Gambar 5.16 Struktur Diagram Jalur yang Disederhanakan Berdasarkan Hubungan Antar Sub-Model
1
Apabila dalam meredam eskalasi konflik juga akan dilakukan terhadap sub-model lainnya, maka peubah yang menjadi target intervensi adalah peubah
yang paling berpengaruh di masing-masing model seperti dinyatakan pada Tabel 5.3.7. Apabila semua peubah pada setiap sub-model akan diitervensi, maka nilai
koefisien setiap jalur masing-masing model secara hirarkis dapat dipergunakan sebagai panduan untuk memprioritaskan mana yang kemudian akan diintervensi
Gambar 5.17.
1
X
1
= peubah bencana alam antropogenik, X
2
= peubah penerimaan kotor komoditas utama yang dihitung setara dengan beras yang dikonsumsi responden, X
3
= peubah informasi pasar, X
4
= peubah pengaruh pasar, X
5
= peubah sarana pendukung, X
6
= peubah keputusan konversi lahan kawasan oleh responden, X
7
= peubah tingkat partisipasi responden, X
8
= peubah tingkat kesejahteraan sosial responden, X
9
= peubah tingkat keberdayaan responden, X
10
= peubah tingkat ordinasi responden, X
11
= peubah tingkat represif oleh pemerintah, X
12
= peubah persepsi tentang status kawasan hutan negara, X
13
= peubah akibat persepsi tentang fungsi lingkungan dari hutan, X
14
= peubah persepsi tentang desentralisasi pengelolaan kawasan hutan, X
15
= peubah keterlibatan aktif responden dalam berdialog dan bernegosiasi, X
16
= peubah tingkat pendidikan responden, X
17
= peubah lama tinggal di kawasan, X
18
= peubah kosmopolitan responden, X
19
= peubah penguasaan lahan pertanian di luar kawasan, X
20
= peubah status kepemilikan lahan pertanian yang dikuasai di luar kawasan, X
21
= peubah pendapatan rumah tangga responden di luar kawasan, X
22
= peubah persepsi tingkat kebutuhan lahan pertanian tambahan, X
23
= peubah etik entroposentris, X
24
= peubah etik ekosentrik, X
25
= peubah manifestasi etik lingkungan responden dalam penangana konflik dan X
26
= peubah akibat Eskalasi Konflik
Sub-model Eksternalitas
X
6
= - 0.058X
1
– 0.024X
2
+ 0.041X
3
+ 0.049X
4
+ 0.036X
5
Sub-model Persepsi
X
12
= 0.24X
16
– 0.075X
17
+ 0.41X
18
X
13
= 0.23X
16
– 0.14X
17
+ 0.36X
18
X
14
= 0.26X
16
– 0.10X
17
+ 0.36X
18
Sub-model Persepsi dan Ketimpangan Struktural
X
15
= - 0.038X
10
+ 0.25X
12
+ 0.19X
13
– 0.078X
14
+ 0.19X
11
Sub-model Kelangkaan X
22
= 0.15X
19
+ 0.31X
20
– 0.10X
21
Sub-model Etik Lingkungan X
25
= 0,064X
23
+ 0.073X
24
Sub-model Eskalasi Konflik
X
26
= 0.37X
6
+ 0.066X
10
+ 0.26X
15
+ 0.16X
22
– 0.15X
25
Sub-model Ketimpangan Struktural
X
10
= 0,12X
7
+ 0,18X
8
– 0,029X
9
190
Gambar 5.17. Hasil Analisis Jalur Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik Dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung
Berkaitan Dengan Fungsi Lingkungan dari Hutan
Bencana alam antropogenik X1
Harga komoditi X2
Informasi pasar X3
Sarana pendukung X5
Keputusan Konversi Lahan Kawasan
Oleh Responden X6
Pengaruh Pasar X4
Tingkat partisipasi
responden X7
Tingkat kesejahteraan sosial responden X8
Tingkat keberdayaan
responden X9 Tindakan represif
oleh pemerintah X11
Persepsi tentang status kawasan hutan
negara X12
Persepsi tentang fungsi lingkungan
dari hutan X13
Persepsi tentang desentralisasi
pengelolaan kawasan hutan X14
Keterlibatan aktif responden
dalam berdialog dan negosiasi
X15
Kosmopolit ansi
responden X18
Lama tinggal di
kawasan X17
Tingkat pendidikan
pesponden X16
Penguasaan lahan Pertanian di luar
kawasan X19 Status kepemilikan lahan
pertanian yang dikuasai di luar kawasan X20
Pendapatan Rumahtangga Responden Di Luar
Kawasan X21 Persepsi Tingkat
Kebutuhan Lahan Pertanian
tambahan X22 Manifestasi etik
lingkungan responden dalam
penanganan konflik X25
Etik Ekosentris X24
Etik Antroposentris
X23
ESKALASI KONFLIK X26
Tingkat ordinasi responden X10
-0,058 -0,024
0,041 -0,049
0,036 0,25
0,19
-0,078 0,19
0,15 0,31
0,10 0,16
-0,15 0,37
-0,038 0,26
0,066
-0,029 0,18
0,12 0,36
0,073 0,064
0,36 0,41
-0,10 -0,14
-0,075 0,24
0,23 0,26
Tabel 5.3.7 Peubah yang paling berpengaruh pada masing-masing sub-model Sub-model
Peubah yang paling berpengaruh
Sub-model Eksternalitas X
6
= - 0,058X
1
– 0,024X
2
+ 0,041X
3
+ 0,049X
4
+ 0,036X
5
X
4
= peubah pengaruh pasar
Sub-model Persepsi dan Ketimpangan Struktural
X
15
= - 0,038X
10
+ 0,25X
12
+ 0,19X
13
– 0,078X
14
+ 0,19X
11
Sub-model Persepsi X
12
= 0,24X
16
– 0,075X
17
+ 0,41X
18
X
13
= 0,23X
16
– 0,14X
17
+ 0,36X
18
X
14
= 0,26X
16
– 0,10X
17
+ 0,36X
18
X
12
= peubah persepsi tentang status kawasan
hutan negara, X
18
= peubah kosmopolitan responden
Sub-model Ketimpangan struktural
X
10
= 0,12X
7
+ 0,18X
8
– 0,029X
9
X
8
= peubah tingkat kesejahteraan sosial
responden
Sub-model Kelangkaan X
22
= 0,15X
19
+ 0,31X
20
– 0,10X
21
X
20
= peubah status kepemilikan lahan
pertanian yang dikuasai di luar kawasan
Sub-model Etik Lingkungan X
25
= 0,064X
23
+ 0,073X
24
X
25
= peubah etik ekosentrik
5.3.6.2 Analisis Kebaikan Model
Seperti telah dinyatakan di dalam Bab 3 Metodologi, analisis jalur merupakan analisis yang bersifat confirmatory, dimana model dibangun sebelum
data diperoleh dan dianalisis dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana kesesuaian model dengan data yang digunakan Bollen, 1989. Untuk
kepentingan tersebut, penelitian ini menggunakan analisis Goodness of Fit Index GFI guna menilai kesesuaian model dengan data yang dipergunakan.
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai GFI untuk model ini sebesar 0,83. Beberapa referensi menyatakan bahwa model dinyatakan baik dan sesuai
dengan data yang dipergunakan apabila nilai GFI minimal 0,90, bahkan Sharma 1996 menyatakan nilai minimal GFI adalah 0,95. Namun demikian menurut
pengalaman para peneliti, dalam penelitian ilmu sosial nilai GFI minimal 0,80 sudah cukup untuk menyatakan bahwa model sudah baik dan model sesuai
dengan data yang dipergunakan. Selain GFI, juga terdapat alat analisis kebaikan model lainnya yaitu
Adjusted Goodness of Fit Index AGFI. Dengan tetap menggunakan peubah yang ada, struktur hubungan pengaruhlintasan dapat dibangun kembali
sehingga menghasilkan beberapa model yang baru. Dari beberapa model tersebut kemudian dilakukan analisis AGFI. Model yang memiliki AGFI yang
terbesar adalah model yang memiliki struktur yang paling baik. Model yang dipergunakan di dalam penelitian ini memiliki nilai AGFI sebesar 0.63. Apabila
model tersebut direstruktur dengan tetap mempergunakan peubah yang sama dan kemudian memperoleh nilai AGFI 0,63, maka struktur model yang baru
tersebut dapat dinyatakan lebih baik. Oleh karenanya, untuk kepentingan intervensi optimal dalam rangka menekan eskalasi konflik, perlu dilaksanakan
penelitian lanjutan melalui restrukturisasi model yang dipergunakan sekarang sehingga dapat diketahui struktur model yang mana yang dapat memberikan nilai
AGFI tertinggi.
5.4. Analisis Gaya Mengelola Konflik Dan Polarisasi Konflik.
Menurut Harris dan Reilly 2000, secara teoritis suatu konflik akan melewati tahapan-tahapan tertentu yaitu: 1 tahap perdebatan atau perbedaan
antar pihak pada kepentingan-kepentingan yang menjadi akar konflik, 2 tahap para pihak bersikap terhadap akar konflik, sikap tersebut kemudian
dimanifestasikan melalui gaya mengelola konflik, 3 tahap polarisasi yang dicirikan oleh adanya para pihak yang memiliki kepentingan yang sama akan
membangun posisi berseberangan dan mengambil jarak dengan pihak lain, dan 4 tahap ledakan konflik yang sesungguhnya yang dapat bersifat destruktif atau
konstruktif. Di dalam bagian sub-bab ini, bagaimana para pihak mensikapi akar konflik akan dianalisis melalui gaya mengelola konflik.
Analisis gaya mengelola konflik dalam praktiknya diperlukan diantaranya untuk:
1 Mengambil keputusan apakah suatu perundingan bisa diselenggarakan dan dihadiri para pihak. Kehadiran para pihak yang berkonflik dipengaruhi oleh
gaya konflik yang terbangun dari kombinasi sikap mementingkan kepentingan pihak lain kooperatif dan sikap mementingkan kepentingan
pihaknya sendiri asertif. Keputusan ini bisa dilaksanakan apabila pihak- pihak yang berkonflik setidaknya menunjukkan gaya mengelola konflik
secara akomodatif, kompromi, atau kolaborasi. 2 Mengambil keputusan apakah perundingan belum bisa dilaksanakan karena
pihak-pihak yang berkonflik menunjukkan gaya mengelola konflik secara menghindar, atau represif. Apabila gaya mengelola konflik yang ditunjukkan
utamanya adalah represif saling menekan dan kompetisi destruktif dan menghindar tidak ingin saling bertemu, maka pada kondisi tersebut perlu
dilakukan upaya intensifikasi konflik. Intensifikasi konflik tidak identik dengan
eskalasi konflik. Intensifikasi konflik mengandung arti peningkatan frekuensi peristiwa konflik secara konstruktif dan dimaksud untuk
mengungkap konflik-konflik latentersembunyi sehingga makin jelas terlihat apa saja akar konflik yang terjadi untuk dicarikan
penyelesaiannya.
5.4.1 Gaya Mengelola Konflik Para Pihak
Dalam penelitian ini, beberapa responden wakil dari masyarakat yang bertani di dalam kawasan hutan lindung Register 45B diambil untuk keperluan
analisis. Kemudian dengan mempergunakan teknik snow bowling, mereka diwawancara siapa saja pihak lain individu ataupun lembaga yang dianggap
sebagai pihak lawan baik lawan aktual maupun potensial. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, para pihak dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:
1 Pihak masyarakat yang bertani di dalam kawasan hutan. 2 Pihak LSM, perguruan tinggi, ataupun lembaga penelitian yang memiliki
kepentingan dengan kasus konflik yang terjadi atau yang memiliki kegiatan yang terkait dengan konflik tersebut.
3 Pihak aparat kecamatan, desa pekon, atau lembaga swasta yang berada di lokasi sekitar konflik.
4 Pihak kabupaten yang diasumsikan memilik kepentingan terhadap konflik yang terjadi.
Pada Bab 3 Metodologi direncanakan akan diambil sebanyak 30 responden yang mewakili keempat pihak tersebut. Namun berdasarkan perkembangan penelitian
di lapang, jumlah tersebut meningkat menjadi 41 responden. Perkembangan tersebut tetap diakomodasi untuk dijadikan subjek analisis atas dasar
pertimbangan keterwakilan secara multi stakeholders, hak untuk bersuara, dan kepentingan penanganan konflik secara lebih komprehensif. Komposisi
responden yang telah berubah tersebut seperti ditulis dalam Tabel 5.4.1. Gaya mengelola konflik masing-masing pihak diukur dengan
menggunakan pernyataan responden yang mewakili gaya-gaya yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu: 1 menghindar, 2
kompetisirepresifmenekan, 3 akomodatif, 4 kompromi, dan 5 kolaborasi. Masing-masing gaya kemudian diberi skor sebagaimana ditulis dalam Tabel 3.12
dalam Bab 3. Pada penelitian lapang, semua responden diwawancara untuk mengetahui perbedaan gaya mengelola konflik masing-masing pihak terhadap 3