Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal dan Equalisasi dengan Pemotongan PPh Pihak Lain dan PPN.

| P a g e 115 h. Jumlah 1d+1g. 2. Penghasilan Neto Komersial Luar Negeri. 3. Jumlah Penghasilan Neto Komersial 1h+2. 4. Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan yang tidak termasuk objek pajak, berdasarkan Pasal 4 ayat 2 dan 3 dan Pasal 15 UU PPh 1984. 5. Penyesuaian Fiskal Positif, berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 11 UU PPh 1984 6. Penyesuaian Fiskal Negatif, berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 11 UU PPh 1984 7. Fasilitas Penanaman Modal berupa pengurangan penghasilan neto, berdasarkan Pasal 31A UU PPh 1984. 8. Penghasilan Neto Fiskal 3-4+5-6-7. Penghasilan yang merupakan objek PPh tidak final, objek PPh Final dan bukan objek PPh serta biaya yang dapat dikurangkan dan yang tidak dapat dikurangkan telah dibahas dalam Bab 3; Kewajiban memotong PPh Pihak lain dan PPN telah dibahas dalam Bab 2. Bab ini membahas peraturan perundang-undangan perpajakan dan studi kasus rekonsiliasi laba rugi fiskal.

1. Penyesuaian fiskal positif berdasarkan UU PPh 1984.

a. Biaya yang dibebankandikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu atau anggota, berdasarkan Pasal 9 1a, b, c, d. b. Pembentukanpemupukan dana cadangan, berdasarkan Pasal 9 1c. c. Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, berdasarkan Pasal 9 1e. d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang sahampihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan, berdasarkan Pasal 9 1f. e. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, berdasarkan Pasal 9 1g. f. Pajak penghasilan, berdasarkan Pasal 9 1h. g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau CV yang modalnya tidak terbagi atas saham, berdasarkan Pasal 9 1j. h. Sanksi administrasi, berdasarkan Pasal 9 1k. i. Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal, berdasarkan Pasal 11. j. Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal, berdasarkan Pasal 11. | P a g e 116 k. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya KEP.184PJ2002, SE-08PJ.422002. l. Penyesuaian fiskal positif lainnya.

2. Penyesuaian fiskal negatif.

a. Selisih penyusutan komersial di bawah penyusutan fiskal, berdasarkan Pasal 11. b. Selisih amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal, berdasarkan Pasal 11. c. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya KEP.184PJ2002, SE-08PJ.422002. d. Penyesuaian fiskal negatif lainnya. Lampiran II SPT Tahunan PPh Badan. Perincian Harga Pokok Penjualan, Biaya Usaha lainnya dan Biaya Diluar Usaha dari Rugi-Laba Komersial diequalisasi dengan kewajiban WP memotong PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2 Final, PPh Ps.15 serta ketentuan perpajakan yang berlaku untuk masing-masing biaya. 1 Pembelian BahanBarang Dagangan. 2 Gaji, Upah, Bonus, Gratifikasi, Honorarium, THR, dsb. 3 Biaya Transportasi. 4 Biaya Penyusutan dan Amortisasi. 5 Biaya Sewa. 6 Biaya Bunga Pinjaman. 7 Biaya Sehubungan Dengan Jasa. 8 Biaya Piutang Tak Tertagih. 9 Biaya Royalti. 10 Biaya PemasaranPromosi. 11 Biaya Lainnya. 12 Persediaan Awal. 13 Persediaan Akhir --. 14 Jumlah 1 s.d. 12 dikurangi 13.

B. Peredaran Usaha. 1. Penjualan.

Penjualan dihitung berdasarkan Akrual Stelsel, walaupun WP menggunakan Kas Stelsel, tapi Kas Stelsel campuran yang mendekati akrual. Berdasarkan | P a g e 117 Keputusan Menteri Keuangan R.I. No.254KMK.032001 dan perubahannya No.392KMK.032001, No.236KMK.032003, penjualan ke Pemungut PPh Pasal 22 dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5 satu setengah persen dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM. Pemungut PPh-Pasal 22 atas pembelian barang, adalah: a. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pemerintah Pusat maupun ditingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang; b. BI, BPPN, BULOG, PT. Telkom, PT. PLN, PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non APBN; c. BUMN atau BUMD selain huruf b, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD. Pemungutan PPh-Pasal 22 tersebut dilaksanakan dengan cara pemungutan dan penyetoran oleh Pemungut atas nama WP ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro Surat Setoran Pajak ditulis nama WP ditandatangani atas nama WP oleh Pemungut; PPh Pasal 22 tersebut merupakan kredit PPh yang dimasukkan dalam Lampiran III Formulir 1771-III SPT. Tahunan PPh WP Badan.

2. Potongan Penjualan.

Potongan penjualan yang diberikan ke pembeli diakui berdasarkan prinsip realisasi, berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf c UU PPh 1984 penyisihan potongan penjualan tidak dapat dikurangkan. Contoh: Pada akhir tahun 2010 diadakan analisis piutang dagang yang akan melunasi dalam awal tahun 2011 yang masih dalam jangka waktu pemberian potongan penjualan sebesar Rp.50.000.000,-; secara akuntansi sudah diakui sebagai potongan penjualan tahun 2010, dilakukan koreksi fiskal positif pada SPT PPh.

3. Retur Penjualan.

Retur Penjualan dari pembeli yang sudah diterima barangnya diakui berdasarkan prinsip realisasi, penyisihan retur penjualan tidak diakui berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf c UU PPh 1984.