Letak Geografis Profil Kabupaten Langkat dan Masyarakat Melayu Langkat

21

2.2.1 Letak Geografis

Secara Geografis Kabupaten Langkat terletak pada posisi 3 o 14 LU Lintang Utara s.d. 4 o 13 LU Lintang Utara dan 97 o 52 BT Bujur Timur s.d. 98 o 45 BT Bujur Timur. Kabupaten Langkat yang terletak di pesisir pantai Timur Provinsi Sumatera Utara, berbatasan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: o Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat Malaka. o Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo. o Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deliserdang dan Kota Binjai. o Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Aceh Kabupaten Aceh Tenggara. Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis kelamin No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah 1. Bahorok 19.971 19.855 39.826 2. Serapit 8.033 7.885 15.918 3. Salapian 13.043 12.934 25.977 4. Kutambaru 6.784 6.565 13.349 5. Sei Bingai 24.007 24.156 48.163 6. Kuala 19.479 19.541 39.020 7. Selesai 34.788 34.296 69.084 8. Binjai 21.493 20.777 42.270 9. Stabat 40.386 41.233 81.619 10. Wampu 20.604 19.977 40.581 11. Batang Serangan 18.069 17.296 35.365 12. Sawit Seberang 12.622 12.575 25.197 13. Padang Tualang 23.269 23.521 46.790 14. Hinai 24.086 23.770 47.856 Universitas Sumatera Utara 22 No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah 15. Secanggang 32.718 32.508 65.226 16. Tanjung Pura 32.507 31.835 64.342 17. Gebang 21.417 20.995 42.412 18. Babalan 28.637 27.692 56.379 19. Sei Lepan 23.758 22.947 46.705 20. Brandan Barat 11.313 10.684 21.997 21. Besitang 22.139 21.676 43.815 22. Pangkalan Susu 20.746 20.500 41.246 23. Pematang Jaya 6.648 6.348 12.996 Jumlah 486.567 479.566 966.133 Sumber: Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten Langkat 2010 Secara Geografis Kabupaten Langkat terletak pada posisi 3 o 14 LU Lintang Utara s.d. 4 o 13 LU Lintang Utara dan 97 o 52 BT Bujur Timur s.d. 98 o 45 BT Bujur Timur. Topografi wilayahnya digolongkan dalam tiga bahagian yaitu: o Wilayah pesisir pantai dengan ketinggian 0 –4 meter dari permukaan laut. o Wilayah dataran rendah dengan kertinggian 4 –30 meter dari permukaan laut. o Wilayah dataran tinggi dengan ketinggian 30 –105 meter dari permukaan laut. Daerah ini dialiri oleh 26 sungai besar dan kecil, melalui kecamatan dan desa-desa. Keberadaan sungai-sungai itu menyebabkan kondisi tanah subur, sehingga memberikan iklim kondusif untuk pertanian dan perkebunan.Menurut cerita rakyat setempat, selain sebagai sumber air bagi para petani, sungai-sungai tersebut sejak abad ke-14 sudah berfungsi sebagai jalur transportasi yang menghubungkan antara Kesultanan Langkat dengan para pedagang dari negeri Universitas Sumatera Utara 23 Cina.Ketika itu, Kesultanan Langkat menjalin hubungan dalam hal perniagaan.Kini, sungai-sungai itu hanya difungsikan sebagai jalur pengantar kayu dan bambu dari daerah hulu ke hilir. Pada masa dahulu, keberadaan sungai-sungai itu juga mempengaruhi bentuk atau corak hunian milik orang Melayu Langkat.Rumah panggung didirikan oleh masyarakat Melayu Langkat mengikuti alur jalan dan bukit-bukit karena dipandang dapat menghindari luapan air dari berbagai sungai yang terdapat di dekat daerah hunian mereka. Nama Langkat diambil dari nama Kesultanan Langkat yang dulu pernah ada di tempat yang kini merupakan kota kecil bernama Tanjung Pura, sekitar 20 km dari Stabat. Wilayah kecamatan yang terdapat di daerah Kabupaten Langkat terbagi ke dalam tiga wilayah, yaitu: I. Wilayah Langkat Hulu, yang merupakan daerah berdataran tinggi meliputi: Kecamatan Kuala, Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Salapian, Kecamatan Bahorok, Kecamatan Serapit, Kecamatan Kutambaru, Kecamatan Selesai, dan Kecamatan Binjai. II. Wilayah Langkat Hilir, yang merupakan daerah berdataran rendah meliputi: Kecamatan Stabat, Kecamatan Wampu, Kecamatan Secanggang, Kecamatan Hinai, Kecamatan Padang Tualang, Kecamatan Batang Serangan, Kecamatan Sawit Seberang, dan Kecamatan Tanjung Pura. III. Wilayah Teluk Haru yang merupakan daerah pantai yang meliputi: Kecamatan Babalan, Kecamatan Gebang, Kecamatan Brandan Barat, Kecamatan Sei Lepan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kecamatan Besitang, dan Kecamatan Pematang Jaya. Universitas Sumatera Utara 24 Orang Melayu Langkat menetap di ketiga wilayah tersebut.Disebabkan wilayah domisili mereka, masyarakat Langkat dianggap sebagai bagian dari bangsa Melayu di Pulau Sumatera.Komunitas ini terbentuk karena migrasi atau berpindahnya orang-orang Batak Karo yang datang dari Tanah Karo yang terletak di selatan Kabupaten Langkat. Dengan demikian, masyarakat Melayu Langkat memiliki garis yang sama dengan nenek moyang orang Batak Karo, terutama bagi masyarakat Melayu Langkat di daerah Langkat Hulu Langkat bagian barat- selatan. Hijrahnya sekelompok orang Batak Karo ke tanah Langkat tersebut secara otomatis menyebabkan terjadinya kontak budaya secara intens dalam waktu relatif lama dengan masyarakat Langkat yang berada di sisi utara yang lebih dekat dengan budaya orang Aceh. Proses asimilasi ini berangsur membuat mereka mulai meninggalkan sistem sosial dan religi Batak Karo dan beralih memeluk Islam. Masyarakat Langkat menjadi bagian dari bangsa Melayu karena dua hal: 1 lokasi bermukim dan 2 agama yang dipeluk. Hal itu termaktub dalam sebuah pantun mengenai transformasi orang Melayu Langkat ini: Bukan kapak sembarang kapak Kapak untuk membelah kayu Bukan Batak sembarang Batak Batak sudah menjadi Melayu Sejalan dengan ditinggalkannya tradisi Batak Karo, sementara kebudayaan Islam mempengaruhi cara pandang hidup mereka, maka hal-hal tersebut sedikit banyak mempengaruhi bentuk-bentuk kesenian yang muncul. Sebut saja kasidah, marhaban, gambus, kompang, dan lain sebagainya.Selain itu, mereka juga mengenal seni oral tradisi lisan dalam melantunkan hikayat, dongeng, atau syair yang juga bernapaskan Islam.Di kalangan mereka juga berkembang kesenian Universitas Sumatera Utara 25 berbalas pantun.Tradisi ini biasanya dilakukan mulai dari alam kandungan, lahir, besar, akil baligh, pernikahan, sampai kematian, dan lain-lainnya. Bahasa Melayu Langkat memiliki dialek tersendiri yang berbeda dengan ragam dialek bahasa Melayu yang ada di Sumatera maupun Semenanjung Malaka pada umumnya.Ciri khusus yang paling nampak ialah pada pelafalannya, seperti penekanan dan intensitas pemakaian pada huruf e lebih kentara di akhir kalimat. Selain itu, irama tutur intonasi yang berbeda dengan aksen Melayu dari daerah lain. Kendati demikian, model dialek atau gaya bahasa seperti ini kini sudah jarang ditemui, kecuali pada orang-orang tua asli Melayu Langkat. Selanjutnya, dalam struktur sosial masyarakat Melayu Langkat, sebuah desa kampung terdiri atas beberapa dusun yang letaknya mengelompok dalam pola tertentu.Setiap dusun dipimpin oleh seorang Kepala Lorong.Pada masa Kesultanan Langkat, berlaku stratifikasi sosial yang membedakan antara keturunan bangsawan dan tidak. Golongan bangsawan ialah keturunan raja yang ditandai dengan gelar-gelar kehormatan tertentu, seperti tengku, sultan, datuk, dan lain sebagainya.Golongan ini sangat dihormati dan disegani karena, selain memegang kendali pemerintahan, para bangsawan inilah yang berkuasa atas keputusan-keputusan yang berkaitan dengan praktik peradatan masyarakat Langkat.Begitu pula dengan hak atas kepemilikan tanah dan modal produksi lainnya. Sementara bagi orang yang non-gelar bangsawan, mereka hanya bisa menjalankan apa yang telah diputuskan dan ditetapkan para pemangku adat dan sultan http:www.Langkatkab.go.id , di akses 8 Maret 2012. Universitas Sumatera Utara 26

2.2.2 Peta Kabupaten Langkat