22 dapat dibedakan menjadi dua, yaitu jaring insang hanyut siang dan jaring insang
hanyut malam. Pengoperasian alat tangkap ini dilakukan dengan menggunakan kapal motor, dengan lama trip sekitar 3-7 hari. Setting dilakukan 3-5 kali dalam
sehari semalam dan waktu yang dibutuhkan dari setting sampai hauling sekitar 2- 3 jam. Pengoperasian jaring insang biasanya dilakukan secara pasif. Setelah
diturunkan ke perairan, kapal dan alat dibiarkan drifting, umumnya berlangsung selama 2-3 jam. Selanjutnya dilakukan pengangkatan jaring sambil melepaskan
ikan hasil tangkapan ke palka.
2.2.3 Alat penangkap ikan dengan penggiring
Prinsip pengoperasian alat penangkap ikan kelompok ini adalah menggiring ikan agar masuk ke dalam alat tangkap yang telah dipasang. Alat
tangkap ini dapat dipasang secara menetap atau alat tangkap digerakkan atau digeser ke arah perairan yang lebih dangkal. Dalam pengoperasiannya, kelompok
alat tangkap ini dibantu menggunakan alat penggiring yang disebut drive-in-tools atau scareline. Alat penggiring digunakan unuk menggiring ikan yang sedang
bersembunyi agar keluar dan bergerak ke arah dan masuk ke dalam alat tangkap. Salah satu jenis alat penangkap ikan yang termasuk kelompok ini adalah muroami
berasal dari Okinawa yang banyak dioperasikan di Kepulauan Seribu.
2.2.4 Perangkap
Pada prinsipnya pengoperasian kelompok alat ini adalah mengusahakan sedemikian rupa agar ikan tertarik untuk masuk ke dalam alat tangkap atau ke
dalam areal penangkapan dengan sukarela, namun setelah berada di dalamnya ikan tidak dapat keluar lagi. Salah satu jenis alat tangkap yang termasuk
kelompok ini adalah bubu fish pots.
2.3 Usaha Perikanan Tangkap
Menurut DKP 2003, potensi dan peluang pengembangan sektor kelautan dan perikanan meliputi perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri
pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan dan perikanan, pengembangan pulau-pulau kecil, pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal
23 tenggelam, deep sea water, industri garam rakyat, pengelolaan pasir laut, industri
penunjang, pengembangan kawasan industri perikanan terpadu, dan keanekaragaman hayati laut. Pemanfaatan potensi tersebut perlu dilakukan
melalui upaya-upaya yang bertanggung jawab dengan mengedepankan prinsip- prinsip yang berkelanjutan. Salah satu upaya penting yang dilakukan selama ini
adalah dengan mengembangkan usaha perikanan tangkap terpadu, mulai dari skala kecil tradisional hingga skala besar industri.
Usaha perikanan tangkap baik yang dilakukan secara tradisional maupun secara modern sangat dipengaruhi oleh banyak faktor dan hal ini sedikit berbeda
usaha produksi pada bidang-bidang lainnya. Usaha perikanan tangkap di laut relatif lebih sulit diprediksi keberhasilannya karena sangat peka terhadap faktor
eksternal musim dan iklim serta faktor internal teknologi, sarana dan prasarana penangkapan ikan dan modal. Kerentanan dalam proses produksi akan
mengakibatkan adanya fluktuasi dalam perolehan hasil tangkapannya Nomura dan Yamazaki 1975.
Usaha perikanan tangkap di Indonesia memang terlalu banyak dihadapkan dengan masalah baik yang berasal dari faktor alam, pendanaan, maupun karakter
nelayan. Secara umum dapat diangkat 4 empat faktor yang sangat dominan mempengaruhi keberhasilan upaya pengembangan usaha perikanan tangkap
khususnya skala kecil tradisional, yaitu: pemasaran, produksi, organisasi, keuangan dan permodalan. Produk perikanan mudah rusak dan tidak tahan lama
high perishable, sehingga pelaku usaha perikanan tangkap skala kecil dan menengah selalu berada pada posisi sulit untuk berkembang akibat harga jual
produk yang diterima sangat rendah dan cenderung tidak sebanding dengan resiko maupun biaya yang telah dikeluarkannya Dahuri 2003.
Dalam kaitan dengan kelembagaan usaha perikanan, selama ini kelembagaan tersebut baik pada usaha perikanan tangkap skala kecil dan
menengah masih berada dalam taraf mencari bentuk kelembagaan yang tepat di dalam mengelola sumberdaya, baik ditinjau dari aspek aturan main property
rights maupun organisasi Nikijuluw 2002. Hal ini tentu memberikan dampak pada lemahnya posisi usaha skala kecil ini dalam melakukan negosiasi kepada
24 pihak lain. Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam rangka
menguatkan aspek organisasi, sehingga timbul adanya pola-pola kemitraan antara pelaku usaha skala kecil dengan mitranya. Namun kebanyakan program
pengembangan tersebut berjalan relatif tidak lancar terseok-seok Roger 1990. Pada masyarakat pedesaan dan pesisir yang tingkat perkembangan
ekonominya masih belum maju dan didominasi oleh sektor perikanan atau pertanian, transformasi kelompok nelayan sekaligus dapat dipandang sebagai
cerminan dari transformasi masyarakat pedesaannya Dumont 1971. Dalam pengertian yang lebih luas, dikaitkan dengan pembinaan kelompok nelayan
sebagai basis kegiatan ekonomi di wilayah pesisir, transformasi kelompok nelayan dapat dipandang sebagai proses modernisasi atau pembangunan wilayah
pesisir. Dalam konteks pembangunan ini, kelompok nelayan sebagai wadah dari pelaku bisnis di wilayah pesisir dapat dipandang sebagai penggeraknya. Proses
transformasi budaya ekonomi tradisional menuju ekonomi pasar yang terjadi di Indonesia disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Transformasi budaya tradisional dan modern
No Penciri indikator
Tradisional Modern
1 Orientasi ekonomi
Subsisten Komersial profit
2 Penggerak ekonomi
Padat tenaga kerja labour intensive
Padat modal capital intensive
3 Sumber kapital
Tengkulakrentenir Kredit formal Bank
4 Teknologi
Sederhana Tinggi mutahir
5 Sumberdaya manusia Unskilled labour
Terampil skilled 6 Manajemen
Keluarga Profesional
achievement 7
Spirit usaha Risiko minimum,
keamanan usaha Motivasi prestasi,
mandiri, berani 8
Ciri produk Mutu tidak baku,
bersifat musiman Mutu baku, terus
menerus 9
Pola hubungan sosial Kontak langsung
personal communal Tidak langsung
impersonal contact 10
Solidaritas sosial Mekanik ditanggung
bersama collective action
Organik individual action ditanggung
individu
25 Tabel 2 lanjutan
No Penciri indikator
Tradisional Modern
11 Cara mengambil
keputusan Feodalistik Demokratik
12 Interdependensi antar
pelaku ekonomi Ekstrim
Moderat 13 Kemampuan
kompetisi Lemah Kuat
14 Ketegangan sosial
Rendah Tinggi
Sumber : Puslitbangkan Deptan 1997 Dampak positif dari adanya transformasi dalam kegiatan usaha perikanan
tangkap tersebut adalah terjadinya pemberdayaan kelompok nelayan yang kemudian dapat menjadikan karakteristik usaha menjadi lebih kuat, produk
perikanan dan peranannya dalam perekonomian wilayah pesisir semakin nyata, serta masyarakat nelayan lebih sejahtera. Perubahan karakteristik usaha
menyangkut karakteristik : sumberdaya manusia nelayan, organisasi kelompok usaha produktif setempat, kegiatan usaha yang berkaitan dengan pemberdayaan
kelompok nelayan yang menggambarkan penguasaan dan penggunaan teknologi, penguasaan modal, aset strategis, mutu dan organisasi pengelolaan tenaga kerja
keluarga secara organik juga sumber pendapatan keluarga. Untuk perubahan yang berkaitan dengan produk perikanan akan menggambarkan posisi produk
utama perikanan diantara produk perikanan yang diperdagangkan dan persaingan usaha sejenis, kemampuan mengelola modal dan perkembangan usaha. Untuk
perubahan yang berhubungan dengan industri pengolahan perikanan yaitu kemampuan penyerapan modal, penerapan teknologi pasca panen, manajemen
usaha, sumberdaya manusia dan pengembangan kelembagaan kerjasama usaha. Dampak positif dari adanya transformasi tersebut dapat mempercepat perubahan
kebidupan nelayan dan masyarakat pesisir menjadi lebih baik.
2.4 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap