berdasarkan realitas historis pengarang sebagai elite birokrasi pemerintahan Hindia Belanda.
5.2.2 Novel Berpacu Nasib di Kebun Karet Karya M.H. Székely-Lulofs
Novel BNdKK sebagai terjemahan novel Rubber diceritakan M.H. Székely- Lulofs dengan pengolahan realitas historis dan realitas fiksi kondisi Hindia Belanda
tahun 1921-1929. Realitas historis dalam novel ini didasarkan pada masa tinggal pengarang di Sumatera Timur. Masa tinggal tersebut didasarkan pada tahun
kedatangan pengarang sebagai pengantin baru berpasangan dengan Hendrik Doffegnies yang bekerja sebagai asisten perkebunan dan tahun pemberangkatan
pengarang sebagai istri László yang diberhentikan sebagai asisten perkebunan. Realitas historis tersebut ditata sedemikian rupa dari beberapa kejadian sehingga
terbentuk sebuah realitas fiksi yang utuh. Pengintegrasian realitas historis dalam realitas fiksi novel BNdKK sesuai dengan pengakuan pengarangnya berikut ini.
Toen ik Rubber geschreven had hoopte ik, dat het boek een wegwijzer zou zijn voor de ouders, die kinderen in Indië hadden en [voor] andere menschen.
Men begrijpt in Holland niet, hoe die kinderen-in-Indië door het andere, vreemde leven, anders en vreemd kunnen worden en ik wilde zoo graag, dat
de ouders zullen inzien dat bij hùn, in het moederland de plicht rust deze vervreemding bij voorbaat te voorzien, te begrijpen en te vergoelijken en
zooveel mogelijk te overbruggen. ... ik schreef geen preek, geen rapport, geen brochure, maar een roman. Een roman, die niets anders wil zijn, dan een
zoo goed mogelijke beschrijving van het leven op een rubberonderneming in zijn verschillende phasen, zooals ik het zelf meemaakte en ondervond.
37
37
Biografi Madelon Székely-Lulofs 1899-1958 ini menjadi dokumen publik mailinglijst pada www.damescompartiment.nl yang terakhir diperbaruai tanggal 1 Oktober 2000 dan diakses tanggal 22
Februari 2012.
Universitas Sumatera Utara
Ketika saya telah menulis Karet, saya berharap bahwa buku ini akan menjadi panduan bagi orang tua yang memiliki anak di India
38
dan [untuk] orang lain. Orang-orang di Belanda tidak mengerti, bagaimana anak-anak di India
menjadi asing hidupnya dan bisa berbeda, aneh, dan begitu parah, sehingga orang tua akan menyadari bahwa dalam tugas mereka sebagai ibu yang
mengizinkan terlebih dahulu untuk mengantisipasi, memahami, memaafkan, dan sejauh mungkin untuk mengatasi .... saya tulis tidak ada khotbah, tak
ada laporan, brosur, tapi novel. Novel, yang menginginkan, salah satunya sebaik mungkin gambaran kehidupan di sebuah perusahaan karet di fase yang
beragam, seperti aku menyaksikan dan mengalaminya.
Pengakuan Székely-Lulofs di atas memberi tiga indikasi. Pertama, pengarang ingin menegaskan bahwa dia menjadi saksi hidup yang menceritakan perilaku orang
Belanda di Hindia Belanda. Kedua, pengarang ingin menceritakan sebanyak mungkin dalam waktu sesedikit mungkin sehingga mengkolasekan beberapa peristiwa pada
realitas historis sedemikian rupa sehingga menjadi realitas fiksi yang utuh. Ketiga, pengarang mengaburkan nama ruang dan waktu yang menjadi latar utama tetapi
membiarkan jelas nama ruang dan waktu yang menjadi latar pendukung penceritaan novelnya.
Perilaku orang Belanda di Hindia Belanda dalam realitas fiksi yang berkorelasi dengan realitas historis adalah perilaku asisten kebun sebagai elite
birokrasi perkebunan di Sumatera Timur. Perilaku asisten kebun yang mendapat sorotan pengarang novel BNdKK adalah perilaku istri asisten menghadapi kehidupan
di perkebunan, perilaku dalam relasi antarsesama orang Belanda di klub, dan relasi antara asisten kebun dengan buruhnya sendiri. Ketiga perilaku tersebut terjadi dalam
realitas historis sebagai pengalaman estetis pengarang selama berada di Deli.
38
India yang dimaksud pengarang adalah Hindia Belanda, sesuai tempat lahir serta masa anak-anak hingga dewasa pengarang dan sesuai dengan latar novel-novel karya M.H. Székely-Lulofs.
Universitas Sumatera Utara
Istri asisten perkebunan menjadi sorotan pengarang karena dua hal, yakni istri dan nyai. Istri sebagai pasangan hidup yang sah secara hukum dalam novel BNdKK
berkebangsaan Belanda dan Amerika. Sebaliknya, nyai yang berfungsi sebagai pasangan hidup asisten tidak dianggap sah secara hukum dan dapat diminta berhenti
sebagai nyai dengan imbalan biaya hidup nyai dan anaknya kalau sudah memiliki anak. Di dalam novel ini tidak ada nyai yang memiliki anak sehingga asisten dapat
melepas dan menggunakan kembali sesuai dengan situasi dan kondisinya. Penggunaan nyai sebagai pembantu rumah tangga sekaligus pemenuh
kebutuhan seksual elite birokrasi perkebunan di Sumatera Timur didukung oleh kemudahan mendapatkan perempuan sesuai dengan data kependudukan. Menurut
Lindblad 1999:73 komposisi kuli di Sumatera Timur lebih banyak didominasi oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Bahkan, hingga 1917 pergerakan seks
rasio menunjukkan penurunan jumlah kuli laki-laki. Akan tetapi, sejak 1918, pertumbuhan kuli perempuan semakin meningkat tajam hingga lebih dua dan tiga kali
lipat jumlah kuli laki-laki. Seks ratio yang tidak berimbang ini memberi kemudahan elite birokrasi perkebunan mencari buruh yang mau menjadi nyai yang setia melayani
kebutuhan lahir dan batin. Pada 1917-1929 inilah Székely-Lulofs mengikuti suaminya yang bekerja sebagai asisten di perkebunan karet milik Belanda dan Amerika yang
berada di kawasan Asahan
39
39
Kawasan Asahan dalam penelitian ini termasuk Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batubara.
. Menurut Stoler 2005:30-31, di kawasan ini terdapat perusahaan Amerika bernama U.S. Rubber Company dan pada 1911 membentuk anak
perusahaan bernama Hollandsche-Amerikaansche Plantage Maatschappij HAPM
Universitas Sumatera Utara
sebagai pengelola 100.000 acres tanah perkebunan karet. Akan tetapi, berdasarkan perbandingan Laporan Tahunan PT Perkebunan III dan Laporan Tahunan Bakri
Sumatera Plantation maka perkebunan yang paling luas adalah NV Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam RCMA yang setelah dinasionalisasikan sekarang menjadi
PT Perkebunan Nusantara III. Di kawasan perkebunan RCMA inilah peristiwa dalam novel BNdKK berlangsung, tepatnya di perkebunan Sei. Silau dan Bandar Selamat.
Tabel 5.2: Perbandingan Jumlah Kuli Laki-laki dan Perempuan di Sumatera Timur Tahun 1917-1930
No. Tahun
Kuli Kontrak Kuli ‘Bebas’
Seks Rasio LP
Laki-laki Perempuan
Laki-laki Perempuan
1 1916
146.479 44.313
5.759 1.582
3.3 2
1917 163.871
53.231 .
. 3.1
3 1918
169.475 59.078
3.981 879
2.9 4
1919 176.755
62.552 5.797
1.696 2.8
5 1920
176.632 61.704
9.359 2.767
2.9 6
1921 163.657
44.686 9.418
3.085 3.6
7 1922
142.823 36.989
7.077 2.432
3.8 8
1923 140.311
35.901 5.992
2.742 3.8
9 1924
138.211 37.262
12.861 14.536
2.9 10
1925 150.622
45.458 12.853
12.457 2.8
11 1926
170.617 52.602
14.275 10.832
2.9 12
1927 181.385
57.885 14.668
14.182 2.7
13 1928
188.146 62.412
17.015 16.112
2.6 13
1929 196.101
65.518 23.326
17.758 2.6
14 1930
182.609 53.676
24.387 24.613
2.6 Sumber: Verslag Arbeidsinspectie 1910-1938 dalam Lindblad 1999:73.
Universitas Sumatera Utara
Kesaksian pengarang terhadap pergundikan di perkebunan diikuti oleh kesaksiannya terhadap perilaku istri dalam novel BNdKK yang dipandang tidak
mencerminkan etika dan kategori ideal Eropa. Hal ini disebabkan para istri-istri tersebut terjebak dalam pergaulan bebas di klub. Klub Ranjah yang semula digunakan
sebagai tempat berkumpul yang santun para asisten dan manager perkebunan beserta istrinya berubah sebagai tempat berkumpul yang tidak santun. Ketidaksantunan itu
ditandai oleh perubahan perilaku para istri elite birokrasi perkebunan dari ibu rumah tangga yang setia menjadi wanita yang bergaul bebas dengan para singkeh asisten
baru. Bahkan, kebebasan itu telah menjurus praktik pornoaksi dengan dan atau tanpa sepengetahuan suaminya.
Praktik pornoaksi di klub-klub perkebunan di Sumatera Timur sebagaimana terjadi dalam novel BNdKK mendapat tanggapan dari Muhammad TWH. Di dalam
wawancara peneliti dengan Muhammad TWH diketahui bahwa klub-klub perkebunan di Sumatera Timur berfungsi ganda: tempat pertemuan untuk membicarakan apa yang
terjadi dan akan dilaksanakan di perkebunan dan praktik pornoaksi elite birokrasi perkebunan. Muhammad TWH dalam wawancara tanggal 23 Juni 2012 tersebut
mengatakan bahwa pornoaksi tersebut memang terjadi di perkebunan dan menjadi realitas historis novel-novel masa itu, “Ada novel yang menggambarkan pengundian
untuk dapat “kunci mas” untuk buka pintu kamar. Bahkan, sudah biasa di perkebunan itu, seorang istri ditinggalkan oleh orang Belanda pulang ke Belanda sehingga si istri
itu kawin lagi dengan asisten yang lain.”
Universitas Sumatera Utara
Pergundikan yang memberi ruang dan waktu bagi “nyai” dalam sistem relasi gender di Sumatera Timur telah menempatkan perempuan Jepang sebagai alternatif
terbaik. Székely-Lulofs 1931:19 menggambarkan profil nyai berkebangsaan Jepang dengan, “Ze was als een porceleinen poppetje, Kiku San, altijd kraak-zindelijk en
elder in haar kimono; het lange, stugge haar netjes opgemaakt in drie kuiven en een wrong.” Kemudian, Székely-Lulofs menjelaskan keandalan pelayanan nyai dari
Jepang itu dengan kalimat, “Ze was de ideale vrouw. De altijd onderdanige, bereidwillige, plichtsgetrouwe, devote vrouw. Ze had maar één doel: hem en alles
wat hem hoorde verzorgen met een toewijding, die een Westerling bijna onbegrijpelijk is.”
40
Berdasarkan deskripsi di atas, pilihan John van Lear dalam BNdKK terhadap Kiku San sebagai nyai di rumahnya dilandasi oleh profil wanita ideal yang terdapat
dalam diri Kiku San, yakni cantik, rapi, bersih, rendah hati, setia, dan tahu kewajibannya sebagai nyai yang menggantikan peran seorang istri. Profil seperti ini
40
Profil nyai berkebangsaan Jepang dalam novel BNdKK mendapat diterjemahkan oleh Tim Grafiti Pers dalam Székely-Lulofs 1985:16 dengan kalimat, “Bagaikan boneka porselen, Kiku San selalu
rapi bersih dan jernih warna kimononya. Rambut panjangnya yang kaku teratur menjadi tiga gembok dan sebuah sanggul. Kemudian, “Dialah wanita ideal. Wanita pengabdi yang rendah hati, setia selalu,
tahu akan kewajiban. Hanya satu tujuannya: mengurusi John dan segala yang menjadi milik John dengan seluruh pengabdian, yang tak dapat dimengerti oleh seorang manusia Barat. Penerjemahan ini
masih mempertahankan penggunaan nama “Kiku San” dan kata “Barat” sedangkan penerjemahan yang dilakukan oleh Siti Hertini Adiwoso dalam Baay 2010:53 menggunakan kata ganti “ia” untuk
menggantikan nama “Kiku San” dan kata “Belanda” menggantikan kata “Barat” dalam teks terjemahannya, yakni, “Ia bagaikan boneka kaca, selalu bersih dan bercahaya di dalam kimononya.
Rambut panjangnya selalu ditata rapi dalam tiga sanggul dan sebuah konde.” Kemudian, “Ia adalah perempuan idaman. Penuh rasa hormat, siap sedia dan patuh. Baginya hanya ada satu tujuan, yaitu
merawat pasangan dan segala yang berkaitan dengan pasangannya dengan penuh kasih sayang. Suatu hal yang tidak pernah bisa dipahami oleh orang Belanda.” Bahkan, terjemahan “Kiku San, altijd kraak-
zindelijk en elder in haar kimono” dengan kalimat “selalu bersih dan bercahaya di dalam kimononya” menimbulkan konotasi yang pornogafis dibandingkan terjemahan dalam novel yang dijadikan bahan
penelitian ini, yakni: “Kiku San selalu rapi bersih dan jernih warna kimononya.”
Universitas Sumatera Utara
tidak sepenuhnya diterima dari Renée, wanita Belanda yang didatangkannya dari Belanda. Renée terlibat dalam skandal perselingkungan dengan seorang singkeh
asisten baru sehingga diceraikan oleh John. Perceraian ini membawa konsekuensi logis bagi John untuk menerima kembali kehadiran Kiku San sebagai nyai di
rumahnya. Secara nasional, pergundikan yang melibatkan wanita Jepang dalam
perkebunan karet di Sumatera Timur menjadi bahan pembicaraan elite politik Hindia Belanda. Berdasarkan rapat Indisch Genootschap tanggal 19 Februari 1901, menurut
Baay 2008:52, pergundikan tidak hanya melibatkan perempuan Jawa dan Tionghoa, melainkan juga perempuan Jepang.
Nyai-nyai Jepang merupakan anak dari para imigran Jepang yang juga bekerja di bidang perdagangan seperti orang Tionghoa. Di samping itu ada juga
perempuan Jepang yang dibawa oleh para pemilik rumah bordil ke Hindia Belanda, sampai akhirnya hidup dalam pergundikan. Lewat notuloen sebuah
rapat Indisch Genootschap [Perhimpunan Indies] diketahui tentang hal tersebut dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu. “Terdapat tempat untuk
mengimpor perempuan-perempuan Jepang untuk dipekerjakan di rumah bordil atau untuk disewakan sementara waktu. Dengan membayar sebesar 200
gulden, seorang laki-laki dapat menyewa perempuan itu selama setahun, di mana pun mereka tinggal.”
Penggunaan istilah Deli dalam konteks novel BNdKK meliputi wilayah
pembukaan perkebunan tembakau, kopi, dan karet di Sumatera Timur, mulai dari Kesultanan Deli sampai ke Langkat dan Labuhan Batu dengan pusat penamaan Deli
berada di Kota Medan. Hal ini diperkuat oleh perjalanan perjalanan Frank dan Marian ke Deli naik kereta api dari Medan menuju perkebunan Tumbuk Tinggi. Mereka
berhenti di Stasiun Ranjah, makan di kantor pusat, lalu kembali lagi ke Ranjah dan
Universitas Sumatera Utara
meneruskan perjalanan naik mobil hingga menggunakan perahu penyeberangan sebelum sampai di Tumbuk Tinggi. Penggunaan nama dan kondisi tempat tersebut
memiliki relevansi dengan kondisi realitas historis yang merujuk pada penggunaan ruang dan waktu Kota Medan menuju Stasiun Kereta Api Kisaran Ranjah, makan di
kantor pusat di perkebunan Sei. Silau, kembali lagi ke Kisaran dan melanjutkan perjalanan ke perkebunan Bandar Selamat di kawasan perbatasan Asahan dan
Labuhan Batu yang berjarak ±50 km dari Kisaran.
41
Perkebunan yang dikelola oleh elite birokrasi perkebunan dari Belanda di kawasan Asahan tersebut berada di Sei. Silau dan Bandar Selamat. Perkebunan karet
tersebut semula adalah milik NV Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam yang sekarang menjadi PT Perkebunan III. Di dalam realitas fiksi, perjalanan ke
perkebunan Bandar Selamat yang baru dibuka harus melewati sungai yang lebar dengan rakit penyeberangan. Hal ini terjadi karena pemerintah baru mulai
membangun jembatan sungai-sungai besar, seperti Sungai Silau dan Sungai Asahan sejak 1919 sedangkan pengarang datang ke kawasan tersebut pada 1917. Hal ini
didasarkan juga pada hasil wawancara dengan sejarawan, wartawan, dan sastrawan di Kota Medan dapat disimpulkan bahwa nama tempat tersebut digunakan sebagai
penyamaran tempat yang sebenarnya. Kemudian, dalam peta pembangunan rel kereta api di Sumatera 1925 tidak ditemukan nama Ranjah. Bahkan, baru pada 1929,
41
Penetapan latar tempat peristiwa kehidupan dalam novel BNdKK didasarkan pada Laporan Tahunan 2002 PT Perkebunan Nusantara III Persero, Laporan Tahunan 2007 Bakri Sumatera Plantation, dan
R.T.M. Guleij, Inventaris van het Kaarten-, Tekeningen- en Fotoarchief van de Rubber Cultuur Maatschappij Amsterdam RCMA, 1908-1980 Den Haag: Nationaal Archief, 1987, pp. 23-74.
Universitas Sumatera Utara
pembangunan rel kereta api dari Kisaran menuju Membang Muda sepanjang 57.111 km diresmikan pemakaiannya.
42
Secara umum, realitas fiksi yang mengaburkan realitas historis dalam novel BNdKK terjadi dalam fase yang berbeda. Bahkan, setelah dilakukan penghitungan
berdasarkan data realitas fiksi, peristiwa kehidupan elite birokrasi perkebunan Tumbuk Tinggi terjadi dalam masa sembilan tahun, 1921-1929. Akan tetapi, realitas
fiksi tersebut memiliki rujukan realitas historis yang berlangsung sejak kedatangan pertama pengarang pada 1917 dan pulang ke Belanda pada 1929. Fase pertama
kehidupan elite birokrasi perkebunan dalam realitas fiksi dan realitas historis novel BNdKK terjadi pada 1917-1925. Masa ini merupakan fase perkawinan pertama
pengarang yang terintegrasi dalam realitas fiksi sebagai kedatangan Frank dan Marian hingga perceraian John dengan Renée. Kehidupan Frank dan Marian sendiri yang
Berdasarkan data historis serta hasil pelacakan dan wawancara peneliti dengan narasumber, maka sungai tersebut adalah Sungai Asahan
dan perkebunan Tumbuk Tinggi tersebut adalah Bandar Selamat yang terletak di dataran tinggi yang bersebelahan dengan Danau Toba. Untuk menuju ke perkebunan
Tumbuk Tinggi dari Kisaran berjarak ± 50 km dan harus berbelok agak memutar dari jalan lintas timur Jalan Gubernemen antara perkebunan Gunung Melayu dan Pulo
Raja, kemudian menyeberangi Sungai Asahan sebelum sampai di perkebunan tersebut.
42
Lihat, Indra, “Pertumbuhan dan Perkembangan Deli Spoorweg Maatschappij di Sumatera Timur 1883-1940.” Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, pp. 90-150. Lihat
juga, M. Yusuf Pasaribu, Sejarah Kereta Api Tempo Dulu di Sumatera Utara.Edisi Revisi 2011 Medan: Sendiri, 2011 dan Laporan Tahunan 2002 PT Perkebunan III Persero, Medan.
Universitas Sumatera Utara
berbahagia sejak kedatangan hingga kepulangan dari Hindia Belanda menjadi obsesi ideal yang tidak mampu terwujudkan dalam rumah tangga pengarang. Yang
terwujudkan justru perceraian sebagaimana dialami John dalam realitas fiksi. Fase 1925 dalam realitas historis merupakan tahun pengasingan pengarang
dari Deli ke rumah orang tuanya di Australia. Fase seperti ini juga terjadi dalam novel di mana John memberi kesempatan pada Renée untuk menenangkan dirinya. Akan
tetapi, usaha John mengalami kegagalan karena perselingkungan Renée dengan Ravinsky terus berlanjut sebagaimana terjadi dalam realitas historis di mana
pengarang tetap berselingkuh dengan László yang bekerja sebagai asisten di tempat suaminya bekerja. Oleh karena itu, John dalam realitas fiksi menceraikan Renée
sebagaimana Doffegnies dalam realitas historis menceraiakan pengarang novel BNdKK. Perceraian ini berlanjut pada pernikahan Renée dengan Ravinsky
sebagaimana terjadi dalam realitas historis di mana pengarang menikah dengan László.
Fase 1926-1929 terjadi dalam masa perkawinan Renée dengan Ravinsky yang dalam realitas historis terjadi dalam masa perkawinan pengarang dengan László.
Perkawinan ini tidak melahirkan kebahagiaan karena masyarakat kurang menerima kehadiran mereka di perkebunan tempat suaminya bekerja di tempat mantan
suaminya bekerja. Di dalam realitas fiksi, hal itu terjadi sepulang Frank dan Marian dari Belanda di mana pembunuhan asisten oleh kuli semakin banyak dan menjadi
polemik surat kabar. Konflik perburuhan dan rumah tangga yang dialami pengarang
Universitas Sumatera Utara
dalam fase terakhir di Sumatera Timur ini diperparah dengan krisis ekonomi yang terjadi pada 1929 karena turunnya harga karet.
Penurunan harga karet berimbas pada pemutusan hubungan kerja para asisten di mana Frank termasuk satu di antara asisten yang diberhentikan dalam realitas fiksi
BNdKK. Di dalam realitas historis, pengarang dan suaminya kembali ke Eropa dan menetap di Budapest. Pengarang yang memiliki kemampuan menulis novel pun
menyelesaikan novel BNdKK di Budapest. Dengan demikian, fase kehidupan pengarang selama menjadi istri di perkebunan karet milik Belanda-Amerika yang
berada di kawasan Asahan ditata sedemikian rupa oleh pengarang sehingga menjadi sebuah novel yang berisi realitas fiksi dan realitas historis dengan menyamarkan
nama asli struktur ruang dan waktu penceritaannya.
5.2.3 Novel Manusia Bebas Karya Suwarsih Djojopuspito