dan relasi gender; struktur ruang dan waktu; serta struktur transmisi narasi. Teori struktur naratif yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Seymour
Chatman. 2
Teori poskolonialisme digunakan sebagai teori untuk menjawab rumusan masalah kedua hingga kelima. Oleh karena itu, teori ini mendasari deskripsi dan analisis
data realitas fiksi dan realitas historis yang relevan dengan bentuk dan substansi novel Hindia Belanda. Realitas fiksi berkaitan dengan struktur naratif sedangkan
realitas historis berkaitan dengan peristiwa, waktu, tempat, dan pelaku yang kontekstual dengan realitas fiksi. Berdasarkan realitas tersebut dianalisis mimikri,
ambivalensi, hibriditas, dan sinkretisme dalam relasi bangsa yang terjajah dan bangsa yang menjajah. Teori poskolonialisme yang digunakan adalah teori yang
dikemukakan oleh Edward W. Said dan Homi K. Babbha.
2.3.1 Teori Struktur Naratif
Teori struktur naratif merupakan teori sastra dalam kelompok teori postrukturalisme naratologi. Ratna 2004:252-290 mengelompokkan Seymour
Chatman bersama Genette, Prince, Culler, Barthes, Bakhtin, Hayden, Pratt, Lacan, Foucault, Lyotard, dan Baudrilard sebagai tokoh-tokoh postrukturalisme naratologi.
Secara konseptual, kelompok teori ini masih berkaitan dengan teori strukturalisme yang berkembang sejak Aristoteles mengenalkan analisis struktur tragedi sebagai satu
kesatuan yang utuh. Kemudian, mulai memisahkan bentuk dan substansi serta teks dan wacana. Menurut Ratna 2004:244-245 wacana sebagai cara berkata atau ucapan
Universitas Sumatera Utara
dimanifestasikan dalam keberagaman aktivitas sosial dan berfungsi menyampaikan berbagai informasi dalam suatu teks. Oleh karena itu, teori struktur naratif tidak
hanya memusatkan perhatian pada struktur bentuk narasi saja, melainkan juga pada substansi narasi tersebut dalam kehidupan manusia.
Seymour Chatman pada dasarnya membedakan teorinya sebagain teori postrukturalisme naratologi dengan strukturalisme naratologi pada suara narator
dalam struktur transmisi narasi sebagai model komunikasi pengarang dengan pembacanya. Di dalam hal ini, Chatman 1986:140 menyatakan bahwa gagasan
tentang pesan narasi mengandaikan konsep pengirim: “‘Sender’ is logically implicated by ‘message;’ a sender is by definition built-in: inscribed or immanent in
every message.” Pengirim secara logis terlibat dengan pesan; pengirim tertulis atau imanen dalam setiap pesan. Oleh karena itu, Stam, dkk. 2005:115, menegaskan
bahwa pesan narasi, bagaimanapun, tidak perlu kata, tidak perlu disajikan dalam bentuk verbal. Tidak ada alasan untuk menolak konsep narator sinematik, dalam
pandangannya, hanya karena tidak ada yang mirip dengan suara atau agen yang menyerupai manusia yang memancarkan kalimat kepada pembaca atau pemirsa dan
penonton. Di samping itu, di dalam aplikasi teori struktur naratif terdapat konsep hakikat
teknik flashback dalam kajian strukturalisme dengan menghubungkannya pada siklus kehidupan manusia. Chatman 2009:31 mengutip pendapat Søren Kierkegaard yang
menyatakan bahwa, “Life can only be understood backwards; but must be lived forwards.” Hidup hanya dapat dipahami mundur, tetapi harus dijalani forwards. dan
Universitas Sumatera Utara
pendapat Carlos Fuentes yang menyatakan, “What was yet to come would also be a memory.” Apa yang belum datang akan menjadi kenangan. Dengan demikian, plot
setiap cerita bergerak mundur karena kehidupan manusia yang ditampilkan dalam realitas fiksi didasarkan pada realitas historis kehidupan manusia yang sebenarnya.
Gambar 2.1: Diagram Teori Struktur Naratif
Sejalan dengan perkembangan teori struktur naratif, Ratna 2004:251 menempatkan teori ini sebagai teori postrukturalisme, “Postrukturalisme memandang
betapa pentingnya sejarah dan waktu dalam mempermasalahkan bahasa dalam Tindakan
Kejadian Karakter
Latar Bentuk
= dari Isi
Kejadian Keadaan
Cerita Isi
Substansi = dari
Isi Orang, benda, dsb.,
sebagai praproses oleh kode budaya penulis
Narasi
Substansi = dari
Ungkapan Struktur transmisi narasi
Wacana Ungkapan
Verbal Sinamatis
Balletis Pantomimik
dsb. Subtansi
= dari Ungkapan
Manifestasi
Universitas Sumatera Utara
penggunaannya.” Di sinilah Seymour Chatman, profesor retorika di University of California, Berkeley merumuskan teori struktur naratif dalam kajian fiksi dan film..
Menurut Ratna 2004:241, teori Chatman memandang karya sastra dengan ciri-ciri adanya rangkaian peristiwa, yang di dalamnya terkandung unsur-unsur lain, seperti
tokoh-tokoh, latar, sudut pandang, dan sebagainya. Menurut Chatman 1980:19, struktur tradisional karya sastra ini diformulasikan secara postruktural dengan sebuah
pertanyaan, “What are the necessary components –and only those- of a narrative?” Diagram teori struktur naratif Seymour Chatman menempatkan narasi sebagai
cerita story dan wacana discourse. Berdasarkan diagram 2.1 di atas, baik cerita sebagai isi content narasi maupun wacana sebagai ungkapan expression narasi
memiliki bentuk form dan substansi substance. Menurut Chatman 1980:24, hubungan isi dan ungkapan dengan bentuk dari substansi ditampilkan dalam bentuk
kuardipartiti berikut ini. Expression Content
Media insofar as they can communicate stories. Some
media are semiotic systems in their own right.
Representations of objects actions in real imagined
worlds that can be imitated in anarrative medium, as
filtered through the codes of the author’s society.
Narrative discourse the structure of narrative
transmission consisting of elements shared by narratives
in any medium whatsoever. Narrative story components:
events, existents, and their connections.
Gambar 2.2: Kuardipartiti Bentuk-Subtansi dengan Ungkapan-Isi dalam Teori Struktur Naratif
Substansce
Form
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar 2.2, bentuk form dari isi content narasi adalah komponen cerita narasi, yakni kejadian, keberadaan, dan hubungannya. Hal ini sesuai
dengan diagram 2.1, dinyatakan bahwa kejadian meliputi tindakan dan kejadian sedangkan keadaan meliputi karakter dan latar. Unsur-unsur narasi ini memiliki
hubungan satu sama lain dengan faktor penggerak orang, benda, atau masalah sebagai praproses oleh kode budaya penulis. Faktor penggerak isi cerita inilah yang dalam
teori struktur naratif Chatman disebut substansi dari isi cerita. Hal ini sesuai dengan gambar 2.2 yang menjelaskan bahwa substansi dari isi cerita merupakan representasi
dari objek dan tindakan yang nyata dan dunia yang dapat dibayangkan yang dapat ditiru dalam suatu medium narasi setelah disaring melalui tanda dari masyarakat
penulis. Di dalam konteks kajian poskolonial ini, bentuk dari isi content dan
substansi dari isi cerita dalam konteks analisis novel berposisi sebagai unsur intrinsik dengan tiga unsur pembentuk, yakni plot yang ditentukan oleh tindakan dan kejadian,
karakter yang dapat ditentukan oleh struktur fisik, ras, dan relasi gender, dan latar yang ditentukan oleh struktur ruang-cerita dan waktu-cerita. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Chatman 1980:24-25 berikut ini. The question is not “What does any given story mean?” but rather ”What
does narrative itself or narrativizing, a text mean?” The signifiés or signifieds are exactly three –event, character, and detail of setting; the
signifiants or signifiers are those elements in the narrative statement whatever the medium that can stand for one of these three, thus any kind of
physical or mental action for the first, any person or, indeed, any entity that can be personalized for the second, and any evocation of place for the third.
Pertanyaannya bukan “Apa arti dari cerita tersebut?” melainkan “Apa arti dari narasi itu sendiri atau penarasian suatu teks?” Penanda atau yang
Universitas Sumatera Utara
ditandai terdiri dari tiga –kejadian, sifat, dan gambaran pelataran; penanda merupakan elemen-elemen dalam pernyataan narasi apa pun mediumnya
yang dapat menjadi wakil salah satu dari ketiganya, meskipun itu jenis tindakan fisik atau mental, orang atau, tentu saja, suatu entitas yang dapat
dipersonalkan, yang kedua, dan setiap pembentukan tempat untuk yang ketiga.
Di samping bentuk dari isi dan substansi dari isi sebagai komponen cerita dari
narasi, teori struktur naratif Chatman menempatkan bentuk dari ungkapan dan substansi dari ungkapan sebagai komponen wacana narasi. Gambar 2.2 menjelaskan
bahwa bentuk dari ungkapan merupakan wacana narasi berbentuk struktur transmisi yang terdiri dari elemen-elemen yang dibagi dalam narasi-narasi dalam medium apa
pun. Sebaliknya, substansi dari ungkapan merupakan media yang dapat mengkomunikasikan cerita. Substansi ini pada gambar 2.1 dimanifestasikan dalam
bentuk verbal atau bentuk lain yang relevan dengan narasinya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Chatman 1980:22 berikut ini.
Narrative discourse, tha “how”, in turn divides into two subcomponents, the narrative form itself –the structure of narrative transmission- and its
manifestation- its appearance in a specific materializing medium, verbal, cinematic, balletic, musical, pantomimic, or whatever. Narrative transmission
concerns the relation of time of story to recounting of story, the source or authority for the story: narrative voice, “poin of voew,” and the like.
Naturally, the medium influences the transmission, but it is important for theory to distinguish the two.
Wacana narasi, “bagaimana” membaginya ke dalam dua subkomponen, bentuk narasi itu sendiri –struktur transmisi narasi- dan manifestasinya –
penampilannya dalam suatu medium materialisasi khusus, verbal, sinematis, balletis, musikal, pantomim, atau apa pun itu. Transmisi narasi
memperhatikan hubungan waktu cerita dengan waktu penceritaan, sumber atau otoritas dari cerita: suara narasi, “sudut pandang,” dan kemiripannya.
Pada hakikatnya, medium mempengaruhi transmisi, tetapi hal ini penting bagi teori untuk membedakan keduanya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan di atas, struktur naratif novel yang akan dideskripsikan dan dianalisis dalam kajian poskolonial ini terdiri dari empat
komponen.
5
1 Struktur plot, yakni struktur narasi novel yang didasarkan pada tindakan dan
kejadian yang muncul dari orang, benda, dan berbagai substansi isi cerita. Struktur plot sebagai sebuah penceritaan pada hakikatnya terbagi atas tiga bagian,
yaitu bagian permulaan, pertengahan, dan bagian akhir suatu cerita. Struktur plot ini akan menentukan apakah cerita beralur maju atau beralur mundur. Oleh karena
itu, sinopsis yang menggambarkan pergerakan tokoh harus dideskripsikan dengan cermat, sehingga dapat diidentifikasi perubahan arah berkaitan dengan karakter
protagonis dalam menjalani kehidupannya. Menurut Chatman 1980:85, ”Aristotle distinguished between fortunate and fatal plots, according to whether
the protagonist’s situation improved or declined.” Aristoteles membedakan antara alur yang fatal dan keberuntungan menurut apakah situasi protagonis
meningkat atau menurun. Dengan demikian, pendeskripsian struktur plot tersebut dapat memperlihatkan protagonis yang sangat baik, tidak begitu jahat, atau luar
biasa baiknya. Keempat komponen tersebut adalah:
2 Struktur fisik, ras, dan relasi gender, yakni struktur narasi novel yang
mengungkapkan karakter pelaku cerita. Struktur relasi gender merupakan istilah
5
Komponen teori struktur naratif ini telah diaplikasikan pada Rosliani, “Novel Karya Bokor Hutasuhut: Pendekatan Hermeneutika Historis,” Tesis pada Program Studi Linguistik Konsentrasi
Analisis Wacana Kesusastraan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2009, p. 21 dan pp. 37-100. Lihat juga, Faruk, Belenggu Pasca-Kolonial: Hegemoni dan Resistensi dalam Sastra
Indonesia Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, pp. 222-249 dan 276-360.
Universitas Sumatera Utara
yang mengacu kepada analisis penokohan dan karakteristik. Analisis ini lebih menekankan kepada hubungan antartokoh laki-laki dengan perempuan. Hubungan
tersebut ditentukan oleh tindakan nyata tokoh cerita, baik dalam pemunculan maupun peniruannya. Menurut Chatman 1980:108, “In the Greek, the emphasis
is on action, not on the men performing the action […] Action comes first; it is the object of imitation.” Dalam bahasa Yunani, penekanan terdapat pada
tindakan […] Tindakan muncul dahulu; yang merupakan objek peniruan. Dengan demikian, relasi gender itu ditentukan oleh tindakan nyata tokoh cerita dalam
menghadapi persoalan kehidupan, baik bersifat individual maupun kolektif. 3
Struktur ruang dan waktu, yakni struktur narasi novel yang didasarkan pada latar tempat dan waktu tindakan serta kejadian berlangsung. Struktur ruang dan waktu
pada analisis setting ditempatkan pada latar tempat dan latar waktu. Chatman 1980:152 memberi perbedaan ruang dan waktu sebagai berikut, “As the
dimension of story-evens is time, that of story-existence is space.” Seperti dimensi kejadian-cerita adalah waktu, maka dimensi eksistensi-cerita adalah
ruang. Dengan kata lain, struktur ruang ditentukan oleh tempat berpijak cerita sedangkan struktur waktu ditentukan oleh pemunculan kejadian dalam cerita yang
bersangkutan. 4
Struktur transmisi narasi, yakni struktur pengiriman narasi yang akan mengungkapkan sudut pandang narator dalam menyampaikan isi cerita. Di dalam
struktur transmisi narasi, penanda atau yang ditandai terdiri dari tiga hal, pertama, kejadian, sifat, dan gambaran pelataran. Kedudukan penanda atau yang ditandai
Universitas Sumatera Utara
diungkapkan Chatman 1980:25 Penanda merupakan elemen-elemen dalam pernyataan narasi apa pun mediumnya yang dapat menjadi wakil salah satu dari
ketiganya, meskipun itu jenis tindakan fisik atau mental, orang atau, tentu saja, suatu entitas yang dapat dipersonalisasikan, yang kedua, dan setiap pembentukan
tempat untuk yang ketiga. Ketiga, penanda atau yang ditandai ini diungkapkan dalam bentuk sudut pandang orang pertama atau sudut pandang orang ketiga.
Struktur naratif ini menjadi medium pengarang untuk menampakkan kekuasaan diri atau menyamarkan kehadiran dirinya.
Keempat komponen bentuk struktur narasi di atas pada hakikatnya terdiri dari dua komponen utama, yaitu komponen cerita dan komponen wacana. Ratna
2004:257 menyimpulkan cara paling mudah mengenali dan membedakan cerita dengan wacana adalah dengan pertanyaan ‘apa’ untuk memahami cerita dan
‘bagaimana’ untuk memahami wacana. Komponen cerita tersebut terdiri dari struktur plot, struktur fisik, ras, dan relasi gender, serta struktur ruang dan waktu digerakkan
oleh orang, benda, dan berbagai substansi isi cerita. Sebaliknya, komponen wacana terdiri dari struktur transmisi narasi dan manifestasinya, penampilannya dalam suatu
medium materialisasi khusus, verbal, sibematis, balletis, musikal, pantomim, atau apa pun itu yang mampu memanifestasikan sesuatu. Dengan demikian, struktur narasi
sebagai bagian integral teori postrukturalisme naratologi berfungsi menyediakan data cerita dan wacana bagi teori poskolonial.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Teori Poskolonialisme 2.3.2.1 Keberadaan Teori Poskolonialisme