22 yang membedakannya dengan deklarasi sebelumnya yaitu pentingnya peranan
wanita dan peranan penduduk asli dan anggota masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, yang masing-masing tertuang pada Prinsip Ke 20 dan Prinsip Ke 22.
Sementara itu, 39 bab yang berikutnya berisi tentang Kerja Aksi PBB dalam lingkungan dan pembangunan; bab-bab yang utamanya menegaskan keterkaitan
langsung antara isu lingkungan dan sumberdaya hutan adalah: • Bab 10 Pendekatan terpadu bagi perencanaan dan pengelolaan sumberdaya
lahan, • Bab 11 Memerangi deforestasi,
• Bab 12 Pengelolaan ekosistem yang mudah rusak; memerangi desertifikasi dan kekeringan,
• Bab 14 Mempromosikan pembangunan perdesaan dan pertanian yang berkelanjutan,
• Bab 15 Konservasi keanekaragaman hayati, dan • Bab 26 Rekognisi dan penguatan peran masyarakat hukum adat dan
komunitas mereka. Sebagai salah satu peserta Konferensi PBB tentang Lingkungan dan
Pembangunan, Indonesia telah mengetahui adanya sejumlah persetujuan tidak mengikat non-binding agreements yaitu: 1 Deklarasi Rio tentang
pembangunan dan lingkungan yang berisikan 27 prinsip dasar yang mengarah pada pencapaian pembangunan berkelanjutan; 2 dokumen Agenda 21 Global
yang merupakan kerja aksi PBB dari Rio; 3 perjanjian tentang prinsip-prinsip kehutanan; 4 konvensi tentang perubahan iklim; dan 5 konvensi tentang
keanekaragaman hayati. Dalam upaya menindaklanjuti dan menerapkan hasil- hasil dari KTT Bumi yang merupakan komitmen Indonesia dalam mendukung
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, maka disiapkanlah suatu dokumen yang dapat dijadikan acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan
dari hasil KTT tersebut. Dokumen tersebut adalah Agenda 21 Indonesia. Dokumen Agenda 21 Indonesia terdiri atas 18 bab yang dikelompokkan
ke dalam empat bagian yaitu Bagian I Pelayanan Masyarakat, Bagian II Pengelolaan Limbah, Bagian III Pengelolaan Sumberdaya Lahan, dan Bagian 4
Pengelolaan Sumberdaya Alam. Agenda 21 Indonesia tentang pengelolaan hutan secara khusus dibahas dalam Bagian III Bab 13. Bab-bab lainnya yang
memiliki keterkaitan langsung dengan pengelolaan hutan yaitu Bab 12
23 Perencanaan Sumberdaya Lahan dan Bab 16 Konservasi Keanekaragaman
Hayati.
2.2. Hutan Dunia dan Indonesia
Total luas daratan di bumi adalah 144,8 juta km
2
atau sekitar 29 dari luas permukaan bumi. Menurut World Research Institute WRI dalam
Cunningham dan Saigo 1995, dari luas daratan tersebut, persentase bentuk penggunaan lahan hutan dan perkebunan kayu pada tahun 1990 adalah 40,54
juta km
2
atau sebesar 28, sisanya terbagi untuk penggunaan lahan irigasi, pastur dan padang penggembalaan, dan penggunaan lainnya Gambar 2.1. Dari
total luas lahan hutan dunia, 10 diantaranya adalah ekosistem hutan tropis. Menurut FAO dalam Cunningham dan Saigo 1995, pada awal abad 20 luas
hutan tropis dunia adalah 20 juta km
2
. Dari luas tersebut, sebesar 16,9 juta hektar per tahunnya telah rusak danatau dikonversi ke dalam penggunaan lain.
Selama kurun waktu abad 20, laju deforestasi hutan tropis dunia per tahunnya adalah 1, yang tertinggi terjadi di Amerika Selatan kemudian disusul oleh Asia
Tenggara dan Asia Timur kontinental. Diduga, komposisi luas tersebut saat ini telah banyak berubah seiring dengan konversi lahan oleh aktivitas manusia.
Gambar 2.1. Penggunaan Lahan Dunia, 1990
Sumber: WRI dalam Cunningham dan Saigo, 1995.
Indonesia dikenal sebagai sebuah negara yang memiliki hutan tropik terluas ketiga di dunia dengan ekosistem yang beragam mulai dari hutan tropik
dataran rendah dan dataran tinggi sampai dengan hutan rawa gambut, rawa air tawar, dan hutan bakau mangrove. Studi yang dilakukan RePPProT 1989
mengidentifikasikan 19 tipe hutan di Indonesia. FAO dan Pemerintah RI 1990
Penggunaan lain tundra, gurun,
lahan basah, perkotaan
40
Hutan dan perkebunan
kayu 28
Pastur dan padang
penggembalaan 22
Lahan irigasi 10
24 mengelompokkannya menjadi enam tipe berdasarkan potensi pengelolaannya
sebagai berikut: 1 Hutan Pegunungan Campuran Mixed hill Forests.
Jenis hutan tersebut sangat penting berkenaan dengan hasil kayunya. Tipe tersebut meliputi sekitar 65 dari seluruh hutan alam Indonesia. Di Sulawesi,
Kalimantan, dan Sumatera hutan tersebut didominasi oleh suku Dipterocarpaceae, jenis kayu terpenting di Indonesia. Di Nusa Tenggara,
Maluku dan Irian Jaya yang bersifat lebih kering, jenis-jenis penting adalah Pometia spp., Palaquium spp., Instia palembanica dan Octomeles.
2 Hutan Sub-montana, Montana, dan Pegunungan. Hutan tersebut terdapat di daerah-daerah Indonesia dengan ketinggian
antara 1.300 sampai dengan 2.500 meter di atas permukaan laut. Suku yang dominan adalah Lauraceae dan Fagaceae.
3 SavanaHutan BambuHutan LuruhHutan Musim Pegunungan. Jenis hutan tersebut tidak luas wilayahnya. Padang rumput savana alami
terdapat di Irian Jaya, berasosiasi dengan Eucalyptus spp., di Maluku berasosiasi dengan Melauleca dan di Nusa Tenggara berasosiasi dengan
Eucalyptus alba. Hutan luruh terdapat di ketinggian sekitar 100 meter, memiliki genera yang tidak ada di hutan hujan seperti Acacia, Albizzia, dan
Eucalyptus. Pembakaran berabad-abad telah menghasilkan spesies dominan tunggal seperti jati Tectona grandis di Jawa, Melauleca leucadendron di
Maluku dan Irian Jaya, serta Timonius sericeus, Borassus flabellifer dan Corypha di Nusa Tenggara. Hutan jati di Jawa dibangun hampir 110 tahun
yang lalu. Hutan musim pegunungan terdapat pada ketinggian di atas 100 m. 4 Hutan Rawa Gambut.
Terdapat hanya di daerah-daerah yang iklimnya selalu basah khususnya Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya yang mencakup 13 juta hektar atau
10 dari luas dari seluruh hutan. Spesies yang terpenting adalah Gonystylus bancanus di Kalimantan dan Camnosperma macrophylum di Sumatera.
5 Hutan Rawa Air Tawar. Luasnya sekitar 5,6 juta hektar, terdapat di Pesisir Timur Sumatera, Pesisir
Barat Kalimantan, dan Irian Jaya. Generanya sama dengan hutan hujan bukan rawa. Di Irian Jaya rumpun pada hutan jenis tersebut didominasi oleh
sagu.
25 6 Hutan Pasang Surut.
Hutan bakau mangrove adalah bagian yang penting dari hutan pasang surut, luasnya sekitar 4,25 juta hektar. Hutan bakau terutama terdapat di
Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya, dan Kepulauan Aru, dan sedikit di Sulawesi bagian Selatan serta Jawa bagian Utara. Rhizopora, Avicennia,
Sonneratia dan Ceriops adalah genera utamanya. Walaupun ada kesepakatan umum mengenai kekayaan kanekaragaman
hayati hutan Indonesia, luas wilayah hutan yang sebenarnya masih menjadi perdebatan. Ini disebabkan oleh berbagai alasan. Pertama, kawasan hutan
berarti lahan yang berada di bawah wewenang Departemen Kehutanan dan Perkebunan, bukan hanya daerah berhutan. Berdasarkan pengertian tersebut
dan Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK tahun 1980, luas hutan di Indonesia diperkirakan 143,8 juta hektar. Kedua, pelaksanaan inventarisasi hutan relatif
terlambat dan hal tersebut masih berlanjut. Keadaan tersebut turut menyulitkan penentuan berapa luas hutan yang sebenarnya. Sebagai contoh, hasil penelitian
RePPProT selama tahun 1985-1989 atas dasar foto udara tahun 1982, memperkirakan bahwa wilayah hutan mencakup 63 dari seluruh luas lahan
Indonesia Djajadiningrat 1992 dalam Agenda 21 Indonesia. Banyak sumber data tentang statistik luas dan kondisi kawasan hutan di
Indonesia baik dari lembaga penelitian maupun dari lembaga teknis departemen namun satu sama lain seringkali menunjukkan perbedaan informasi yang dapat
menyulut konflik interpretasi dan persepsi antar pihak yang peduli dengan kondisi hutan di Indonesia. Berdasarkan data yang bersumber dari Badan Planologi
Departemen Kehutanan 2001, luas kawasan hutan di Indonesia menurut dokumen Tata Guna Hutan Kesepakatan TGHK Tahun 1983 adalah 140,4 juta
hektar, berarti ada perbedaan lebih kecil sebesar 3,4 juta hektar dibandingkan dengan data yang disajikan dalam dokumen Agenda 21 Indonesia yang
dikeluarkan oleh Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup 1995.