5.5.4 Pola Hibriditas
Pola hibriditas dalam realitas fiksi dan realitas historis memiliki pola empat pola. Pertama, hibridisasi struktural yang dibentuk oleh elite birokrasi pemerintahan
Hindia Belanda menggabungkan sistem pemerintahan Belanda dan sistem pemerintahan lokal melahirkan budaya KKN, baik terhadap bangsa penjajah maupun
terjajah. Kedua, hibridisasi struktural yang ditandai oleh pendirian klub atau wisma perkebunan karet di Sumatera Timur melahirkan gaya hidup bebas yang tidak
beretika, baik Barat maupun Timur. Ketiga, hibridisasi struktural yang ditandai oleh pendirian sekolah liar dan organisasi perempuan mengakibatkan persekongkolan elite
birokrasi pendidikan Indonesia. Keempat, hibridisasi struktural yang ditandai oleh pendirian sekolah khusus pribumi melahirkan budaya Indo yang berisiko
membaratkan atau semakin mengindonesiakan kaum terpelajar, baik terhadap bangsa penjajah maupun bangsa terjajah.
Berdasarkan pola hibriditas setiap novel yang dijadikan bahan penelitian ini maka terdapat kesamaan pola hibriditas. Kesamaan pola hibriditas tersebut terletak
pada penggunaan lembaga atau organisasi sebagai tempat pembentukan pola hidup elite. Dari hasil hibriditas struktural ini lahirlah hibriditas kultural yang termimikri
dan terambivalensi sebelum menemukan identitas kultural dan identitas kebangsaannya. Baik identitas kultural maupun identitas kebangsaan ditentukan oleh
wujud dan model kepemimpinan elite birokrasi yang memilih menggabungkan model tradisional dengan modern, misalnya penggabungan kepemimpinan Regen Lebak
dengan Asisten Residen Lebak yang menjadi model anutan Dewan Hindia.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penjelasan di atas, pola hibriditas kultural mempertimbangkan hibriditas struktural sebagai representasi bangsa penjajah dan bangsa terjajah atau
representasi pendidikan Barat dan etika Timur. Hal ini didasarkan pada kenyataan sebagaimana diungkapkan oleh Soekiman 2011:14 bahwa, “Masyarakat kolonial di
Hindia Belanda memiliki struktur yang bersifat semi feodal. Mereka mengalami modernisasi karena masyarakatnya tumbuh sejalan dengan perkembangan sistem
produksi dan teknologi.” Oleh karena itu, perkembangan tingkat pendidikan menjadi prasyarat mutlak dalam proses hibridisasi yang dimulai oleh pembangunan perangkat
birokrasi sebagai representasi hibridisasi struktural yang membentuk hibridisasi kultural. Faktor pendidikan ini akan menempatkan bangsa terjajah berkedudukan
setara dengan bangsa penjajah dalam menerima kepemimpinan modern yang belum dikenal secara meluas dalam kebudayaannya.
5.6 Sinkretisme dalam Novel Hindia Belanda 5.6.1 Proses Pembentukan Sinkretisme