Kajian Tentang Model Penanganan Konflik
53 SPN - PSA adalah suatu proses yang menganjurkan penanganan konflik
pengelolaan sumberdaya alam yang terjadi di dalam suatu landsekap atau ekosistem tertentu, misalnya ekosistem DAS; melalui pendekatan negosiasi
secara terpadu yang didukung oleh sain dan ilmu pengetahuan baik modern maupun subsisten yang didapat dari hasil-hasil penelitian dan pengembangan
partisifatif dalam bidang bio-fisik, sosial, ekonomi, dan kebijakan; dalam rangka memitigasi konflik kepentingan antar para pesengketa multi-disputants
sekaligus mempromosikan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari Fay dan Pasya, 2001.
Dalam SPN, pendekatan negosiasi secara sistematis diarahkan pada pengembangan sistem insentifdisinsentif sosial-ekonomi-lingkungan termasuk
membangun komitmen commitment sharing untuk melaksanakan setiap perubahan baik spontan maupun dengan kesepakatan dalam rangka mencapai
tujuan bersama common goals. Empat langkah dalam mengembangkan Sistem Pendukung Negosiasi SPN menurut Noordwijk 2001 yaitu: 1 identifikasi
aktorstakeholder serta memahami tujuan dan indikator yang digunakan untuk memprediksi keadaan lansekap saat ini dan dimasa depan, 2 mengembangkan
“alat” yang dapat menghubungkan tata guna lahan dengan indikator fungsi ekologis, fungsi ekonomi, fungsi sosial, dll yang dapat diterima semua
stakeholder, 3 mendukung proses negosiasi dalam konteks butir satu 1, dan 4 memberikan pilihan-pilihan inovasi teknologi dan kelembagaan yang
diharapkan dapat membantu tercapainya tujuan bersama. Model SPN-PSA lebih menekankan bahwa penanganan konflik
merupakan suatu proses, sementara pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan negosiasi. Model tersebut dapat dikategorikan sebagai penanganan
konflik di luar jalur peradilan masuk dalam kelompok Alternative Dispute Resolution. Kelemahan model ini adalah tidak secara eksplisit menguraikan
langkah-langkah analisis peta konflik seperti yang dikembangkan oleh Glasl, sebaliknya, Glasl tidak secara eksplisit menjelaskan bagaimana konflik ditangani
dan dengan menggunakan pendekatan apa. Dari kedua model, bisa dikembangkan sebuah model baru yang relatif
lebih konprehensif yang dapat dipergunakan untuk peneliatian ini. Kelemahan SPN-PSA adalah tidak menguraikan secara lengkap bagaimana tahap 1 dari
model tersebut seharusnya dilakukan. Sebenarnya Model Glasl dapat dipergunakan untuk melengkapi Tahap Kesatu Model SPN-PSA, namun analisis
54 konflik dalam model Glasl pun masing kurang lengkap. Dengan menyertakan
seluruh komponen analisis pemetaan konflik seperti seperti akar konflik, gaya konflik, tipe konflik, dan polarisasi sifat konflik, maka dapat dikembangkan
sebuah model baru yang relatif lengkap seperti ditayangkan dalam Gambar 1.2 yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Model tersebut kemudian dapat
mengisi dan melengkapi Tahap Kesatu Model SPN-PSA sehingga penanganan konflik dapat dilakukan secara holistik mulai dari tahap analisis konflik yang
menghasilkan peta konflik beserta komponen-komponennya hingga tahap penanganan konflik yang sesungguhnya dengan pendekatan negosiasi.
Sedangkan bagaimana kinerja peformance kedua model tersebut Gambar 1.2 dan Gambar 2.8 dalam konteks Otda, memerlukan studi proses di lapang
melalui proses kognitif yang modelnya ditayangkan dalam Gambar 1.3.