Novel Oeoroeg Karya Hella S. Haasse

5.2.4 Novel Oeoroeg Karya Hella S. Haasse

Struktur penceritaan novel Oe karya Hella S. Hasse dibangun oleh realitas historis yang dikolasekan dalam realitas fiksi. Pengolasean tersebut menjadikan pengalaman hidup pengarang yang lahir dan dibesarkan di Hindia Belanda sebagai materi utama penceritaan. Hal ini sesuai dengan pengakuan Haasse 2009:134-135 bahwa, “Cerita ini dibangun sebagian besar berdasarkan kesan dan pengalaman masa remajaku, meski aku tak pernah mengenal anak muda Belanda atau Indonesia yang seperti mereka, dan tidak pernah berada dalam situasi-situasi yang bisa disamakan dengan cerita ini.” Kemudian, ditegaskannya, “Cerita ini, yang berisi kisah berdasarkan kejadian-kejadian nyata yang diolah, bukanlah sekadar pernyataan....” Realitas fiksi yang memiliki latar belakang realitas historis dapat dilacak dari pengakuan Hella S. Haasse. Di dalam artikel penutup novel Oe, Haasse 2009:134 mengakui terdapat realitas historis yang menjadi sumber inspirasi novelnya, baik secara totalitas maupun sebagian kenyataan hidup yang dipindahkan ruang dan waktunya. Realitas historis itu antara lain: 1. Telaga gunung, Telaga Hideung Telaga Hitam terinspirasi dari Telaga Warna, danau vulkanik di Puncak-Pas, tempat yang acap kali kami kunjungi saat berdarmawisata dari Batavia. 2. Kecelakaan rakit bambu pada malam hari itu adalah hiperbola kejadian yang terjadi saat darmawisata sekolah di danau yang lain. 3. Rumah tinggal Lida di Sukabumi dan pondokannya di Batavia merupakan milik orang-orang yang kukenal. Universitas Sumatera Utara 4. Gerard, si pemburu pecinta alam sekaligus pegawai di perkebunan ayah si “aku” adalah perwujudan lebih dewasa sepupuku, anak laki-laki kakak tertua ibuku, yang tinggal di Bandung, tempat pamanku bekerja sebagai opsir. Sebagai anak- anak, kami sering bermain bersama, berkemah di gunung dengannya yang kala itu berusia tujuh belas tahun merupakan petualangan mengasyikkan masa remajaku. Berdasarkan pengakuan pengarang, dua dari realitas historis yang pertama disatukan dalam realitas fiksi sebagai kecelakaan rakit yang ditumpangi oleh keluarga tokoh “aku”sewaktu berwisata ke Telaga Hideung. Kecelakaan tersebut mengakibatkan tewasnya Danoeh, ayah Oeroeg, sehingga ibunya tidak memiliki hak untuk bekerja dan menempati rumah yang menjadi gak pembantu asisten perkebunan di Kebon Jati. Akan tetapi, ibu Oeroeg tidak berputus asa untuk menyekolahkan anaknya, sehingga membulatkan tekad bertemu dan menyerahkan hak pengasuhan Oeroeg kepada ayah tokoh “aku”. Setelah hak pengasuhan Oeroeg diterima oleh ayah tokoh “aku” maka Oeroeg memasuki kehidupan baru pada tatanan kehidupan Barat. Tahap awal pembaratan tersebut dimulai dari kedatangan Gerald –yang ternyata sepupu pengarang- yang mengajarkan cara hidup mandiri dan kesetaraan ras pada Oeroeg dan tokoh “aku”. Kemudian, Oeroeg memasuki proses pembaratan dalam sistem pendidikan kolonial yang menjadi tempatnya bersekolah. Baik lokasi maupun orang-orang yang ditampilkan pengarang dalam masa pendidikan tersebut adalah orang-orang yang dikenal oleh pengarang. Pada fase inilah pengarang menghadirkan mimikri dan ambivalensi pelajar Indonesia dalam representasi kepribadian Oeroeg. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pemaparan di atas, sistem penceritaan novel Oe karya Hella S. Haasse tetap menggunakan realitas historis dalam penataan realitas fiksinya. Realitas historis yang dimasukkan pada realitas fiksi merupakan pengalaman hidup pengarang itu sendiri. Pengalaman hidup pengarang di Hindia Belanda tersebut diceritakan dengan teknik flashback. Hal ini menyejajarkan perpaduan penceritaan realitas historis dalam realitas fiksi yang terjadi dalam novel Hindia Belanda yang lain, seperti novel MH karya Multatuli, BNdKK karya M.H. Székely-Lulofs, MB karya Suwarsih Djojopuspito, dan Oe karya Hella S. Haasse. 5.3 Mimikri dalam Novel Hindia Belanda 5.3.1 Proses Pembentukan Mimikri