Profil Para Pihak Dalam Konflik Status Lahan Pekon Sukapura
Gambar 5.26. Diagram Venn Kekhasan saliency ke-12 Pihak dalam proses penyelesaian konflik status lahan Pekon Sukapura dalam kawasan hutan Hutan Lindung
Register 45B Bukit Rigis.
Keterangan: 1 = Dinas Kehutanan dan PSDA Lambar; 2 = Bappeda Lambar; 3 = Badan Planologi Departemen Kehutanan; 4 = LSM Watala; 5 = DPRD Kabupaten Lampung Barat; 6 =
BPLH Lampung Barat; 7 = Kecamatan Sumberjaya; 8 = Peratin Pekon Sukapura; 9 = Kantor BPN Lampung Barat; 10 = Wakil Tokoh Masyarakat; dan 11 = Perguruan
Tinggi Universitas Lampung.
Seperti diuraikan sebelumnya, pada kelompok dominan terdapat 4 pihak yaitu Dinas Kehutanan dan PSDA Kabupaten Lampung Barat 1, Badan
Planologi Departemen Kehutanan 3, DPRD Kabupaten Lampung Barat 5, dan Peratin Pekon Sukapura 8. Walaupun keempatnya memiliki kekhasan yang
sama, namun berdasarkan hasil diskusi selama semiloka, terdapat perbedaan di dalam kepentingan
Interests yaitu: • Kepentingan pihak Badan Planologi Departemen Kehutanan akan
terpengaruh secara negatif “-“ ditunjukkan oleh notasi “ I
-
“. Secara aktual artinya apabila konflik status lahan terselesaikan dan klaim masyarakat
dipenuhi, maka pihak Badan Planologi akan kehilangan aset kawasan hutan lindung Register 45B Bukit Rigis seluas 302,5 hektar.
P, DormanTidur
I, Marjinal
L, Berperhatian
7, 9, 11 PI, Bertenaga
PL, Berpengaruh
4, 6 IL, Rentan
2
-
, 10
+
PIL, Dominan 1
+
, 3
-
, 5
+
, 8
+
Kekuatan Kepentingan
Legitimasi
• Kepentingan pihak-pihak Dinas Kehutanan dan PSDA Kabupaten Lampung Barat, DPRD Kabupaten Lampung Barat, dan Peratin Pekon Sukapura
terpengaruh secara positif “+” ditunjukkan oleh notasi “I
+
”. Secara aktual artinya apabila konflik status lahan terselesaikan dan klaim masyarakat
dipenuhi, maka: o
Dinas Kehutanan dan PSDA Kabupaten Lampung Barat akan memperoleh manfaat yaitu: biaya sosial yang ditimbulkan oleh konflik
bisa dicegah, meningkatnya kawasan budidaya seluas 302,5 hektar dan hal tersebut akan menyediakan ruang tambahan baru bagi
pembangunan wilayah non kawasan Kabupaten Lampung Barat yang 77,76 luas daratannya adalah kawasan hutan konservasi dan hutan
lindung. o
DPRD Kabupaten Lampung Barat akan memperoleh manfaat berupa stabilitas politik kawasan Sumberjaya, khususnya Pekon Sukapura,
melalui penyediaan kepastian penguasaan lahan terutama bagi konstituen infra struktur politik di daerah.
o Peratin Pekon Sukapura akan memperoleh manfaat yaitu; semakin
jelasnya wilayah definitif pekon akan semakin memastikan perencanaan dan pelaksanakan program pembangunan pekon
termasuk pengelolaan sumber-sumber Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Pekon APPKP terutama yang berasal dari sumberdaya
lahan. Selain itu, kepastian penguasaan lahan akan memberikan stabilitas sosial dan ekonomi bagi warga pekon dalam
bermatapencarian. Masyarakat Pekon Sukapura 10 dan Bappeda Kabupaten Lampung
Barat 2 adalah pihak yang kekhasannya masuk ke dalam kelompok rentan. Kelompok ini dicirikan sebagai kelompok yang memiliki kepentingan dan
legitimasi namun tidak memiliki kekuatan. Berdasarkan hasil analisis para pihak selama semiloka, keduanya berada dalam satu kelompok, tetapi memiliki
kepentingan yang berbeda: • Bappeda Kabupaten Lampung Barat secara struktural tidak memiliki otoritas
sebagai kekuatan penentu dalam penetapan dan perubahan peruntukkan dan fungsi kawasan hutan termasuk perubahan status lahan di dalam
kawasan. Namun demikian lembaga tersebut adalah lembaga yang memiliki legitimasi sebagai sebuah lembaga koordinatif pembangunan daerah.
Kepentingannya akan terpengaruh secara negatif “-“ ditunjukkan oleh notasi “ I
-
“. Hingga pada saat penelitian, secara aktual lembaga tersebut masih berpijak bahwa Tata Ruang Kabupaten Lampung Barat adalah
instrumen kebijakan yang harus dipatuhi oleh semua pihak, termasuk dalam penyelesaian konflik status lahan di Pekon Sukapura.
• Masyarakat Pekon Sukapura secara formal tidak memiliki kekuatan penentu dalam penetapan dan perubahan peruntukkan dan fungsi kawasan hutan
termasuk perubahan status lahan di dalam kawasan. Namun demikian, legitimasinya atas klaim status lahan diakui oleh pihak lain walaupun
pengakuan tersebut belum disertai dengan pelepasan kawasan hutan. Pengakuan pihak lain tersebut terjadi karena adanya bukti-bukti sejarah
bahwa konflik status lahan di Pekon Sukapura memang terjadi karena kelalaian pemerintah masa lalu yang mentransmigrasikan BRN ke wilayah
tersebut tanpa ditindak lanjuti dengan administrasi sertifikasi lahan. Kepentingan masyarakat akan terpengaruh secara positif “+“ ditunjukkan
oleh notasi “I
+
“, artinya mereka akan memperoleh manfaat atas terselesaikannnya konflik status lahan dengan dimungkinkannya sertifikasi
lahan sehingga diperoleh kepastian status penguasaan lahan dalam bentuk hak milik atas tanah atau hak-hak lainnya.