Paradigma dan Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Paradigma dan Metode Penelitian

Penelitian terhadap novel Hindia Belanda ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut Guba dan Yvonna S. Lincoln 2009:135-137, paradigma konstruktivisme dibangun oleh dasar ontologi yang relativis sehingga realitas dikonstruksikan secara lokal dan spesifik. Sebaliknya, dasar epistemologi konstruktivisme adalah transaksionalsubjektivitas di mana peneliti dan objek penelitian dianggap terhubung secara timbal-balik sehingga temuan penelitian tercipta secara literal seiring berjalannya proses penelitian. Dengan demikian, paradigma konstruktivisme menganggap penting semua data dan setiap data berhubungan dengan sesuatu di dunia nyata. Paradigma konstruktivisme ini dijelaskan oleh Schwandt 2009:157 berikut ini. Apa yang dipertaruhkan oleh kalangan konstruksionis adalah sistem-sistem representasi, praktik-praktik sosial dan material, aturan-aturan diskursus, dan efek-efek ideologis. Singkatnya, yang paling utama, kalangan konstruksionis menekuni produksi dan pengorganisasian perbedaan-perbedaan, dan oleh karena itu mereka menolak pandangan bahwa segala jenis yang esensial atau natural mendahului proses determinasi sosial. Untuk mengonstruksikan realitas dalam novel, penelitian ini menggunakan metode hermeunetika historis dan metode deskripsi. Metode hermeneutika mengutamakan ketepatan memahami bahasa teks dalam koteks penafsir dan konteks historis pemakai bahasa tersebut. Di dalam hal ini, novel sebagai genre sastra yang menggunakan bahasa menjadi sumber data penafsiran kehidupan dengan medium 75 Universitas Sumatera Utara bahasa. Ratna 2004:45 mengatakan bahwa, “Karya sastra perlu ditafsirkan sebab di satu pihak karya sastra terdiri atas bahasa, di pihak lain, di dalam bahasa sangat banyak makna yang tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan.” Sehubungan dengan pendapat Ratna, Gadamer 2004:274-275 mengatakan bahwa, “Tesis kita adalah bahwa hermeneutika historis juga mempunyai tugas aplikasi untuk melaksanakan, karena ia juga memberikan kesahihan makna, di mana ia secara eksplisit dan secara sadar menjembatani jurang pemisah waktu yang memisahkan penafsir dari teks dan mengatasi alienasi makna yang dialami teks.” 6 Paradigma konstruktivisme penelitian ini, di samping menggunakan metode hermeneutika juga menggunakan metode deskriptif. Penggunaan metode deskriptif tidak semata-mata untuk mendeskripsikan realitas fiksi dan realitas historis, melainkan juga untuk menempatkan peneliti dan objek penelitian dalam posisi yang objektif. Menurut L.R. Gay dalam Sevilla, 2006:71, “Penelitian deskriptif menentukan dan melaporkan keadaan sekarang. Seperti penelitian sejarah tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol hal-hal yang telah terjadi, demikian pula penelitian deskriptif tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol hal-hal yang sementara terjadi, dan hanya dapat mengukur apa yang ada exists.” Oleh karena itu, M.W. Robert Travers dalam Sevilla, 2006:71 menegaskan bahwa, “Tujuan utama kita dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu 6 Proses penafsiran teks berdasarkan pendekatan hermeneutika historis dapat dipahami dari bagan yang ditulis oleh Maulidin 2003 dalam “Sketsa Hermeneutika” yang diterbitkan Gerbang Rahardjo, 2008:93. Bagan ini menempatkan penafsir dan teks dalam jarak estetis di mana penafsir harus membekali diri dengan tradisi, kepentingan praktis, bahasa, dan kultur yang relevan dengan teks yang akan dipahamai kebenarannya dalam konteks kekinian dan konteks historisnya. Bagan ini dijadikan model pendekatan pada tesis Rosliani, ibid., pp. 29-30. Universitas Sumatera Utara keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.” Metode deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik dan metode deskriptif komparatif. Menurut Ratna 2004:35, metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Sebaliknya, metode deskriptif komparatif dilakukan dengan cara menguraikan dan membandingkan fakta-fakta kehidupan masyarakat Hindia Belanda sebagai suatu realitas fiksi dan realitas historis. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini dilaksanakan dalam paradigma konstruktivisme dengan metode hermeneutika dan deskriptif. Metode hermeneutika yang dipilih adalah hermeneutika historis untuk menafsirkan kehidupan dan peradaban manusia dalam novel Hindia Belanda. Sebaliknya, metode deskriptif yang dipilih adalah deskriptif analitik dan deskriptif komparatif. Deskriptif analitik akan digunakan untuk menganalisis realitas fiksi dan realitas historis dalam novel Hindia Belanda. Sebaliknya, metode deskriptif komparatif akan digunakan untuk membandingkan realitas fiksi dengan realitas historis. Dengan demikian, tindakan dan kejadian dalam novel sumber data penelitian tidak hanya bergantung pada teks semata-mata melainkan juga pada konteks historis novel Hindia Belanda.

3.2 Kerangka Berpikir