Struktur Transmisi Narasi Data IV: Novel Oeroeg Karya Hella S. Haasse

Dari Batavia, ruang dan waktu beralih ke Surabaya karena Oeroeg menamatkan MULO dan melanjutkan ke AMS Surabaya. Tokoh “aku” sendiri tetap tinggal di Batavia untuk menamatkan HBS-nya. Bahkan, Lida pun akhirnya mengikuti Oeroeg ke Surabaya. Selama struktur ruang dan waktu beralih ke Surabaya, Oeroeg mengalami perubahan karakter dan menggunakan atribut Islam yang tidak melekat dalam dirinya selama di Batavia. Sebaliknya, tokoh “aku’ semakin membentuk identitas kebelandaannya dengan melanjutkan sekolah ke Delf, Belanda. Pembentukan identitas kebangsaan Oeroeg dan tokoh “aku” akhirnya menghadirkan kedua tokoh cerita tersebut dalam ruang dan waktu yang sama di Hindia Belanda. Oeroeg yang menjadi anggota pergerakan pemuda melawan kolonialisme Belanda berhadap-hadapan sebagai musuh dengan tokoh “aku” yang menjadi anggota pasukan militer Belanda yang ingin menjajah Hindia Belanda kembali. Dengan demikian, Hindia Belanda yang berubah nama menjadi Indonesia menjadi arena Agresi Militer Belanda telah mempertemukan dua sahabat –bangsa penjajah dan bangsa terjajah- dalam perseteruan dua negara pada struktur dan waktu kekinian di tanah air bangsa terjajah.

4.2.1.4.4 Struktur Transmisi Narasi

Novel Oe karya Hella S. Haase menggunakan dominasi sudut pandang orang pertama yang menarasikan keberadaan tokoh utama, Oeroeg. Semua aktivitas Oeroeg dan masyarakat sekitar mereka diceritakan dengan sudut pandang tokoh aku dengan Universitas Sumatera Utara kata ganti orang pertama tunggal “aku’ dan orang pertama jamak “kami”. Di sini pengarang dapat leluasa mengamati keadaan sekitar Oeroeg. Pengarang dapat memasuki tokoh yang diamati oleh tokoh “aku” dan dapat pula mendeskripsikan lingkungan sekitar tokoh “aku” dan Oeroeg. Kehadiran pengarang sebagai narator dengan menggunakan suara tokoh “aku” terjadi dalam bergabai peristiwa, baik sebagai monolog maupun dialog. Misalnya, pengarang mulai bermonolog dengan frase, “Oeroeg kawanku.” Oe:5 Kemudian, monolog tetap dilakukan oleh narator dengan menyelingi penggunaan orang pertama tunggal dengan orang pertama jamak, seperti cara mengenalkan identitas berikut ini, “Waktu itu usia kami berdua sekitar enam tahun.” Oe:10 Bahkan, dalam relasi antarras tetap menggunakan monolog, misalnya dengan cara berikut ini, “Setelah kejadian itu, Oeroeg perlahan-lahan menarik diri; selama sisa hari itu ia hanya duduk di pagar serambi belakang sambil memandangi kami.” Oe:63 Di samping penggunaan narator yang terlihat identitasnya, pengarang juga menggunakan narator yang disembunyikan. Penggunaan narator tersembunyi ini memberi kesempatan pengarang menampakkan penggunakan sudut pandang orang ketiga terbatas. Penyimpangan struktur transmisi narasi ini terjadi karena suara narator orang pertama tidak kehihatan dalam dialog dan narasi dialog sebagaimana dapat diidentifikasi dalam kutipan: “Pergi,” katanya dalam bahasa Sunda, “pergi, kalau tidak kutembak. Kau tak punya urusan di sini.” Oe:128 Penggunaan sudut pandang orang pertama dalam novel Oe dilakukan oleh pengarang sebagai perwujudan dari penulisan kenangan. Penulisan kenangan ini Universitas Sumatera Utara beranjak dari posisi penulis sebagai pusat suara narasi. Pusat suara narasi dalam novel ini adalah tokoh “aku” yang hadir dalam penceritaan sebagai pendamping dan pengontol keberadaan Oeroeg. Oleh karena itu, kedua tokoh ini hadir bersamaan sebagai tokoh yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini menemukan kejelasan identitas kebangsaan pada Agresi Militer Belanda di Indonesia di mana tokoh “aku” sebagai anggota militer Belanda berhadapan dengan Oeroeg sebagai pemuda pejuang kemerdekaan Indonesia. Hal itu direpresentasikan pengarang dalam tindakan kedua tokoh pada peristiwa berikut: “Dia mengangkat senjata. “Aku tidak sendirian,” kataku, meski aku tak percaya rasa takutlah yang mendorongku berkata demikian.” Oe:128 Dengan demikian, penggunaan sudut pandang orang pertama dalam novel ini memberi keleluasaan pengarang untuk menuliskan berbagai kejadian selama bertempat tinggal di Hindia Belanda. 4.2.2 Deskripsi dan Analisis Realitas Historis Realitas historis adalah kenyataan hidup yang terjadi pada masa lalu. Realitas historis dapat diidentifikasi dari peristiwa, waktu, tempat, dan pelaku yang terdapat dalam karya sastra yang berkorelasi dengan kondisi yang sama dalam realitas faktual. Di dalam deskripsi dan analisis realitas historis novel Hindia Belanda, penelitian ini dipusatkan pada riwayat hidup pengarang dan masalahnya. Oleh karena itu, pendeskripsian dan penganalisisan didasarkan pada isi cerita yang diurutkan sesuai dengan penomoran sumber data penelitian ini. Universitas Sumatera Utara 4.2.2.1 Novel Max Havelaar Karya Multatuli 4.2.2.1.1 Riwayat Hidup Eduard Douwes Dekker