Amortisasi Fiskal. Bahan Ajar Akuntansi Pajak

| P a g e 109 Masa manfaat dan tarif amortisasi sama dengan harta berwujud kelompok bukan bangunan, yaitu: Tabel 4.4 Masa Manfaat dan Tarif Amortisasi Kelompok Harta Tak Berwujud Kelompok Harta Tak Berwujud Masa Manfaat Tarif Amortisasi Garis Lurus Saldo Menurun 1 2 3 4 4 tahun 8 tahun 16 tahun 20 tahun 25 x HP 12,5 6,25 5 50 x NSB 25 12,5 10 Pasal 9 ayat 2 UU. No. 17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU. No.36 Tahun 2008, Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau 11A. Contoh: Pada awal tahun 2007 PT.CBA memperpanjang HGU selama 25 tahun sejak awal 2007 dengan biaya perpanjangan melalui Konsultan sebesar Rp.1.000.000.000,-, masuk kelompok 4; secara akuntansi diamortisasi dengan metode garis lurus selama 25 tahun, secara fiskal diamortisasi selama 20 tahun dengan metode garis lurus. Amortisasi komersial pertahun Rp.40.000.000,-, amortisasi fiskal pertahun Rp.50.000.000,-, merupakan beda waktu. Selisih amortisasi komersial dibawah amortisasi fiskal sebesar Rp.10.000.000,- selama 20 tahun merupakan penyesuaian fiskal negatif; sebaiknya selisih amortisasi komersial diatas amortisasi fiskal sebesar Rp.40.000.000,- selama 5 tahun merupakan penyesuaian fiskal positif. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dapat dibebankan sekaligus pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai masa manfaat yang ditetapkan, apabila secara komersial diamortisasi selama 10 tahun, secara fiskal dapat dimasukkan kelompok 2. Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang sesuai Pasal 6 ayat 1 huruf b UU. No.17 Tahun 2000 tidak berubah pada UU. No.36 Tahun 2008, dikapitalisasi dibukukan dalam akun “Biaya Sebelum Operasi”, | P a g e 110 Pre Operating Expenses kemudian diamortisasi sesuai masa manfaat yang ditentukan. Pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dibidang penambangan minyak dan gas bumi migas, diamortisasi dengan metode satuan produksi; apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, maka sisa pengeluaran diamortisasi sekaligus pada akhir masa produksi. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, Hak Penguasaan Hutan HPH, hak pengusahaan hasil alam lainnya, hak pengusahaan hasil laut, diamortisasi dengan metode satuan produksi dengan jumlah paling tinggi 20 dua puluh persen setahun. Contoh: PT. Meranti Jaya pada akhir tahun 2000 mendapat HPH di Kalimantan Tengah dengan biaya sebesar Rp.10.000.000.000,- dengan taksiran produksi 100.000 ton kayu, mulai produksi komersial tahun 2001. Tabel 4.5 Data produksi dan amortisasi HPH Tahun Produksi Amortisasi HPH 2001 2002 2003 2004 2005 10.000 ton 25.000 ton 30.000 ton 22.500 ton 22.500 ton 10 = Rp.1.000.000.000,- 20 = Rp.2.000.000.000,- 20 = Rp.2.000.000.000,- 20 = Rp.2.000.000.000,- Habis Rp.10.000.000.000,- Realisasi penebangan lebih 10.000 ton dari perkiraan. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak penambangan migas dan bahan migas, nilai sisa bukunya dibebankan sebagai kerugian dan jumlah penggantian yang diterima merupakan objek PPh-tidak final. Contoh: PT. XYZ mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan migas di Kalimantan Timur sebesar Rp.10.000.000.000,-, taksiran jumlah kandungan minyak sebanyak 2.000.000.000 barel; setelah produksi 120.000.000 barel 60, hak penambangan tersebut dijual laku Rp. 5.500.000.000,- | P a g e 111 Harga Perolehan Hak Penambangan Rp.10.000.000.000,- Amortisasi yang telah dilakukan 6.000.000.000,- Nilai Sisa Buku Hak Penambangan Rp. 4.000.000.000,- Harga Jual 5.500.000.000,- Keuntungan Pengalihan Hak Rp. 1.500.000.000,- Pembayaran Sewa yang dilakukan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun, pembebanan biaya fiskal dapat dilakukan seperti pembebanan biaya komersial. Contoh: Pada tanggal 1 Juli 2007 dibayar sewa bangunan kantor untuk jangka waktu tiga tahun sampai dengan tanggal 30 Juni 2010 sebesar Rp.90.000.000,- Biaya sewa Bangunan Komersial = Fiskal - Tahun 2007 Rp.15.000.000,- - Tahun 2008 30.000.000,- - Tahun 2009 30.000.000,- - Tahun 2010 15.000.000,- Surat Direktur Jenderal Pajak No.S-248PJ.621988, tanggal 25 Agustus 1988. Goodwill adalah harta tidak berwujud dari suatu perusahaan yang nilainya didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan; baru dibukukan apabila ada realisasi dalam bentuk pemindahtanganan perusahaan yang bersangkutan kepada pihak lain, sepanjang tidak ada pemindahtanganan perusahaan tidak ada Goodwill. Harga perolehan Goodwill dapat diamortisasi, masuk kelompok 3; pada Pasal 11A ayat 1 UU. No.36 Tahun 2008 goodwill atau muhibah dapat diamortisasi. Contoh: Nilai Buku Fiskal PT. Mustika Jaya setelah revaluasi per 31 Desember 2006 sebesar Rp.80.000.000.000,-, diambil alih merger oleh PT. Abadi Sukma tanggal 2 Januari 2007 seharga Rp.85.000.000.000,-. Bagi PT. Abadi Sukma, timbul Goodwill sebesar Rp.5.000.000.000,- yang dapat dilakukan amortisasi dalam kelompok 3. Pasal 4 ayat 1 huruf d angka 5 UU. No.36 Tahun 2008 merupakan objek PPh adalah keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. | P a g e 112 Penjelasan: Dalam hal WP pemilik hak penambangan mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada WP lain, keuntungan yang diperoleh merupakan objek pajak PPh. Pengertian harta berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun lebih luas dibanding pengertian aktiva tetap menurut akuntansi, namun dalam prakteknya sama yaitu Aktiva tetap. Terdapat perbedaan mengenai Aktiva Tetap yang dapat disusutkan dan yang tidak disusutkan, tanah HGU, HGB, hak pakai secara akuntansi dapat disusutkan berbeda dengan fiskal yang tidak dapat disusutkan. Aktiva tetap yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan objek PPh atau dikenai PPh Final; dilakukan penyusutan fiskal tapi tidak dapat dibiayakan berbeda dengan akuntansi diakui sebagai biaya. Aktiva tetap yang dapat disusutkan, apabila harga perolehannya sama antara akuntansi dan fiskal, perbedaan penyusutan komersial dan penyusutan fiskal merupakan beda waktu karena beda metode atau beda masa manfaatnya. RANGKUMAN LATIHAN PT. CAHAYA BINTANG : Akuntansi : Metode penyusutan garis lurus tanpa nilai residu. PPh : Metode penyusutan saldo menurun. Pada tanggal 5 Oktober 2003 membeli 5 lima buah kendaraan seharga Rp.90.000.000,- per buah taksiran umur enam tahun termasuk kelompok dua. Tidak ada tambahan penguranganpengalihan serta biaya yang dikapitalisasi s.d. akhir tahun 2008. | P a g e 113 Kejadian tahun 2009 : 1. Pada awal tahun 2009 tanggal 5 Januari 2009, sebuah kendaraan mengalami kecelakaan dan tidak mendapat penggantian asuransi, dijual laku Rp.1.000.000,-. 2. Pada tanggal 1 Maret 2009, dua buah kendaraan dijual tunai laku Rp.100.000.000,- Untuk dua buah kendaraan. Diminta : 1. Hitung Penyusutan komersial 2003 s.d. 2008 2. Hitung Penyusutan Fiskal 2003 s.d. 2008 3. Hitung rugi-laba komersial atas penarikan harta tahun 2009 4. Hitung rugi-laba fiskal atas penarikan harta tahun 2009 5. Hitung penyusutan komersial dan fiksal tahun 2009 6. Buat perbandingan antara penyusutan komersial dan pnyusutan fiskal serta rugi-laba penarikan atau penjualan kend. Dari th 2003 s.d. 2009 yang membuktikan bahwa selisihnya merupakan beda waktu. | P a g e 114 BAB REKONSILIASI LABA RUGI FISKAL

A. Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal dan Equalisasi dengan Pemotongan PPh Pihak Lain dan PPN.

Rekonsiliasi laba rugi fiskal adalah melakukan penyesuaian atau koreksi fiskal laba rugi komersial menjadi laba rugi fiskal sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh terutama WP Badan, dalam bahan ajar ini difokuskan pada Perseroan Terbatas PT. Equalisasi adalah melakukan perbandingan antara laba rugi yang dilaporkan dalam SPT PPh dengan SPT Masa PPN, SPT Masa PPh Pasal 2126, SPT. Masa PPh Pasal 26 dan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2. Laporan Laba - Rugi Komersial dilaporkan dalam Lampiran I dan lampiran II SPT Tahunan PPh WP Badan tidak ada perubahan dibanding tahun 2008. Lampiran I SPT Tahunan PPh Badan: 1. Penghasilan Neto Komersial Dalam Negeri. a. Peredaran Usaha. b. Harga Pokok Penjualan. c. Biaya Usaha Lainnya. d. Penghasilan Neto dari usaha 1a-1b-1c. e. Penghasilan dari Luar Usaha. f. Biaya dari Luar Usaha. g. Penghasilan Neto dari Luar Usaha 1c-1f. 5 Tujuan Instruksional Khusus. Mahasiswa memahami, mampu menjelaskan dan menyusun Rekonsiliasi Laba Rugi Fiskal WP yang menyelenggarakan pembukuan serta melakukan equalisasi dengan kewajiban WP memotong PPh Pihak Lain atau kewajiban di bidang Pajak Pertambahan Nilai. | P a g e 115 h. Jumlah 1d+1g. 2. Penghasilan Neto Komersial Luar Negeri. 3. Jumlah Penghasilan Neto Komersial 1h+2. 4. Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan yang tidak termasuk objek pajak, berdasarkan Pasal 4 ayat 2 dan 3 dan Pasal 15 UU PPh 1984. 5. Penyesuaian Fiskal Positif, berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 11 UU PPh 1984 6. Penyesuaian Fiskal Negatif, berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 11 UU PPh 1984 7. Fasilitas Penanaman Modal berupa pengurangan penghasilan neto, berdasarkan Pasal 31A UU PPh 1984. 8. Penghasilan Neto Fiskal 3-4+5-6-7. Penghasilan yang merupakan objek PPh tidak final, objek PPh Final dan bukan objek PPh serta biaya yang dapat dikurangkan dan yang tidak dapat dikurangkan telah dibahas dalam Bab 3; Kewajiban memotong PPh Pihak lain dan PPN telah dibahas dalam Bab 2. Bab ini membahas peraturan perundang-undangan perpajakan dan studi kasus rekonsiliasi laba rugi fiskal.

1. Penyesuaian fiskal positif berdasarkan UU PPh 1984.

a. Biaya yang dibebankandikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu atau anggota, berdasarkan Pasal 9 1a, b, c, d. b. Pembentukanpemupukan dana cadangan, berdasarkan Pasal 9 1c. c. Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, berdasarkan Pasal 9 1e. d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang sahampihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan, berdasarkan Pasal 9 1f. e. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, berdasarkan Pasal 9 1g. f. Pajak penghasilan, berdasarkan Pasal 9 1h. g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau CV yang modalnya tidak terbagi atas saham, berdasarkan Pasal 9 1j. h. Sanksi administrasi, berdasarkan Pasal 9 1k. i. Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal, berdasarkan Pasal 11. j. Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal, berdasarkan Pasal 11.