Peluang Aplikasinya di dalam Konteks Kebijakan.
dan undang-undang kehutanan dapat dikenai sanksi administrasi, ganti kerugian dan sanksi pidana, sehingga penegakannya dapat melalui instrumen hukum
administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. Tetapi dalam penggunaan instrumen hukum pidana ada ketentuan prinsipil dalam undang-undang
pengelolaan lingkungan hidup yang tidak diadopsi oleh undang-undang kehutanan yaitu keberlakuan asas subsidiaritas asas yang menyatakan bahwa
hukum pidana seyogyanya digunakan sebagai langkah akhir.
Undang-undang kehutanan tidak menganut asas subsidiaritas dalam penggunakan instrumen hukum pidana untuk penyelesaian perkara pidana di
bidang kehutanan, undang-undang kehutanan juga tidak mengatur mekanisme proses perkara pidana tersendiri, oleh karena itu proses perkara pidana
pengangkutan hasil hutan kayu secara ilegal misalnya diselenggarakan mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana sesuai ketentuan Pasal 284 ayat 2 yang menyatakan bahwa dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan maka
terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana
sebagaimana tersebut pada “undang-undang tertentu”, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi. Undang-undang Kehutanan adalah salah
satu yang dimaksud sebagai “undang-undang tertentu” tersebut. Permasalahan di lapangan adalah apabila aktifitas illegal logging tersebut misalnya adalah
implikasi dari sebuah kasus beli tentang tidak jelasnya status lahan kawasan atau tumpang tindih klaim lahan atas sebuah kawasan? Pada kondisi demikian,
UU Kehutanan perlu ditinjau kembali khususnya terkait dengan penerapan asas subsidiaritas pada kasus-kasus yang terlanjur “dipidanakan” padahal kasus belie
nya terjadi karena kegagalan kebijakan kehutanan. Dalam kasus konflik, untuk ketenangan publik, hukum harus memberikan perlindungan substansial bagi
seseorang atau sekelompok orang Stone, 2001.