Faktor Pemacu dan Peredam Konflik
Berdasarkan analisis faktor pemacu dan peredam, diperoleh beberapa faktor yang memacu terjadinya konflik status lahan di Pekon Sukapura yaitu:
• Faktor-faktor yang amat kuat skor=5 memacu konflik adalah adanya reformasi, biaya hidup semakin tinggi, keinginan masyarakat untuk
meningkatkan status lahan, dan pertambahan jumlah penduduk. • Faktor-faktor yang kuat skor=4 memacu konflik adalah alternatif mata
pencaharian sangat terbatas, nilai ekonomi lahan tinggi, dan adanya advokasipendampingan masyarakat.
• Faktor-faktor yang berkekuatan sedang skor=3 memacu konflik adalah terjadinya rawan bencana alam akibat kerusakan hutan dan adanya upaya
penertiban oleh pemerintah secara represif. • Faktor pemacu yang lemah skor=2 adalah adanya tanaman tumpangsari di
dalam kawasan hutan.
F AKT
OF PE
MAC U
5 5 5 5 5
4
A danya keing
inan masy
ar akat untu
k
m enin
gk at
k an s
tat us
l ahan
4
B iaya hi
dup se
ma k
in t in
g gi
4 4
P er
ta m
bah a
n j u
mlah pendu d
uk
4
Ref o
rm a
s i
3 3 3
A danya advokas
i, p
en dampingan
N ila
i ekono m
i lahan t
ing gi
A lt
e rnat
if m
a ta
penc aha
ri an
sanga t
te rb
a ta
s A
ji mu
m pung
S ta
tus Q
uo
2
Ter jadin
y a r
a w
an b encana
a lam
ak ibat ker
us ak
an h ut
a n
U p
ay a p
enert ib
an o
leh
pe me
ri nta
h
2 1
A danya t
a n
a man
tu mpang
s ar
i di w
ila ya
h h u
tan
F AKT
OR PE
RED A
M
A danya Pert
ani a
n K
onser v
a ti
f
I n
tensif ik
asi, D iv
e rs
if ik
a s
i us
a ha t
ani
ber w
a w
asan konservasi
Pe ny
ul uhan L
ingku ng
an
Ko ndisi m
a s
y ar
akat y
a ng
re la
ti f te
rd id
ik
Kom odi
ta s
yang dii
ngi nk
an pe
tani
M enjag
a H
u tan
s ec
ar a
ke ta
t
K ein
ginan untuk be rm
usy a
w a
rah
D uk
un gan
Pemer in
ta h D
ae rah K
abupat en
La mpun
g B a
ra t
S K
T im
1 2
2 3
3 3 4
4 4 5
5 5
Keterangan:
Sekor 1 = Amat lemah, 2 =: Lemah, 3 = Sedang, 4 = Kuat, dan 5 = Amat kuat
Gambar 5.25. Faktor Pemacu dan Peredam Konflik Status Lahan
Dengan analisis yang sama, para pihak juga menyepakati beberapa faktor yang dapat meredam laju konflik status lahan di Pekon Sukapura, yaitu:
• Faktor yang amat kuat dapat meredam konflik status adalah 1 Dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat yang telah
mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Lampung Barat No.B231Kpts012003 tentang Tim Terpadu Pengkajian Permohonan
Tanah Di Hutan Lindung Reg 45B Sekitar Pekon Sukapura, dan 2 adanya praktik pertanian berwawasan konservasi yang dilakukan oleh
masyarakat yang bertani di dalam kawasan. • Keinginan para pihak untuk bermusyawarah dan adanya penyuluhan
lingkungan disepakati para pihak sebagai faktor-faktor yang secara kuat meredam konflik.
• Kondisi masyarakat yang relatif terdidik dan niat baik untuk menjaga kawasan disepakati sebagai faktor-faktor yang berpengaruh sedang
dalam meredam konlfik. 5.5.2.3 Sejarah Konflik Status Lahan Pekon Sukapura Analisis Rentang
Waktu
Pekon Sukapura berada di pinggir jalan raya antara kota Bandar Lampung dengan kota Liwa ibu kota Kabupaten Lampung Barat, tepatnya dari
titik kilometer 175 sampai dengan kilometer 180; sepanjang 5 km. Wilayah Pekon Sukapura, seluruhnya seluas 1.350 ha dengan batas-batas sebagai berikut.
• Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Dwikora Kabupaten Lampung Utara
• Di sebelah selatan berbatasan dengan Pekon Simpang Sari dan Pekon Way Petai
• Di sebelah timur berbatasan dengan kawasan hutan lindung Bukit Rigis Register 44B.
• Di sebelah barat berbatasan dengan bukit Benatan gunung Benatan Gunung Remas
Semula merupakan lokasi pemukiman baru bagi penduduk yang berasal dari Kabupaten Dati II Tasik Malaya, Propinsi Jawa Barat, melalui transmigrasi
Biro Rekonstruksi Nasional BRN. Para transmigran datang ke daerah pemukiman baru tersebut terdiri atas 2 rombongan yang diberangkatkan dari
Jawa Barat pada tahun 1951 dan 1952, dengan jumlah keseluruhan sebanyak
250 kepala keluarga KK dand anggota keluarga sebanyak 680 jiwa. Jadi jumlah keseluruhan adalah 930 jiwa. Kedua rombongan tersebut dipimpin oleh bapak
R.E. Sukrawinata, Bapak Tanu Wijaya, dan bapak E. Kanta Atmaja, sebagai ketua umum adalah bapak Ahmad Bandaniji Suja’i dan ibu Hj.Siti Mulyati, pada
saat ini kelima pimpinan tersebut sudah meninggal dunia Rusyandi dan Endang, 2000. Sejak pendaftaran, persiapan, pemberangkatan, penempatan, dan semua
pengaturan-pengaturanya, para anggota transmigrasi dipimpindiselenggarakan oleh sebuah organisasi
LOBA Pembangun
3
. Organisasi ini bergerak di bidang pertanian, perikanan, koperasi, dan bidang-bidang lainnya. Berdasarkan hasil
penelusuran di lapang, saat penelitian berlangsung masih terdapat beberapa saksi hidup yang mengetahui sejarah mobilisasi transmigran BRN ke Pekon
Sukapura Tabel 5.5.2. Pekon Sukapura resmi sebagai sebagai desa administratif pada tanggal
20 Januari 1954, sejak tanggal itu pula ia resmi menjadi desa definitif yang mempunyai pemerintahan sendiri dan dipimpin oleh seorang tokoh LOBA
Pembangunan yaitu A. Bandaiji Suja’i. Diberi nama Sukapura diambil dari nama desa asal pemimpin LOBA tersebut yaitu desa Sukapura Kecamatan Sukaraja,
Kabupaten Tasik Malaya jawa Barat. Setelah menjadi desa definitif sepenuhnya, maka untuk lancarnya roda pemerintahan didesa, ditentukan wilayah kerja yaitu
pembagian kedusunan yang pada awalnya terdiri atas 2 dusun yaitu Dusun Rasamaya dan Dusun Tirtadaya. Sehubungan dengan perkembangan
pembangunan pemukiman dan selalu bertambahnya jumlah penduduk, saat ini mekar menjadi 3 dusun. Dusun terakhir ke-3 diberi nama Dusun Galunggung.
Pada awal pendudukan dan pendirian Pekon Sukapura sejak tahun 1951- 1952, tanah pekarangan telah diaturdiukur dan setiap KK diberi satu kapling
tanah berukuran 20x20m
2
. Tetapi sejak penataan batas kawasan hutan lindung register 45B Bukit Rigis yang dialksanakan pada tahun 1994, Kanwil Kehutanan
Propinsi Lampung menyatakan bahwa dari luas keseluruhan pekon yaitu 1.350 ha, yang masuk kawasan hutan negara seluas ± 500 ha. Adanya ketentuan
batas kawasan tersebut menimbulkan keresahan warga pekon. Bentuk dan
3
LOBA adalah akronim dari Loe Orang Bangsa Apa. Berdasarkan wawancara dengan saksi hidup sejarahnya, LOBA dahulunya adalah unit-unit tentara rakyat yang bergrilya di daerah Tasik
Malaya hingga wilayah pantai selatan Ciamis Propinsi Jawa Barat sebelum tahun 1952. Unit-unit tersebut kemudian direkrut oleh TNI ke dalam Badan Rekonstruksi Nasional BRN. Menurut
sejarahnya, entitas LOBA tidak berbeda dengan Tentara Pelajar TP hanya yang terakhir ini berasal dari kalangan pemuda dan pelajar.
komposisi penggunaan lahan Pekon Sukapura pada tahun 2004 seperti terdapat dalam Tabel 5.5.3.
Tabel. 5.5.2. Daftar Nama Transmigran BRN Tahun 1951-1952 Yang Masih Hidup Sebagai Saksi Sejarah Pekon Sukapura.
No Nama
Umur tahun
Pekerjaan Keterangan
1 Odo Rusyandi
74 Petani
Sudah tidak produktif 2 Djalil
Suyandi 78
Petani Sudah tidak produktif
3 Sarli 79
Petani Sudah tidak produktif
4 Juhana 88
Petani Sudah tidak produktif
5 Supri Supardi
68 Petani
Sudah tidak produktif 6 Saja
76 Petani
Sudah tidak produktif 7 Suliman
71 Petani
Sudah tidak produktif 8 Karwan
73 Petani
Sudah tidak produktif 9 Madnan
80 Petani
Sudah tidak produktif 10 Emen
75 Petani
Sudah tidak produktif 11 Sarkasih
76 Petani
Sudah tidak produktif 12 Hari
Kusnadi 70
Petani Sudah tidak produktif
13 E.Rohama 72
Petani Sudah tidak produktif
14 Sarjan 72
Petani Sudah tidak produktif
15 Ija 78
Petani Sudah tidak produktif
16 Jeki Mustari
71 Petani
Sudah tidak produktif 17 Sumarya
72 Petani
Sudah tidak produktif 18
Suparman 71
Mantan Petani Sudah tidak produktif
19 Dawami
76 Mantan Petani
Sudah tidak produktif 20
Sarmad 74
Mantan Petani Sudah tidak produktif
21 U.Husnan
84 Mantan Petani
Sudah tidak produktif 22
Ojo Satori 72
Mantan Petani Sudah tidak produktif
23 Sayadi
95 Mantan Petani
Sudah tidak produktif 24
Sukma 88
Mantan Petani Sudah tidak produktif
25 Oji Rosidi
86 Mantan Petani
Sudah tidak produktif 26
Rainan 91
Mantan Petani Sudah tidak produktif
27 Jarkasih
87 Mantan Petani
Sudah tidak produktif 28
Samud 77
Mantan Petani Sudah tidak produktif
29 Sulasdin
71 Mantan Petani
Sudah tidak produktif 30
Sarja 74
Mantan Petani Sudah tidak produktif
31 Juhandi
72 Mantan Petani
Sudah tidak produktif 32
Sapjan 72
Mantan Petani Sudah tidak produktif
33 Ganda
71 Mantan Petani
Sudah tidak produktif Sumber: Wawancara dan penelusuran lapang.
Tabel 5.5.3. Penggunaan lahan Pekon Sukapura, 2004.
No Penggunaan Lahan Luas Ha
1 PekaranganPemukiman 75
2 Perkebunan 630
3 Perladangan 100
4 Sawah 19,25
5 Kolam 15
6 Tanah Desa
6,50 7 Hutan
kawasanLPH 504,75
Jumlah 1350
Sumber: Monografi Pekon Sukapura 2005.
Dari frontier pahlawan pembangunan menjadi perambah hutan. Keresahan warga Pekon Sukapura tersebut tidak terlepas dari konflik status
lahan pekon yang berada di dalam kawasan hutan lindung. Mereka yang dahulunya adalah frontier-frontier pembuka wilayah dan oleh pemerintah disebut
sebagai pahlawan pembangun wilayah Pekon Sukapura khususnya dan Kecamatan Sumberjaya umumnya, kini disebut sebagai perambah yang
menduduki kawasan hutan negara secara ilegal. Sebuah sebutan yang identik dengan pelaku kriminal dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Berbagai pristiwa
penting terjadi sejak berdirinya pekon hingga saat ini. Berdasarkan hasil analisis rentang waktu oleh para pihak, diperoleh 26 peristiwa penting yang berkaitan
dengan konflik yang terjadi seperti dirangkum di dalam Tabel 5.5.4. Berdasarkan hasil analisis rentang waktu tersebut terdapat beberapa
peristiwa penting yang menjadi perdebatan panjang antar pihak yaitu: • Pengwajiban IPEDA Iuran Pembangunan Daerah pada tahun 1952
dianggap oleh masyarakat sebagai pengakuan langsung atas penguasaan mereka atas lahan yang mereka tempati di dalam kawasan hutan.
• Penurunan masyarakat pada tahun 19941995 dengan Operasi Gajah merupakan tindakan represif sepihak oleh pemerintah tanpa melihat asal-usul
penguasaan lahan oleh masyarakat yang secara resmi ditempatkan oleh pemerintah di wilayah tersebut. Diharapkan kejadian serupa tidak terulang.
• Pembukaan dan pendudukan lahan di areal Hutan Pinus pada tahun 1999 yang disinyalir diantara pelakunya adalah pejabat pemerintah kabupaten
merupakan bentuk diskriminasi terhadap masyarakat. Demikian pula halnya dengan pendirian menara telpon selular pada tahun 2002 dan 2003 yang
menurut Dinas Kehutanan dan PSDA Lampung Barat terjadi tanpa seijin mereka melainkan atas ijin Camat. Kasus terakhir adalah bentuk ikonsistensi
pemerintah daerah atas penanganan status lahan di wilayah setempat. Pembentukan Tim Pengkajian Permohonan Pelepasan Kawasan Hutan di
Pekon Sukapura oleh Bupati Lampung Barat pada tahun 2003 dinilai baru berupa perhatian politis Kabupaten Lampung Barat karena pelaksanaannya
di lapang belum konkrit. Banyak faktor-faktor non-teknis yang bisa diatasi namun tidak dilakukan. Misalnya, pada bulan Desember 2005 Tim tersebut
yang diwakili oleh Asisten 2 Bupati, Dinas Kehutanan dan PSDA Kabupaten, Biro Tata Pemerintahan, Camat Wilayah Kecamatan Sumberjaya, difasilitasi
Tabel 5.5.4. Analisis Rentang Waktu Beberapa Peristiwa Penting Yang berkaitan dengan Konflik Status Lahan Pekon Sukapura di Dalam Kawasan
Hutan Lindung Register 45B Bukit Rigis, Kecamatan Sumberjaya.
Tahun Peristiwa
1951 Transmigrasi Masyarakat
melalui BRN
1952 Transmigrasi Masyarakat
melalui BRN
Sudah dikenakan IPEDA Iuran Pembangunan Daerah, yang kemudian menjadi PBB Th 1980-an
1953 Pemecahan Penduduk Sukapura ke dua tempat, sebagian ke Pekon Tribudi
Syukur Kecamatan Sumberjaya, dan sebagian ke Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan
20 Jan 1954 Sukapura Menjadi Desa definitif
1965 Pemberian izin tumpangsari {Pekon Tribudi Syukur} oleh Kanwil Kehutanan
Propinsi Lampung. 1979
Pembangunan SD Inpres 1982
Wakil masyarakat Sukapura menghadap ke DepHut untuk mengajukan pembebasan lahan.
1983 Pemasangan jalur listrik ke Pekon Sukapura oleh PLN atas program pemerintah
1994 Pembangunan PLTA Way Besay
Penetapan Batas Defenitif BATB 19941995
Operasi Gajah, penurunan masyarakat dari kawasan oleh pemerintah 1996
Rencana membeli tanah untuk mengganti lahan kawasan yang ada pekon Sukapura dengan lahan yang ada di Biha.
1998 Pengajuan status tanah Pekon Sukapura saat kepala desa Bapak Amilin
dilengkapi dengan buku sejarah pekon kepada Departemen, tapi tidak digubris. 1999
Mengajukan proposal izin pemanfaatan lahan HKm {Pekon Tribudi Syukur} Terjadi pendudukan dan pembukaan lahan di areal Hutan Pinus
2000 Keluar izin HKm awal 3 tiga tahun yang dikeluarkan oleh Kanwil Kehutanan
Propinsi Lampung 2000
Peninjauan ulang terhadap pelepasan kawasan di Desa Sukapura, Kecamatan Sumberjaya
2002 Pembangunan 1 buah menara telpon seluler Indosat.
Pemetaan partisipatif lahan yang diajukan untuk pelepasan. 2003 a.
Dibentuk Tim Pengkajian Permohonan Pelepasan Kawasan Hutan di Pekon Sukapura oleh Bupati Lampung Barat dan APBD
2003 b. Diskusi PEMDAKAB Camat + UPTD IPH tentang status lahan.
2003 c. Pembangunan 2 dua menara telpon seluler Telkomsel dan Pro-XL di dalam
kawasan hutan lindung Register 45B Bukit Rigis. 2004 d.
Camat Sumberjaya mengirim surat permohonan pelepasan kawasan di Pekon Sukapura kepada Bupati Lampung Barat
2004 Proyek GNRHL di lahan garap kebun Pekon Sukapura, sementara di
pekarangan tidak dilakukan. Jan - 2005
Silaturahmi dan dialog Sekjen DepDagri dengan masyarakat Pekon Sukapura, Anggota DPRD. Harus disertai dukungan politik dari DPRD Kabupaten.
Mei-2005 Semiloka Pengembangan Model Penangananan Konflik Lingkungan Dalam
pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Register 45b Bukit Rigis. •
Sumber: Hasil diskusi para pihak dalam Semiloka.
oleh LSM Watala dan Working Group Tenure untuk berdialog dengan Menteri Kehutanan cq Badan Planologi. Hasilnya adalah: 1 Departemen Kehutanan
menilai masalah status lahan Pekon Sukapura adalah masalah penting yang memerlukan penyelesaian, 2 Pemerintah Kabupaten diminta mengajukan
surat kepada Menteri Kehutanan untuk menurunkan Tim Terpadu Pusat yang terdiri atas Departemen Kehutanan, Kementrian Lingkungan Hidup, LIPI,
Departemen Dalam Negeri, Badan Pertanahan Nasional, dan Perguruan Tinggi setempat. Surat tersebut hingga kini belum ditindaklanjuti oleh
kabupaten dengan alasan tidak ada biaya untuk menanggung logistik Tim Terpadu Pusat tersebut. Hal tersebut berpotensi menyulut pesimisme
masyarakat Pekon Sukapura atas upaya penyelesaian status lahan, padahal berdasarkan hasil wawancara ulang paska penelitian lapang, masyarakat
bersedia bergotong-royong untuk memikul biaya tersebut. • Para pihak sepakat bahwa dialog dengan Sekjen Depdagri dan beberapa
cendikiawan dari Institut Pertanian Bogor pada tanggal 14 Januari 2005 merupakan bagian dari sejarah upaya deskalasi konflik status lahan Pekon
Sukapura. Hal yang terpenting dalam dialog tersebut yaitu upaya masyarakat perlu ditempuh melalui jalur politik terutama dukungan dari legislatif, DPRD
Kabupaten Lampung Barat. • Kegiatan Semiloka Pengembangan Model Penangananan Konflik
Lingkungan Dalam pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Register 45b Bukit Rigis yang dilaksanakan pada bulan Mei 2005 disepakati oleh para pihak
sebagai bagian dari upaya mencari jalan keluar penyelesaian konflik status lahan.