Kewajiban Pembukuan dan Pengertian Pembukuan.

2 | P a g e e. Keputusan atau Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. f. Keputusan Keberatan dari Direktur Jenderal Pajak dan Putusan Banding dari Pengadilan Pajak, serta putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung untuk WP yang bersangkutan. Berdasarkan Penjelasan Pasal 28 ayat 7 UU KUP, pembukuan dapat berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan S.A.K; pada umumnya WP menyelenggarakan pembukuan berdasarkan SAK. Pembukuan berdasarkan SAK berlaku umum dan menghasilkan Laporan Keuangan Komersial LKK untuk tujuan menghitung penghasilan neto fiskal rugi fiskal dilakukan penyesuaian fiskal positif negatif berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku. Akuntansi Pajak adalah bagian dari Akuntansi Umum General Accounting, sehingga WP tidak perlu membuat dua pembukuan, cukup satu pembukuan berdasarkan SAK, kemudian dilakukan penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku. Inti dari Akuntansi Pajak Penghasilan adalah melakukan Rekonsiliasi Laporan Keuangan Fiskal sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh; dalam bahan ajar ini yang akan dibahas rekonsiliasi fiskal untuk WP Badan terutama yang berbentuk Perseroan Terbatas PT. Sesuai asas self assessment, penyesuaian fiskal dilakukan oleh WP; mulai tahun pajak 2002 penyesuaian fiskal dimasukkan dalam Lampiran I SPT Tahunan PPh -WP Badan. Berdasarkan Pasal 14 ayat 2 UU PPh 1984, WPOPDN yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,- empat milliar delapan ratus juta rupiah boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan ke KPP WP terdaftar dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Selanjutnya supaya dipelajari: a. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia MKRI No.197PMK.032007 tentang Bentuk dan Tata Cara Pencatatan bagi WPOP. b. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-536PJ2000 Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi WP yang dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan. 3 | P a g e WPLN selain BUT yang memperoleh penghasilan dari Indonesia, tidak wajib: a. Mendaftarkan diri ke KPP untuk diberikan NPWP; b. Pembukuan; c. Penyampaian SPT ke KPP, karena semua penghasilan yang diperoleh di Indonesia telah dipotong PPh Pasal 26 oleh pihak yang memberikan penghasilan tersebut.

B. Prinsip Pembukuan Cara Pembukuan.

Pasal 28 ayat 3 UU KUP Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya cukup jelas. Penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf a UU. PPh 1984, menyatakan pengeluaran- pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Pasal 28 ayat 4 UU KUP Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan cukup jelas, Peraturan MKRI No.196PMK.032007. Pasal 28 ayat 7 UU KUP Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Penjelasan Pasal 28 ayat 7 UU KUP: Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak BKP tidak berwujud dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan PMDDK dan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan PMTDDK. 4 | P a g e Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.

C. Dasar Akrual Dasar Kas.

Pasal 28 ayat 5 UU KUP pembukuan perpajakan diselenggarakan dengan stelsel akrual atau stelsel Kas. Dasar Kas yang digunakan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak PhKP adalah dasar kas campuran bahkan mendekati dasar akrual, penjelasan Pasal 28 ayat 5 UU KUP: a. Penjualan meliputi seluruh penjualan baik yang tunai maupun yang bukan tunai kredit, hal ini sama dengan akrual. b. Harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian tunai dan kredit dan persediaan awal dan akhir, hal ini sama dengan akrual. c. Harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, pembebanannya tidak boleh sekaligus tapi harus dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi; hal ini sama dengan akrual. d. Pasal 6 UU.PPh - 1984, dalam menentukan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tidak dibedakan antara dasar kas dan dasar akrual. e. Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP-273PJ1998 diganti KEP.184PJ2002 mulai berlaku 2001; Penghasilan bunga yang bersumber dari kredit non performing kurang lancar, diragukan dan macet diakui sebagai penghasilan pada saat bunga tersebut diterima bank dasar kas, hal ini sama dengan PSAK.No.13 butir 02.

D. Konsistensi.

Pasal 28 ayat 5 UU KUP pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas konsisten, walaupun demikian berdasarkan Ps. 28 ayat 6 UU KUP diperkenankan merubah metode pembukuan atau tahun buku, dengan syarat: a. Diajukan ke Direktur Jenderal Pajak melalui KPP dimana WP terdaftar sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan. b. Menyampaikan alasan-alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat-akibat yang mungkin timbul. c. Persetujuan Direktur Jenderal Pajak