disampaikan Pengawas pada Havelaar bahwa Residen telah menjalin kesepakatan dengan Regen untuk melawan Havelaar. Gubernur Jenderal menyesalkan sikap
Havelaar yang melanggar kesopanan di Hindia Belanda. Bahkan, Residen Banten mendapat penghargaan sedangkan Havelaar diberhentikan sebagai Asisten Residen
Lebak dan dipindahkan ke Ngawi sebagai tugas percobaan. Pengawas dan Komandan yang bersimpati pada Havelaar mengutuk peristiwa itu atas nama Kristus.
Penyelesaian konflik novel MH karya Multatuli ditandai oleh surat-menyurat Havelaar dengan Gubernur Jenderal berakhir dengan penolakan Gubernur Jenderal
maupun pejabat di bawahnya untuk bertemu dengan Havelaar. Bahkan, Gubernur Jenderal yang baru yang dikenalnya pun tidak mau bertemu dengannya, tidak ingin
terlibat dengan persoalan yang mempermalukan Regen, Residen, dan para pejabat publik. Di tengah kemiskinan inilah muncul Pria Berselendang beserta istri dan
anaknya yang tidak lain adalah Multatuli, memberi izin pada Droogstoppel, Stern, dan Frits untuk menuliskan masyarakat dan pejabat Hindia Belanda, masyarakat
Belanda, serta obsesinya terhadap pemerintahan yang bersih.
4.2.1.1.2 Struktur Fisik, Ras, dan Relasi Gender
Novel MH karya Multatuli memiliki tokoh utama berjenis kelamin laki-laki bernama Max Havelaar. Tokoh utama ini didampingi oleh perempuan yang menjadi
istrinya, Tina. Havelaar dan Tina berstatus kebangsaan Belanda. Kedua tokoh cerita ini muncul dalam struktur ruang dan waktu masa lalu, yakni Hindia Belanda.
Meskipun Havelaar menjadi tokoh cerita dalam struktur ruang dan waktu masa lalu,
Universitas Sumatera Utara
tetapi tindakan dan kejadian pada masa kekinian berkaitan erat dengan kehidupannya. Hal ini disebabkan oleh tindakan Pria Berselendang yang menyerahkan dokumen
pribadinya dalam parsel kepada Droogstoppel untuk ditulis dan dipublikasikan. Droogstoppel yang berprofesi sebagai makelar kopi dan bukan pengarang pun
terambivalesi sehingga bersepakat dengan Stern untuk menuliskan isi parsel dan dengan Frits sebagai editornya. Bahkan, Pria Berselendang merestui kesepakatan
Droogstoppel dengan Stern dan Frits dengan bukti Pria Berselendang mendatangi Stern untuk menjelaskan isi parsel yang mereka tulis. Droogstoppel berstatus
kebangsaan Belanda, Stern berkebangsaan Jerman, dan Frits adalah putra Droogstoppel yang berkebangsaan Belanda.
Droogstoppel yang ditampilkan pengarang pada awal cerita dan tampil secara sporadis hingga menjelang akhir cerita adalah profil pria Belanda yang
mementingkan kebenaran, akal sehat, dan kebaikan moral. “Kebenaran dan akal sehat –itu yang saya maksud, dan saya teguh terhadap itu.” MH:12 Prinsip hidup
Droogstoppel ini dilandasi oleh kekristenan, sehingga bisnis kopi dan relasi gender dalam hidupnya selalu dikaitkan dengan kutbah pendeta atau ajaran Kristen yang
terdapat dalam Kitab Injil. Ajaran Kristen ini dirumuskan oleh Droogstoppel dalam frase kebohongan dan kebaikan moral, sebagaimana dideskripsikan Multatuli dalam
kutipan berikut ini. Dan kemudian, bisnis tentang kebaikan moral ini mendapat imbalan Oh, oh,
oh Saya telah menjadi makelar kopi selama tujuh belas tahun -37 Lauriegrscht- jadi saya telah melihat cukup banyak dalam waktu itu; namun
saya tidak dapat menahan diri untuk menjadi sangat terganggu jika saya melihat kebenaran Tuhan yang sangat berharga dirusak dengan cara
Universitas Sumatera Utara
memalukan. Kebaikan mendapat imbalan? Jika itu ada, bukankah itu membuat kebaikan moral menjadi sebuah artikel perdagangan? Segala sesuatu
tidak seperti demikian di dunia, dan adalah baik jika tidak begitu. Jasa apa yang ada dalam kebaikan moral, jika kebaikan moral itu diberi imbalan? Jadi
mengapa orang-orang harus menemukan kebohongan buruk seperti itu? MH:17-18
Prinsip Droogstoppel yang menjalani hidup atas dasar moralitas penganut
agama Kristen telah mendapat ujian dalam masa kecilnya. Pada masa itu, Droogstoppel melarikan diri dari masalah yang menimpa dirinya dan membiarkan
masalahnya menimpa Pria Berselendang yang justru menolongnya membebaskan diri dari masalahnya. Tindakan Droogstoppel ini tidak sesuai dengan prinsip hidupnya
yang mengutamakan kebenaran, akal sehat, dan kebaikan moral atas dasar kekristenan.
Kejadian yang menimpa Droogstoppel dan memunculkan tindakan Pria Berselendang selama periode cerita berlangsung di Amsterdam. Tindakan Pria
Berselendang itu terjadi sewaktu mereka masih muda dan bersekolah di tempat yang sama, Amsterdam. Waktu itu, Pria Berselendang telah menyelamatkan Droogstoppel
dari amukan orang Yunani yang tidak suka gadis Yunani diganggu oleh pemuda Belanda di Amsterdam. Hal ini diakui oleh Droogstoppel, “Tidak, kejadiannya terjadi
di sini di Amsterdam, saat dia membuat hidung orang Yunani itu berdarah, menurut pendapat saya, karena dia selalu mencampuri suatu hal yang tidak berhubungan
dengannya.” MH:25 Pada kejadian ini, Multatuli menempatkan Pria Berselendang sebagai orang yang selalu mencampuri urusan orang lain sedangkan Droogstoppel
sebagai orang yang tidak berterima kasih karena membiarkan orang Yunani
Universitas Sumatera Utara
memukuli Pria Berselendang. Padahal, Pria Berselendang ketika itu baru berusia 13 tahun, masih kecil tetapi telah memperlihatkan karakter seorang pemimpin yang
melindungi orang lain. Hal ini dapat diidentifikasi dari kutipan kejadian berikut ini. Itu yang saya kira. Tapi, mengagetkan Tiba-tiba Pria Berselendang menyerbu
masuk ke kios melalui pintu belakang. Dia tidak tinggi ataupun kuat, dan baru berusia sekitar tiga belas tahun, namun dia tangkas, bocah kecil yang
pemberani. Saya masih dapat melihat matanya berkilat –biasanya suram- dia melayangkan sebuah tinjuan ke orang Yunani itu, dan saya selamat.
Kemudian, saya mendengar orang Yunani itu memukuli dia, namun karena sudah menjadi prinsip pasti bagi saya untuk tidak pernah ikut campur atas hal
yang tidak ada hubungannya dengan saya, saya langsung melarikan diri. Maka saya tidak melihatnya. MH:28
Profil Pria Berselendang menjadi semakin jelas. Pria Berselendang adalah teman sekolah dan teman sepermainan Droogstoppel waktu kecil. Pria itulah yang
sekarang bertemu dengannya kembali di Amsterdam dalam suasana yang berbeda. Droogstoppel menjadi pengusaha kopi sedangkan Pria Berselendang menjadi
pengangguran, mantan pejabat tinggi Hindia Belanda. Bahkan, prototipe temannya yang kecil tetapi tangkas dan matanya yang berkilat itu tidak ditemukan lagi karena
pria itu dalam kondisi tidak sehat, pucat, dan miskin. Bahkan, pria itu tidak memiliki jam tangan yang biasa mengingatkan lelaki pada waktu. Di dalam novel
dideskripsikan, “Dia sangat pucat, dan ketika saya bertanya pukul berapa saat ini, dia tidak tahu.” MH:29 Kondisi Pria Berselendang yang memperihatinkan itu dapat
diidentifikasi pula dalam deskripsi berikut ini. Namun saya terus mengingat bahwa, dia tidak tahu waktu, dan saya juga
menyadari bahwa jaket gembelnya dikancingkan hingga ke dagu –yang merupakan pertanda buruk- maka saya menjaga nada percakapan kami agar
sedikit tidak terpengaruh. Dia memberitahu saya bahwa dia baru dari Hindia Timur, bahwa dia menikah, dia telah memiliki anak. MH:29
Universitas Sumatera Utara
Droogstoppel melacak keberadaan Pria Berselendang hingga menemukan tempat tinggalnya. Setelah bertemu dengan keluarga dan tetangga Pria Berselendang
barulah Droogstoppel yakin dengan isi parselnya. Pria Berselendang itu ternyata pernah bekerja sebagai pejabat tinggi di Hindia Timur Hindia Belanda dan Brussels,
Belgia. Akan tetapi, karakter masa kecil yang suka mencampuri urusan orang lain yang tidak berhubungan dengannya telah menyulitkan posisinya dalam bekerja. Di
dua tempat itu, Pria Berselendang diberhentikan dari pekerjaannya, dipecat. Saya bertanya mengapa Pria Berselendang tidak datang ke rumah saya untuk
parselnya. Dia tampaknya mengetahui hal itu, dia berkata bahwa mereka baru pergi jauh, ke Brussels. Di sana dia bekerja untuk Independence, namun dia
tidak bisa tinggal di sana karena artikelnya sering menyebabkan korannya dikembalikan di perbatasan Prancis. Mereka kembali ke Amsterdam beberapa
hari sebelumnya, karena Pria Berselendang akan memperoleh pekerjaan di sini. MH:65
Di samping hubungan Droogstoppel dengan Pria Berselendang, Droogstoppel
berhubungan dengan Stern, Frits, dan Marie. Stern adalah kolega Droogstoppel dalam bisnis kopi di Jerman yang kemudian tinggal dan bekerja di badan usahanya di
Amsterdam. Sebaliknya, Frits dan Marie adalah putra-putri Droogstoppel yang bertugas membantu menuliskan isi parsel Pria Berselendang. Keempat orang ini
bersepakat berbagi kerja untuk menuliskan isi parsel Pria Berselendang. Di sinilah Droogstoppel mengalami ambivalensi dari profesi kemakelaran kopi yang tidak mau
menjadi pengarang akhirnya terpengaruh menjadi pengarang. Akan tetapi, dia tetap tidak mau mencantumkan namanya di sampul depan buku tersebut. Kesepakatan
kerja sama terlihat dalam nota kesepahaman yang mereka buat berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Nota Kesepahaman Penulisan Novel
8
1. Bahwa Stern harus menghasilkan beberapa bab untuk buku saya tiap minggu;
2. Bahwa saya tidak boleh mengubah apa pun yang ditulis;
3. Bahwa Frits akan mengoreksi tata bahasanya;
4. Bahwa saya harus diberi hak untuk menulis satu bab tersendiri dari waktu ke
waktu, untuk memberikan kesan terhormat; 5.
Bahwa ini harus dinamakan: “Pelelangan Kopi oleh Perusahaan Dagang Belanda”;
6. Bahwa Marie harus membuat salinan yang bersih dan bagus untuk mesin
pencetak, namun kami harus bersabar dengannya pada hari di mana cucian tiba di rumah;
7. Bahwa tiap bab yang telah selesai harus dibaca dengan lantang tiap minggu di
pesta; 8.
Bahwa segala hal tak bermoral harus dihindarkan; 9.
Bahwa nama saya tidak boleh muncul di halaman judul, karena saya adalah makelar;
10. Bahwa Stern harus diberi kuasa untuk menerbitkan terjemahan buku saya
dalam bahasa Jerman, Prancis dan Inggris, -karena dia bersikeras- karya seperti ini lebih baik dipahami oleh negara-negara asing dibandingkan oleh
negara kita;
11. Stern meminta dengan tegas mengenai ini Bahwa saya harus mengirimkan
satu rim kertas, satu gros ± 12 lusin pena, dan sebotol tinta pada Pria Berselendang.
Nota kesepahaman yang dibuat oleh Droogstoppel memberi indikasi keseriusan Droogstoppel untuk membuat buku tentang isi parsel Pria Berselendang.
Bahkan, Droogstoppel mau mencantumkan butir perjanjian tentang kesediaannya mengirim kertas, pena, dan tinta kepada Pria Berselendang dengan maksud Pria
Berselendang dapat menuliskan informasi tentang Hindia Belanda, terutama berkaitan
8
Multatuli, ibid., p. 61. Judul “Nota Kesepahaman Penulisan Novel’ berasal dari peneliti. Penulisan judul ini didasarkan pada penjelasan Multatuli sebelum dan setelah uraian butir kesepakatan yang
dijadikan pedoman dalam penulisan novel. Pada novel, sebelum penguraian kesebelas butir kesepakatan tersebut ditulis, “Maka kami setuju:” dan setelah butir 11 tertulis, “Saya mengizinkan
semuanya, karena buku saya sangat mendesak.”
Universitas Sumatera Utara
dengan kopi sebagai barang dagangan utamanya. Keseriusan Droogstoppel tidak disia-siakan oleh Stern, Frits, dan Marie sehingga menarik perhatian Pria
Berselendang untuk datang menemui mereka. Pertemuan mereka dengan Pria Berselendang membuat mereka memahami dengan baik siapa sebenarnya Pria
Berselendang itu. Pria Berselendang yang dipecat dari pekerjaannya di Hindia Belanda bernama Max Havelaar. Struktur tubuh Havelaar terdeskripsi dalam kejadian
berikut ini. Havelaar adalah seorang pria berusia tiga puluh lima tahun. Tubuhnya
langsing dan gerakannya cekatan. Tak ada yang luar biasa dari penampilannya kecuali bagian atas bibirnya yang pendek dan suka bergerak-gerak, dan mata
besarnya yang berwarna biru pucat, yang tampak seperti melamun jika dia sedang dalam perasaan tanang, namun menembakkan api jika dia menemukan
sebuah ide bagus. Rambutnya lurus tergerai panjang dan lembut di pelipisnya, dan saya sangat memahami bahwa bagi orang yang baru pertama kali
melihatnya akan memperoleh kesan bahwa mereka berhadapan dengan salah satu orang di bumi baik di kepala dan di jiwanya. MH:101
Sebelum mereka bertemu dengan Pria Berselendang, Droogstoppel telah bertemu dengan Ny. Havelaar, Tina. Dari pertemuan itu, Droogstoppel mengetahui
bahwa Ny. Havelaar merupakan wanita yang tidak cantik secara fisik tetapi memiliki karakter yang menyenangkan dan dapat bergaul dengan kelas sosial yang lebih tinggi
maupun lebih rendah. Hal ini dapat diidentifikasi dari kejadian berikut ini. Bagaimanapun, karena saya telah memulai menerangkan, saya beritahu Anda
bahwa Ny. Havelaar tidak cantik, namun caranya memandang dan berbicara memiliki sesuatu yang sangat menyenangkan, dan dengan sikapnya yang
santai tanpa batasan dia memberikan bukti tepat tentang masuk ke masyarakat dan berhubungan dengan kelas sosial tertinggi. Dia tidak memiliki sikap
sopan santun kelas menengah yang kaku dan tidak menyenangkan, yang mana bayangan itu akan terganggu sendiri dan menambah sebuah kejengahan
dengan sudut pandang memberi “perbedaan sikap”; karena dia telah menikah,
Universitas Sumatera Utara
namun sedikit bergengsi demi tampilan luar yang tampaknya memiliki nilai bagi beberapa wanita lain. MH:100
Tina sebagai istri Havelaar telah kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil
dan hidup menumpang di rumah keluarga orang tuanya. Di tengah kemiskinan Tina, Havelaar menemukan surat dan memo yang menunjukkan keluarga istrinya adalah
orang kaya. Bahkan, buyutnya adalah kapten kavaleri di kesatuan Duke of York dan kakeknya hidup sangat makmur di Switzerland. Riwayat keluarga mereka yang kaya
tidak mengubah kesederhanaan Tina dan Havelaar. Struktur tubuh dan ras tokoh cerita MH memberi dasar relasi gender, baik
dalam kehidupan Droogstoppel maupun Havelaar yang juga tampil sebagai Pria Berselendang. Droogstoppel tampil sebagai pria Belanda yang menempatkan relasi
gender dalam moralitas Kristen, terutama dalam tindakan yang menimbulkan pandangan tidak bermoral, seperti tindakan Frits mencium Betsy Resemeyer. Hal ini
terungkap dalam tindakan Droogstoppel menasihati Frits berikut ini. “Frits, aku tidak senang dengan sikapmu Aku selalu menunjukkan jalan yang
benar padamu, namun kau telah menyimpang dari itu. Kau angkuh dan membosankan, kau menulis syair, dan kau telah memberi sebuah ciuman pada
Betsy Rosemeyer. Takut pada Tuhan adalah awal dari kebijaksanaan, maka kau tidak boleh mencium Rosemeyer, dan kau tidak boleh angkuh. Tindakan
amoral mengantarkan kita menuju neraka, anakku. Bacalah Injil, dan sadari bahwa Pria Berselendang Dia telah meninggalkan jalan Tuhan; sekarang dia
miskin, dan tinggal di loteng yang menyedihkan... lihat, semua itu adalah akibat dari tindakan amoral dan asusila” MH:161-162
Bahkan, Droogstoppel mengutip isi Injil untuk memperkuat nasihatnya,
sebagaimana dideskripsikan pengarang berikut ini, “Itulah cara saya menasihatinya; dan saya yakin telah memengaruhinya, khususnya seperti Parson Blatherer yang
Universitas Sumatera Utara
memilih subjek pembicaraannya: ‘Kasih Tuhan, dinyatakan melalui kemarahan-Nya pada yang tidak percaya’, berdasarkan teguran Samuel pada Saul: I Sam. XV: 33.”
MH:163 Kebiasaan Droogstoppel mengaitkan apa yang dilakukannya dengan ajaran Kristen memiliki latar belakang pendidikan keluarga di mana orang tua Droogstoppel
menginginkan anaknya menjadi pendeta. Alih-alih menjadi pendeta sekarang menjadi makelar kopi dan menghadapi tantangan menjadi penulis.
Kedekatan Droogstoppel dengan ajaran Kristen memiliki relevansi dengan kedekatan Havelaar dalam menjalankan tugas pemerintahan di Hindia Belanda.
Havelaar sebagaimana layaknya pejabat tinggi Hindia Belanda mengucapkan sumpah jabatan atas nama Tuhan. Oleh karena itu, Havelaar berusaha menjalankan tugas
dengan tetap mengingat Tuhan dan menghormati sesama manusia. Benturan relasi gender antara peradaban Belanda dan Hindia Belanda terjadi
sejak awal kedatangan Havelaar di Lebak. Benturan peradaban itu memperlihatkan dominasi gender laki-laki. Hal ini terlihat dalam akhir basa-basi yang dilakukan
penumpang kereta yang membawa Havelaar dan rombongan ke Lebak di mana perempuan mempersilakan laki-laki maka laki-laki pun tampil terlebih dahulu. Hal ini
terlihat dari saling mempersilahkan antara laki-laki dan perempuan dalam dialog sebagai-berikut:
Saat ini saya tidak tahu apakah, di dalam kereta yang berhenti di depan pendopo, ada sesuatu yang menentang “pemutusan kesinambungan”. Namun
jelas dibutuhkan waktu lama bagi apa saja untuk muncul. Konflik kehormatan tampaknya akan muncul. Orang dapat mendengar kata-kata: “Anda duluan,
Ny. Havelaar” dan “Residen” Bagaimanapun, akhirnya seorang pria keluar.... MH:97
Universitas Sumatera Utara
Relasi gender dalam novel MH tidak berhenti sampai ungkapan saling mempersilahkan dalam menghormati martabat perempuan. Hal itu disebabkan novel
ini memperlihatkan kejadian yang kontradiktif antara “laki-laki terhormat” dan “perempuan pendamping laki-laki terhormat”. Peristiwa pertama, Havelaar berposisi
melindungi istrinya sehingga mengulurkan tangannya pada seorang wanita pada saat turun dari kereta. Peristiwa pertama ini diikuti oleh peristiwa kedua di mana Havelaar
bergeming di depan pintu kereta menunggu perempuan tua yang berstatus pembantu rumah tangga turun dari kereta. Kedua peristiwa tersebut dapat diidentifikasi dari
kutipan berikut ini. Dengan sopan dia mengulurkan tangannya pada seorang wanita, untuk
membantu dia turun dari kereta; dan ketika wanita itu telah mengambil seorang anak, bocah laki-laki berambut lurus berusia sekitar tiga tahun, dari
seorang laki-laki yang masih duduk di dalam, mereka memasuki pendopo. Setelah mereka turunlah pria kedua yang baru saja saja diceritakan, dan
orang-orang yang cukup mengetahui Jawa akan menyadari adanya keanehan dari fakta bahwa, dia menunggu di pintu kereta untuk membantu seorang
babu tua Jawa ke luar. Sementara, tiga pembantu lainnya telah melepaskan diri dari lemari kulit mengkilat yang terikat di belakang kereta seperti tiram
muda di punggung ibunya. MH:97-98 Tindakan Havelaar yang tidak membedakan perlakuan laki-laki terhormat
dalam membantu perempuan mengindikasikan Havelaar sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana. Padahal, pembantu yang berusia tua tidak seproduktif pembantu yang
berusia muda sehingga tidak banyak pekerjaan yang dapat dikerjakannya. Bahkan, untuk urusan pengasuhan anak, Ny. Havelaar mengasuh sendiri anak-anaknya.
Kejadian tersebut terekam dalam deskripsi berikut ini. Babu yang dia bantu keluar dari kereta, mewakili semua babu di Hindia
Timur ketika mereka sudah tua. Jika Anda mengenal pelayan sejenis ini, maka
Universitas Sumatera Utara
saya tidak perlu memberitahu seperti apa tampangnya. Dan jika Anda tidak tahu, saya tidak bisa memberitahu. Hanya ada ini yang bisa membedakannya
dengan perawat wanita lain di Hindia... bahwa pekerjaannya sangat sedikit. Karena Ny. Havelaar merupakan teladan dalam mengasuh anak, dan apa saja
yang harus dilakukan untuk atau dengan Max Kecil dia lakukan sendiri, hal yang sangat menakjubkan bagi wanita lain, yang tidak setuju seorang ibu
menjadi “budak bagi anaknya”. MH:107 Cara Havelaar menempatkan perempuan dalam konteks relasi gender yang
bermartabat tidak hanya terjadi di Hindia Belanda melainkan juga di Kerajaan Belanda. Tindakan Havelaar tersebut mendapat dukungan dari Tina, istrinya. Bahkan,
Tina telah mengasosiasikan diri dalam diri Havelaar sehingga dapat memahami kehendak suaminya. Misalnya, ketika Havelaar meminta Tina untuk menghemat
maka Tina menanggapi permintaan itu sebagai peringatan dan bukan untuk mencela. Dukungan istri terhadap tindakan suami yang diperankan oleh Tina bertolak dari
karakter manusia Belanda yang diinginkan oleh Raja Belanda. Hal ini terdeteksi dalam dialog batin Tina menghadapi kondisi keuangan keluarga dalam hubungannya
dengan kehendak menyenangkan orang lain, sebagaimana terjadi dalam kutipan berikut ini.
Ya, dia telah memberikan persetujuan pada suaminya untuk membawa dua wanita miskin, yang tinggal di Nieuwstraat dan belum pernah meninggalkan
Amsterdam dan belum pernah mengalami “darmawasata”, mengelilingi pasar malam di Harleem, pada alasan lucu yang telah dibebankan Raja padanya:
“menyenangkan wanita tua yang hidup dalam kehidupan ideal”. MH:126 Tina yang memiliki garis keturunan orang kaya dan menjadi istri pejabat
tinggi Belanda pun mempertahankan kehormatannya tersebut. Oleh karena itu, Tina mempertanyakan Droogstoppel yang memanggilnya Juffrouw sewaktu akan bertemu
dengan suaminya yang menyamar sebagai Pria Berselendang. Di Belanda, Juffrouw
Universitas Sumatera Utara
merupakan istilah yang ditujukan pada semua wanita pekerja dan dari kelas menengah yang bermakna “Nona”, tidak peduli apakah mereka masih lajang atau
telah menikah. Di samping istilah Juffrouw terdapat istilah Mevrouw yang bermakna “Nyonya” untuk mereka yang menikahi orang kaya.
Penggunaan istilah Juffrouw dalam relasi gender Droogstoppel dengan Tina mendapat kritik tajam dari anaknya, Max Kecil. Kecerdasan dan sikap kritis dalam
menempatkan diri yang mengalir dari orang tua membuat Max Kecil menginginkan perlakuan yang sama dari Droogstoppel, meskipun orang tuanya tidak menjadi
Asisten Residen lagi. Bahkan, pada saat itu bertempat tinggal di kawasan orang-orang miskin di Amsterdam. Sikap kritis Max Kecil terdapat dalam kejadian berikut ini.
“Tuan, mengapa kau memanggil Mama “Juffrouw”?” “Apa maksudmu, bocah?” kata saya. “Saya harus memanggil dia apa?”
“Mengapa... sama dengan panggilan orang-orang lainnya Wanita di bawah tanggal adalah “Juffrouw”, dia menjual cangkir dan cawan.”
[...] Setiap orang harus tahu posisinya, dan terlebih lagi, baru kemarin juru sita telah mengambil semua barang yang berharga. Maka saya berpendapat bahwa
“Juffrouw” saya cukup benar, dan tetap bertahan pada itu. MH:65 Sikap kritis Max Kecil memberi indikasi bahwa relasi gender dalam novel
MH terjadi pada semua golongan. Havelaar sekeluarga menempatkan relasi gender secara bermartabat dengan menghapus sekat-sekat yang menghalangi relasi gender
“orang-orang terhormat” dan “pembantu orang-orang terhormat”. Di dalam novel MH, orang-orang terhormat adalah elite birokrasi pemerintahan dan para bangsawan
sedangkan pembantu orang-orang terhormat adalah babu dan masyarakat petani yang wajib membayar pajak meski tidak memiliki kemampuan untuk itu.
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.1.3 Struktur Ruang dan Waktu