BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil pendeskripsian dan penganalisisan terhadap novel MH karya Multatuli, BNdKK karya M.H. Szekely-Lulofs, MB karya Suwarsih Djojopuspito, dan
Oe karya Hella S. Haasse dapat disimpulkan hal-hal berikut ini. 1
Struktur penceritaan novel Hindia Belanda, seperti struktur alur, struktur ruang dan waktu, struktur fisik, ras, dan relasi gender, serta struktur transmisi narasi
menggabungkan realitas fiksi dan realitas historis kehidupan bangsa yang terjajah dan bangsa yang menjajah di Hindia Belanda. Penggabungan didasarkan pada
pengalaman hidup pengarang dalam relasi bangsa penjajah dan bangsa terjajah, baik berupa pemindahan realitas historis ke dalam realitas fiksi maupun
penyamaran nama pelaku dan tempat kejadian pada realitas historis di dalam realitas fiksi.
2 Mimikri berwujud bentuk-bentuk peniruan atau penyesuaian etika dan kategori
ideal dalam realitas fiksi novel Hindia Belanda berpusat pada peniruan gaya berbicara dan berperilaku, baik dalam kepribadian bangsa penjajah maupun
bangsa terjajah. Di dalam proses mimikri terdapat kekuatan local genius menampakkan identitas kultura etnis dalam menghadapi dominasi Barat sehingga
bangsa penjajah sebagai representasi Barat dan bangsa terjajah sebagai representasi Timur sama-sama mengalami proses mimikri, baik secara fisik
maupun psikis.
344
Universitas Sumatera Utara
3 Proses mimikri membentuk ambivalensi kepribadian bangsa yang terjajah
Indonesia dan bangsa yang menjajah Belanda tidak dapat terhindarkan dalam relasi bangsa penjajah dan bangsa terjajah. Dengan kata lain, ambivalensi dapat
terjadi kapan saja dan dengan siapa saja dalam penjajahan Belanda di Indonesia sehingga muncul local genius bangsa terjajah untuk merasa senasib
sepenanggungan dan menguatkan ikatan kekerabatan. Local genius ini menjadi kekuatan yang mencegah sikap ambivalen bangsa terjajah menghadapi
superioritas kekuasaan bangsa penjajah di Indonesia. 4
Hibriditas model dan wujud kepemimpinan dalam sistem pemerintahan Hindia Belanda, terutama model dan wujud kepemimpinan yang dominan untuk
menyelesaikan konflik horizontal dan konflik vertikal memperlihatkan wujud yang nyata dalam elite birokrasi pemerintah dan perkebunan. Di sini, model
kepemimpinan Barat tidak ditolak tetapi dianggap tidak sesuai dan kurang tepat waktu perealisasiannya sehingga menimbulkan ketidakstabilan dalam sistem
pemerintahan Hindia Belanda. Di dalam tegangan pemilihan model kepemimpinan tersebut muncul local genius kepemimpinan yang menempatkan
diri sebagai pusat kosmos yang digali bangsa terjajah dari tradisi masyarakatnya. Konsekuensinya, pemimpin harus menjalankan kepemimpinnya dengan bersih
dan demokratis dengan mempertimbangkan potensi sumber daya manusia dan alam sekitarnya, baik potensi yang bersifat tradisional maupun modern.
5 Hibriditas model dan wujud kepemimpinan memunculkan pola sinkretisme
dengan mengatasnamakan ajaran Kristen bagi elite birokrasi berbangsa Belanda
Universitas Sumatera Utara
dan mempraktikkan ajaran Islam yang berbaur dengan kepercayaan tradisional bagi elite birokrasi berbangsa Indonesia. Pelaksanaan ajaran agama tersebut tetap
mempertimbangkan penggabungan gagasan dan budaya lama yang tidak bertentangan dengan agama dan budaya anutan masyarakat. Dengan demikian,
terdapat keseimbangan hidup bangsa terjajah, baik terhadap sesama manusia maupun terhadap Tuhan yang mahakuasa.
5.2 Saran