.30 1,403.50 983.60 5 Pukat Cincin 1,829.80 1,689.30 618.70 6,969.40 6,944.00 6 Jaring Insang Hanyut 48,036.50 47,782.20 16,309.30 12,808.40 43,698.60 7 Jaring Klitik - - - - - 8 Jaring Insang Tetap 689.50 984.10 143.30 30.30 50.30 9 Bagan Perahu - 1,892.10 2,281.80 8,382.20 14,183.30 10 Bagan Tancap 281.60 217.70 246.80 425.10 246.80 11 Rawai 46,840.40 34,489.70 7,593.10 15,472.10 4,921.00 12 Pancing Tonda - 130.80 109.20 61.40 109.20 13 Pancing Yang Lain 1,428.50 576.60 322.20 168.80 214.10 14 Sero - - - - - 15 Bubu 2,350.20 1,665.80 1,865.50 1,591.60 2,267.40 16 Alat Penangkap Kerang - - - - - 17 Muro Ami 907.70 1,150.00 1,293.80 3,039.70 1,016.80 18 Lain-lan 19,944.00 39,455.30 103,054.90 94,119.20 67,524.30 Sumber : DKPP 2009 69 Terlepas dari jumlah dan nilai produksi perikanan yang cenderung meningkat, optimalisasi komposisi armada perikanan dan alat tangkapnya perlu diatur disesuaikan dengan daya dukung sumberdaya perikanan di perairan Jakarta. 4.4.3 Jenis alat tangkap yang digunakan Dari 18 jenis alat tangkap yang dikelompokkan dalam statistik DKPP 2009 hanya 13 alat tangkap termasuk kategori lain-lain yang digunakan oleh nelayan pengusaha perikanan tangkap yang berbasis di Teluk Jakarta dan atau Kepulauan Seribu. Jumlah alat tangkap mengalami peningkatan dari sekitar 16.972 pada tahun 2004 unit menjadi 17.917 unit pada tahun 2008 Tabel 11. Armada penangkapan periode 2004 – 2008 didominasi jenis perahu motor tempel, yaitu sekitar 45 . Peningkatan jumlah alat tangkap secara signifikan pada alat tangkap rawai dari 294 unit pada tahun 2004 menjadi 2.822 unit pada tahun 2008 Gambar 8, namun demikian volume produksi menurun tajam di tahun 2008 dari 46,8 ribu ton menjadi 4,9 ribu ton Tabel 10. Peningkatan jumlah alat tangkap yang diikuti penurunan produksi terjadi pula pada jaring insang hanyut, yaitu dari 396 unit pada tahun 2004 meningkat 960 unit pada tahun 2008, akan tetapi produksi menurun dari 48 ribu ton menjadi 43,6 ribu ton. Peningkatan muro ami dari 75 unit di tahun 2004 menjadi 798 unit di tahun 2008, tetapi kenaikan produksi tidak signifikan yaitu dari 0.9 ribu ton meningkat menjadi 1,01 ribu ton. Lain halnya dengan penggunaan bagan perahu dimulai sejak tahun 2005 sebanyak 133 meningkat menjadi 553 pada tahun 2008, dengan nilai produksi meningkat signifikan yaitu dari 1,9 ribu ton menjadi 14,2 ribu ton. Penggunaan bagan perahu ini diduga sebagai salah satu cara untuk mensiasati kenaikan BBM pada tahun 2005, karena bagan perahu merupakan jenis penangkap ikan yang statis yang tidak banyak memerlukan BBM. Peningkatan alat tangkap pukat cincin hanya 10 unit dari tahun 2004 sebanyak 269 unit menjadi 279 unit di tahun 2008, namun peningkatannya sangat signifikan dari 1,8 ribu ton tahun 2004 menjadi 6,9 ribu ton 2008. Penurunan jumlah alat tangkap yang signifikan terjadi pada bubu, tercatat pada tahun 2004 terdapat 6893 unit pada tahun 2008 menjadi 4927 unit, akibat 70 pengurangan jumlah bubu angka produksi menurun namun tidak signifikan yaitu dari 2,3 ribu ton menjadi 2,2 ribu ton. Penurunan penggunaan alat tangkap terjadi pada jenis alat tangkap pancing lainnya turun sebesar 41 , alat tangkap lain-lain turun sebesar 23, sedang alat tangkap bagan tancap, jaring angkat lainnya mengalami penurunan yang tidak signifikan. Dari kecenderungan yang terjadi di perairan Jakarta pada jumlah alat tangkap dan produksi diuraikan diatas, dapat diartikan bahwa tidak semua alat tangkap yang bertambah jumlahnya akan meningkatkan produksinya secara total, seperti rawai. Untuk alat tangkap payang, pada kurun waktu 2004-2008 terjadi penurunan jumlah alat tangkap namun produksinya meningkat tajam. Tabel 11 Jenis alat tangkap di DKI Jakarta tahun 2004 - 2008 dalam unit Jenis Alat Tangkap 2004 2005 2006 2007 2008 Payang 424 424 662 662 712 Dogol 361 457 457 457 497 Pukat Cincin 269 269 269 269 279 Jaring Insang Hanyut 396 396 396 396 960 Bagan Perahu - 133 133 133 553 Bagan Tancap 136 136 124 124 124 Jaring Angkat lain-lain 455 495 601 648 408 Rawai 294 294 2,822 2,822 2,822 Pancing yang lain 1,152 1,152 731 766 685 Pancing Tonda - 126 126 126 126 Bubu 6,893 6,715 5,420 5,420 4,927 Muro Ami 75 75 641 641 798 Lain-lain 6,517 6,695 4,636 4,974 5,026 Jumlah 16,972 17,367 17,018 17,438 17,917 Sumber : DKPP 2009 Hasil perhitungan Catch Per Unit Efforts CPUE total dari ke enam alat tangkap potensial di perairan Jakarta yaitu payang, jaring insang hanyut, bagan perahu, rawai, bubu dan muro ami untuk periode tahun 2004-2008 digambarkan pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan bahwa hasil tangkapan per satuan upaya di perairan Jakarta berkecenderungan menurun. 71 Trend CPUE Total 6 Alat Tangkap Potensial 5 10 15 Tahun CP UE T o ta CPUE total tonunit 11.81 10.35 2.27 4.21 2.74 2004 2005 2006 2007 2008 Gambar 8 Trend CPUE tahun 2004-2008. Hasil perhitungan CPUE total dari tahun 2004 sampai 2008 berturut-turut adalah 11,81 tontrip; 10,35 tontrip; 2,27 tontrip; 4,21 tontrip dan 2,74 tontrip. CPUE total alat tangkap potensial di perairan Jakarta pada tahun 2004 sebesar 11,81 tontrip, terus menurun hingga 2,74 tontrip di tahun 2008. Masing-masing CPUE untuk alat tangkap payang 0,41 tontrip, jaring insang hanyut 10,9 tontrip, bagan perahu 5,45 tontrip, rawai 14,4 tontrip, bubu 0,01 tontrip dan muro ami 0,14 tontrip. 4.4.4 Rumah Tangga Perikanan RTPPerusahaan Perikanan PP tangkap yang berbasis di Jakarta Jumlah RTPPP yang dihitung berdasarkan domisili atau wilayah hukum, dan dihitung berdasarkan jumlah tonnage kepemilikan kapal dimana armada yang dimiliki untuk menangkap ikan maupun yang berbasis di Jakarta bervariasi, mulai dari perahu tanpa motor jukung dan perahu papan, perahu dengan motor tempel outboard motor dan kapal motor inboard motor. Kapal motor terbuat dari kayu, besi dan beberapa ada yang dilapisi oleh seng plat agar tahan dan kedap terhadap pengaruh air laut. Ukuran kapal motor mulai dari ukuran 5 GT sampai ukuran 1000 GT Tabel 12. 72 Tabel 12 Jumlah RTPperusahaan perikanan tangkap di laut menurut kategori besarnya usaha, daerah perairan pantai dan Provinsi DKI Jakarta, Utara Jawa, dan Nasional tahun 2007 No. Kategori Besarnya Usaha Jumlah buah DKI Jakarta Utara Jawa Nasional I Perahu tanpa motor 394 5.483 217.091 II Perahu dgn motor tempel outboard motor 770 53.412 170.215 III Kapal motor inboard motor 1 5 GT 1.361 5.006 106.145 2 5 – 10 GT 1.067 5.090 26.681 3 10 – 20 GT 573 1.488 7.131 4 20 – 30 GT 325 1.486 4.371 5 30 – 50 GT 26 117 367 6 50 – 100 GT 68 202 498 7 100 – 200 GT 94 190 390 8 200 – 300 GT 24 73 142 9 300 – 500 GT 44 67 140 10 500 – 1000 GT 44 60 98 11 1000 GT 64 72 91 Sumber : DKP 2008 Berdasarkan data Tabel 12, RTPPP yang berskala besar relatif lebih banyak berbasis danatau berdomisili di Jakarta dibandingkan dengan lokasi lain di Utara Jawa maupun di Indonesia. Hal ini terlihat mulai dari RTPPP yang memiliki total tonnage 200 – 300 GT, 300 – 500 GT, 500 – 1000 GT, dan 1000 GT masing-masing 24 buah, 44 buah, 44 buah, dan 64 buah, sedangkan yang berbasis di pantai Utara Jawa secara keseluruhan hanya 73 buah, 67 buah, 60 buah, dan 72 buah. Hal ini sebagai indikator bahwa Jakarta banyak dijadikan basis usaha perikanan tangkap karena lokasi yang strategis dan memiliki infrastruktur yang memadai, selain karena Jakarta merupakan pusat ekonomi nasional. 73 4.4.5 Pemasaran produk perikanan tangkap Pemasaran produk perikanan tangkap dari perairan Jakarta termasuk lebih menjanjikan dibandingkan dengan lokasi lainnya di Indonesia. Hal ini karena produk tersebut sangat dekat dengan pasar potensial lokal DKI Jakarta dan sekitarnya dan jalur distribusi untuk pasar eksport yang memadai. Di DKI Jakarta, eksport hasil perikanan tangkap sangat mudah karena mempunyai bandara internasional Bandara Soekarno-Hatta dan pelabuhan internasional Pelabuhan Tanjung Priok. Ekspor produk perikanan tangkap melalui bandara internasional Bandara Soekarno-Hatta dan pelabuhan internasional Pelabuhan Tanjung Priok banyak diekspor ke Jepang, Singapura, Hongkong, dan beberapa negara Eropa. Negara maju tersebut mempunyai indeks konsumsi produk hasil perikanan per kapita yang tinggi, yaitu diatas standar FAO dan Jepang mencapai diatas 60 kg per kapita per tahun FAO 2002 diacu dalam PK2PTM 2005. Di Indonesia, indeks konsumsi ikan perkapita tahun 2007 sebesar 28,28 kgtahun Indonesian Fishery Statistic Index 2009, sedangkan di DKI Jakarta memiliki indeks konsumsi ikan perkapita sebesar 23,24 kgtahun dan sedikit meningkat di tahun 2008 menjadi 23,52 kgtahun. Bila dibandingkan dengan standar FAO 30 kgtahun per kapita Indonesia masih dibawah, tetapi diatas tingkat rata-rata dunia yang hanya 16,6 kgtahun per kapita Soenan 2009. Salah satu komponen untuk meningkatkan indeks konsumsi ikan per kapita adalah tingkat produksi perikanan yang didaratkan. Indeks konsumsi ikan per kapita merupakan indikator kecenderungan permintaan pasar lokal dan eksport yang kemungkinan akan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan tingkat konsumsi masyarakat dunia terhadap produk perikanan yang terus meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan membaiknya perekonomian dunia FAO 1999 diacu dalam DKBU BI 2009. Pada tahun 2030, konsumsi produk perikanan tangkap dunia rata-rata diprediksi meningkat hingga mencapai 22,5 kg per kapita per tahun. Kondisi ini tentu merupakan pasar potensial bagi produk perikanan pada umumnya dan khususnya produk perikanan tangkap dari perairan Jakarta, terutama untuk membuka jalur ekspor baru ke negara-negara yang tidak mempunyai produk perikanan hasil laut. 74 4.4.6 Nelayan dan pendapatan nelayan Nelayan merupakan bagian penting dalam kegiatan perikanan tangkap, karena nelayan merupakan stakeholder bagi kegiatan produksi perikanan tangkap. Karena berhubungan dengan produksi, maka mempunyai hubungan positif dengan tingkat produktifitas, sebagai mana produksi perikanan tangkap dari tahun 2004 – 2008 meningkat, jumlah nelayan juga mengalami peningkatan seperti dapat dilihat pada Tabel 13. Pada tahun 2004 jumlah nelayan di DKI Jakarta 24,095 orang meningkat signifikan pada tahun 2008 menjadi 30,091 orang. Jumlah tersebut pernah menurun pada tahun 2007 menjadi sekitar 22,690 orang diperkirakan karena kenaikan harga BBM dan kebijakan subsidi BBM untuk kapal perikanan nasional belum direalisasi. Peningkatan tersebut umumnya disebabkan dari meningkatnya nelayan pekerja dengan status nelayan penetap yaitu dari 11,223 orang pada tahun 2004 menjadi 17,036 orang pada tahun 2009, sehingga nelayan pekerja total tahun 2004 dari 18,959 orang meningkat pada tahun 2008 menjadi 25,959 orang. Tabel 13 Jumlah nelayan di DKI Jakarta tahun 2004 -2008 satuan : orang Status Nelayan 2004 2005 2006 2007 2008 Nelayan Penetap 14,217 15,742 16,988 14,936 19,460 1. Pemilik 2,994 3,395 3,588 3,484 2,424 2. Pekerja 11,223 12,347 13,400 11,452 17,036 Nelayan Pendatang 9,878 8,294 8,002 7,754 10,631 1. Pemilik 2,142 1,096 1,305 1,758 1,708 2. Pekerja 7,736 7,198 6,697 5,996 8,923 Jumlah Nelayan 24,095 24,036 24,990 22,690 30,091 1. Pemilik 5,136 4,491 4,893 5,242 4,132 2. Pekerja 18,959 19,545 20,097 17,448 25,959 Sumber : DKPP 2009 75 Pada sisi pendapatan nelayan, dari tahun 2004 hingga 2008 terjadi peningkatan dari Rp 1.100.000 per bulan meningkat menjadi Rp 1.250.000 per bulan pada tahun 2008. Disamping peningkatan pendapatan terjadi pada nelayan tangkap, peningkatan juga terjadi pada petaninelayan ikan hias, yaitu dari Rp 1.250.000 per bulan pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp 1.600.000.000 per bulan padan tahun 2008. Peningkatan pendapatan juga terjadi pada pengolah ikan hasil tangkapan, yaitu dari Rp 1.500.000 per bulan pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp 1.750.000 per bulan pada tahun 2008. Pada Tabel 14 menyajikan pendapatan nelayan di DKI Jakarta untuk kurun waktu tahun 2004 -2008. Tabel 14 Pendapatan nelayan, petaninelayan ikan hias, dan pengolah ikan di DKI Jakarta tahun 2004 -2008 dalam Rp dan pertumbuhannya . Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Nelayanbulan 1,100,000 1,100,000 1,100,000 1,250,000 1,250,000 11,36 PetaniNelayan Ikan Hiasbulan 1,250,000 1,250,000 1,500,000 1,600,000 1,600,000 12,8 Petani Ikan Konsumsibulan 1,100,000 1,100,000 1,100,000 1,250,000 1,250,000 11,36 Pengolah Ikanbulan 1,500,000 1,500,000 1,600,000 1,750,000 1,750,000 11,66 Sumber : DKPP 2009

4. 5 Tata Ruang Wilayah

Wilayah administratif Kota Jakarta Utara mencakup wilyah perairan Teluk Jakarta dan wilayah daratan seluas 155,01 km 2 , secara administratif dibagi menjadi enam wilayah kecamatan yaitu Penjaringan, Tanjung Priok, Koja, Cilincing, Pademangan dan Kelapa Gading serta memiliki 31 wilayah kelurahan. Kabupaten Kepulauan Seribu mencakup wilayah daratan dan lautan dengan sekurangnya 110 pulau. Luas wilayah darat mencapai 11,80 km 2 , secara administratif dibagi dua wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, dan memiliki enam wilayah kelurahan. Meningkatnya kebutuhan lahan bagi penduduk dan pesatnya kegiatan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara RI, menjadi salah satu 76 alasan dilakukannya reklamasi pantai di Jakarta Utara. Reklamasi pantai ini menjadi penyebab utama kerusakan habitat pesisir pantai di beberapa tempat di kawasan Dadap, Muara Angke dan Ancol. Selain rusaknya habitat pesisir, perubahan secara fisik juga terjadi yaitu perubahan bentang lahan dan perubahan garis pantai. Perubahan peruntukkan lahan seperti di daerah Muara Angke yang semula merupakan kawasan ekosistem mangrove telah dikonversi lahannya untuk peruntukkan lain telah mempunyai dampak significant mempengaruhi habitat di lokasi tersebut Kusumastanto 2007. Perikanan tangkap berkelanjutan tidak dapat terlepas dari perencanaan tata ruang wilayah di pesisir pantai Teluk Jakarta, dimana wilayah pesisir pantai Teluk Jakarta tidak terlepas dari kondisi obyektif dari keseluruhan wilayah Propinsi DKI Jakarta, yaitu : 1 Luas Jakarta 65.000 ha 2 40 24.000 ha daratan rendah di bawah permukaan laut 1 – 1,5 m 3 Dari 40 lahan di bawah permukaan laut, baru seluas 11.500 ha sudah dilayani dengan sistem polder. 4 Daerah tangkapan hujan yang mempengaruhi Jakarta meliputi Bopunjur Bogor-Puncak-Cianjur dengan luas 85.000 ha 5 Air dari hulu mengalir malalui 13 sungaikali melewati Jakarta menuju laut Teluk Jakarta 6 DAS dari sungai kali dijadikan tempat hunian sehingga terjadi penyempitan penampungan air hujan 7 Water Ratio baru mencapai 2,41 target 2010 : 4,92 8 Penambahan debit air sungai run-off air akibat pembangunan dan perubahan fungsi lahan di Bopunjur dan Jabodetabek yang pesat 9 Eksploitasi air tanah yang berlebihan dan beban bangunan bertingkat menyebabkan terjadinya penurunan tanah yang menambah daerah rawan banjir 77 Perikanan tangkap berkelanjutan di perairan Jakarta sangat dipengaruhi oleh kondisi obyektif di atas, terutama pada daerah hulu sungai, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem perairan Jakarta. Air yang dialirkan, baik itu volume dan kualitasnya mempengaruhi perairan Jakarta antara lain terjadinya sedimentasi di hilir sungai, pencemaran, dan banjir didaerah pesisirpantai. Oleh karena itu perlu segera direalisasikan rencana tata ruang RTRW wilayah Kepulauan Seribu dan pesisir Jakarta Utara secara terpadu. Untuk RTRW Kepulauan Seribu, karena kondisi fisik merupakan gugusan pulau-pulau, maka dalam perencanaan tata ruang wilayah dipengaruhi oleh kondisi perairan saat ini, struktur ruang jalur-jalur pipa minyak, kabel bawah laut serta rute-rute pelayaran dan kawasan strategis yang telah ditetapkan sebelumnya kawasan latihan militer, konservasi, pertambangan, wisata, pemukiman dan pemerintahan. Saat ini pemerintah DKI Jakarta dalam proses finalisasi Peta RTRW Kabupaten Kepulauan Seribu untuk tahun 2010-2030, sebagai bagian dari RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030. 4.5.1 Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Sesuai dengan Perda No. 1 tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012, kebijakan pengembangan tata ruang Provinsi DKI Jakarta adalah : 1 Menetapkan fungsi Kota Jakarta sebagai kota jasa skala nasional dan internasional; 2 Memprioritaskan arah pengembangan kota kearah koridor Timur, Barat, Utara dan membatasi pengembangan ke arah Selatan agar tercapai keseimbangan ekosistem; 3 Melestarikan fungsi dan keserasian lingkungan hidup di dalam penataan ruang dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; 4 Mengembangkan sistem prasarana dan sarana kota yang berintegrasi dengan sistem regional , nasional dan internasional. 78 Sesuai dengan karakteristik fisik dan perkembangannya, Jakarta dibagi atas 3 tiga Wilayah Pengembangan WP utama yaitu : 1 WP Utara yang terdiri dari WP Kepulauan Seribu WP-KS dan WP Pantai Utara WP-PU 2 WP Tengah terdiri dari WP Tengah Pusat WP-TP, WP Tengah Barat WP-TB dan WP Tengah Timur WP-TT 3 WP Selatan terdiri dari WP Selatan Utara WP-SU dan WP Selatan WP- SS Wilayah penelitian penulis berada pada WP Utara, dengan kebijakan pengembangan tata ruang sebagai berikut : 1 WP Kepulauan Seribu WP-KS, kebijakan pengembangan yang terutama diarahkan untuk meningkatkan kegiatan wisata, kualitas kehidupan masyarakat nelayan melalui peningkatan budidaya laut dan pemanfaatan sumber daya perikanan dengan konservasi ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove. 2 WP Pantai Utara WP-PU, kebijakan meliputi : 1 Pantai Lama : ● Meningkatkan dan melestarikan kualitas lingkungan Jakarta Utara; ● Mempertahankan permukiman nelayan; ● Mengembangkan fungsi pelabuhan dan perniagaan. 2 Pantai Baru : Melalui pengembangan reklamasi yang terpisah secara fisik dari pantai lama dengan kegiatan utama jasa dan perdagangan berskala internasional, perumahan, pelabuhan serta wisata. 4.5.2 Strategi pengembangan tata ruang provinsi Dalam upaya mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah, maka strategi pengembangan tata ruang yang ditempuh adalah : 1 Mengembangkan pemanfaatan ruang secara terpadu dengan pola penggunaan campuran di kawasan prospektif dan sistem pusat kegiatan kota. 79 2 Mengembangan sentra-sentra primer baru di Timur, Barat, dan Utara. 3 Menata kawasan taman Medan Merdeka untuk bangunan umum pemerintahan, fasilitas umum, dan fasilitas sosial. 4 Mengembangkan kawasan pantai utara sebagai kawasan pusat niaga terpadu skala internasional di masa depan. 5 Mengembangkan sistem angkutan umum massal sebagai modal angkutan utama antar pusat-pusat kegiatan dan antar bagian-bagian kota. 6 Mengembangkan dan mengoptimalkan penataan ruang daerah aliran 13 sungai, situ, waduk, banjir kanal dan lokasi tangkapan air sebagai orientasi pengembangan kawasan sesuai dengan fungsi Wilayah Pengembangan WP tempat badan air tersebut berlokasi. 7 Mempertahankan dan mengembangkan RTH di setiap wilayah kotamadya baik sebagai sarana kota maupun untuk keseimbangan ekologi kota. 8 Mengembangkan dari mengoptimalkan penataan ruang berdasarkan tipologi kawasan. 4.5.3 Pengembangan tata ruang Kota Jakarta Utara dan Kabupaten Adm. Kep. Seribu Visi dan misi Pembangunan Provinsi sebagai mana dimaksud dalam Perda No.1 tahun 2008, Pasal 4 dan Pasal 5. Misi dan strategi pengembangan tata ruang kota dan kabupaten wilayah penelitian adalah sebagai berikut : 1 Kota Jakarta Utara : - Misi : 1 Mengembangkan Jakarta Utara sebagai kota pantai dan kawasan wisata bahari dengan menjaga kelestarian lingkungannya; 2 Mendukung pengembangan kawasan pelabuhan, industri selektif dibagian Timur dan pusat niaga terpadu berskala internasional di bagian tengah Pantura. - Strategi : 1 Mendorong revitalisasi kawasan kota tua sebagai objek wisata dengan meningkatkan sarana dan prasarana pendukungnya guna mendorong 80 pengembangan pusat niaga baru bertaraf internasional di kawasan reklamasi; 2 Menata kembali kawasan pantai lama secara terpadu dengan pengembangan reklamasi; 3 Mempertahankan kelestarian lingkungan kawasan perairan dan pulau- pulau di Kepulauan Seribu; 4 Menata kawasan hilir sungai dengan badan air lainnya sebagai upaya pengendali banjir dengan penyediaan permukiman bagi penduduk sekitar; 5 Mengembangkan sistem jaringan transportasi darat dan laut untuk angkutan penumpang dan angkutan barang secata terpadu dengan sistem transportasi makro. 2 Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu - Misi : 1 Mewujudkan wilayah Kep. Seribu sebagai kawasan wisata bahari yang lestari; 2 Menegakkan hukum terkait dengan pelestarian lingkungan kebaharian dan segala aspek kehidupan; 3 Meningkatkan kesejahteraan melalui pemberdayaan masyarakat Kep. Seribu dengan perekonomian berbasis kelautan. - Strategi : 1 Mengembangkan Kep. Seribu sebagai destinasi wisata bahari yang lestari; 2 Pengembangan perekonomian berbasis SDA kelautan; 3 Pengembangan kegiatan perikanan laut; 4 Pembangunan pembangkit listrik tenaga gas. 81 5 HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Analisis Pendekatan Sistem