Interpretasi prioritas kebijakan terpilih

156

6.6 Interpretasi Strategi Kebijakan Perikanan Tangkap Berkelanjutan

6.6.1 Interpretasi prioritas kebijakan terpilih

Berdasarkan Gambar 23 pada Bab 5 terlihat bahwa standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK mempunyai rasio kepentingan paling tinggi, yaitu 0,151 pada inconsistency terpercaya 0,07. Hal ini mengandung pengertian bahwa standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK menjadi prioritas pertama dilakukan dalam mendukung perikanan tangkap berkelanjutan di perairan Jakarta. Terpilihnya standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK sebagai kebijakan prioritas pertama sangat sesuai dioperasikan di perairan Jakarta, yang selanjutnya perlu pengembangan untuk distandardisasi dengan tujuan optimasi produktivitas hasil tangkapan dan peningkatan mutu hasil tangkapan. Di samping itu, di perairan Jakarta juga terdapat kawasan konservasi laut TNL Kepulauan Seribu, sehingga untuk keberlanjutan fungsi konservasi, pemanfaatan potensi perikanan lebih diarahkan pada perikanan ukuran kecil. Manajemen terpadu fungsi ekosistem MTFE merupakan alternatif kebijakan dengan prioritas kedua yang dapat dilakukan di perairan Jakarta dalam mendukung pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan rasio kepentingan 0,147 pada inconsistency terpercaya 0,07. Hal ini berarti bahwa kebijakan manajemen terpadu fungsi ekosistem dapat menjadi back-up dari kebijakan prioritas pertama untuk mempercepat tercapainya tujuan pengelolaan berkelanjutan tersebut. Bila dikaitkan dengan kondisi aktual, manajemen terpadu fungsi ekosistem berfungsi menjadi back-up, mengingat intensitas pemanfaatan di perairan Jakarta sangat tinggi, kawasan terumbu karang telah banyak yang rusak, pencemaran perairan terutama dari limbah baik berupa sampah perkotaan maupun limbah industri, oleh karena itu penerapan manajemen terpadu fungsi ekosistem akan membantu pemulihan fungsi ekosistem di lokasi. Dalam kaitan dengan kriteria yang merupakan keterpaduan lima dimensi pengelolaan, kebijakan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK lebih dapat mengakomodir lima kriteria dibandingkan tujuh alternatif kebijakan lainnya. Untuk perbandingan menyeluruh terhadap semua kriteria antara kebijakan 157 standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK yang menjadi prioritas pertama dengan tujuh alternatif kebijakan lainnya ditujukkan pada Gambar 26-32. Gambar 26 Perbandingan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK dengan manajemen terpadu fungsi ekosistem MTFE untuk semua kriteria. Pada Gambar 26 terlihat bahwa kebijakan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK mengakomodir lebih tinggi empat dimensi pengelolaan dibandingkan kebijakan manajemen terpadu fungsi ekosistem MTFE, yaitu dimensi biologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dan dimensi teknologi. Kebijakan manajemen terpadu fungsi ekosistem MTFE hanya dapat mengakomodir lebih baik pada dimensi ekologi yaitu lebih tinggi sekitar 3,00 . Hal ini dapat dipahami karena perhatian pada fungsi ekosistem akan mendukung secara langsung dimensi ekologi yang ada pada perairan Jakarta. 158 Gambar 27 Perbandingan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK dengan peningkatan kualitas produk PKP untuk semua kriteria. Bila dibandingkan dengan kebijakan peningkatan kualitas produk PKP, maka standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK juga lebih dapat mengakomodir dimensi pengelolaan yang ada Gambar 27. Kebijakan SPUK sebagai prioritas pertama dapat mengakomodir lebih tinggi pada dimensi biologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dan dimensi teknologi. Dimensi ekonomi paling tinggi diakomodir, yaitu sekitar 1,25 lebih tinggi dari kemampuan kebijakan PKP mengakomodirnya. Hal ini bisa jadi karena standardisasi perikanan ukuran kecil dapat meningkatkan produktivitas penangkapan yang secara langsung menambah pendapatan nelayan ekonomi nelayan, sedangkan perbaikan kualitas hasil tangkap lebih dilihat sebagai biaya yang perlu dikeluarkan agar mutu produk perikanan terjaga dan dijual dengan harga tinggi. Kebijakan peningkatan kualitas produk PKP lebih baik dalam mengakomodir dimensi ekologi. Peningkatan kualitas produk secara langsung dapat mengurangi intensitas interaksi destruktif terhadap ekologi perairan, dengan kesadaran bahwa produk berkualitas berasal dari perairan yang ekologi perairannya terpelihara dan menggunakan metode penangkapan ramah lingkungan. 159 Gambar 28 Perbandingan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK dengan pengaturan hari operasi PHO untuk semua kriteria. Bila dibandingkan dengan kebijakan pengaturan hari operasi PHO, hampir semua kriteria tidak ada yang diakomodir lebih baik oleh kebijakan PHO dibandingkan kebijakan SPUK Gambar 28. Kriteriadimensi ekologi diakomodir sama baik oleh kebijakan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK dan kebijakan pengaturan hari operasi PHO. Sedangkan untuk kriteriadimensi biologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dan dimensi teknologi diakomodir lebih baik oleh kebijakan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK dibandingkan kebijakan pengaturan hari operasi PHO. Gambar 29 Perbandingan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK dengan peningkatan kemampuan nelayan mandiri PKNM untuk semua kriteria. 160 Gambar 29 memperlihatkan perbandingan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK dengan peningkatan kemampuan nelayan mandiri PKNM untuk semua kriteria. Kebijakan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK jauh lebih baik dalam mengakomodir dimensi ekologi dan dimensi biologi dibandingkan dengan kebijakan peningkatan kemampuan nelayan mandiri PKNM, yaitu masing-masing lebih baik 2,25 dan 1,75 . Hal ini bisa jadi karena standardisasi lebih mengarahkan pada penyesuaian dengan kondisi perairan baik ekologi maupun biologi, sedangkan kemandirian nelayan lebih mengarahkan pada kemampuannya dapat menjalankan usaha sendiri dan kemampuan menciptakan alat tangkap dengan teknologi yang dikuasai. Kondisi ini ditunjukkan oleh kebijakan peningkatan kemampuan nelayan mandiri PKNM yang sedikit lebih mendukung dimensi ekonomi dan dimensi teknologi dibandingkan kebijakan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK. Namun secara akumulatif, kebijakan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK mengakomodir lebih baik dimensi pengelolaan yang ada. Gambar 30 Perbandingan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK dengan pemberdayaan SDM PSDM untuk semua kriteria. Bila dibandingkan dengan kebijakan pemberdayaan SDM PSDM, maka kebijakan standarisasi perikanan ukuran kecil SPUK mengakomodir jauh lebih baik dimensi ekologi, dimensi biologi, dan dimensi ekonomi, yaitu masing- masing lebih baik 2,50 , 1,50 , dan 0,75 Gambar 30. 161 Kebijakan pemberdayaan SDM PSDM hanya sedikit lebih baik dalam mengakomodir dimensi sosial dan dimensi teknologi, yaitu masing-masing 0,1 dan 0,4 . Terkait dengan ini, maka secara akumulatif, kebijakan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK lebih dapat mengakomodir kriteriadimensi pengelolaan dibandingkan kebijakan pemberdayaan SDM PSDM. Gambar 31 Perbandingan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK dengan penyuluhan nelayan PN untuk semua kriteria. Bila dibandingkan dengan kebijakan penyuluhan nelayan PN Gambar 31 dan kebijakan peningkatan pengawasan melekat PPM Gambar 32, maka kebijakan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK lebih mengakomodir semua kriteria yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa dari dimensi pengelolaan manapun untuk mendukung pengelolaan perikanan berkelanjutan di perairan Jakarta, maka kebijakan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK lebih dapat diandalkan daripada kebijakan penyuluhan nelayan PN dan kebijakan peningkatan pengawasan melekat PPM. Gambar 32 Perbandingan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK dengan peningkatan pengawasan melekat PPM untuk semua kriteria. 162 Dari kelima dimensi pengelolaan yang ada, kebijakan standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK mengakomodir sangat tinggi dimensi biologi, yaitu lebih baiktinggi sekitar 1,80 dibandingkan kebijakan penyuluhan nelayan PN dan lebih baiktinggi sekitar 2,00 dibandingkan kebijakan peningkatan pengawasan melekat PPM. Hal ini karena standardisasi perikanan ukuran kecil SPUK secara langsung lebih mendukung sifat ramah terhadap lingkungan penangkapan melindungi unsur biologi perairan, sedangkan penyuluhan dan pengawasan melekat tidak secara langsung berpengaruh terhadap unsur biologi.

6.6.2 Interpretasi terkait kestabilan prioritas kebijakan