Langkat Pada Masa Kependudukan Belanda Langkat Pada Masa Kependudukan Jepang

15 Sungai Lepan di daerah Telaga Said pada tahun 1883. Pada tahun 1892 Sultan Musa bekerja sama dengan perusahaan Belanda yang bernama Koninklijke Koninklijke Nederlandsche Maatschapij Tot Exploitatie van Petroliumbronnen in Nederlandsche-Indie. Pada masa kepemimpinan Sultan Musa banyak kerajaan kecil yang masih di bawah naungannya yaitu Stabat, Binjai, Selesai, Bahorok, Besitang termasuk Kerajaan Tamiang dan Seruai. Menurut Arifin 2008:33 —34, Kesultanan Langkat mencapai kejayaannya pada masa kepemimpinan Sultan Abdul Aziz dan dianggap Kerajaan Melayu terkaya yang ada di Sumatera Timur bahkan satu-satunya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur yang memiliki kursi dan tahta kerajaan serta kereta kencana yang terbuat dari emas. Sultan Abdul Aziz turun tahta pada usia 53 tahun dan digantikan oleh putranya Sultan Mahmud Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah antara tahun 1926 – 1946. Sultan Abdul Aziz wafat pada tanggal 1 Juli 1927 dalam usia 54 tahun, setahun setelah menyerahkan tahtanya kepada putranya. Pada masa kesultanan Sultan Mahmud Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah keadaan Kerajaan Langkat tidak semakmur masa kepemimpinan ayahandanya Sultan Abdul Aziz yang banyak membangun sarana ibadah dan sarana pendidikan. Sultan Mahmud Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah hanya membangun sarana kesehatan yaitu Rumah Sakit Tanjung Pura dulu namanya Rumah Sakit T. Musa pada tahun 1930 dan memindahkan serta membangun istana barunya di Binjai.

2.1.1 Langkat Pada Masa Kependudukan Belanda

Kerajaan Langkat pada masa Kolonial Belanda dibagi dalam dua bentuk yaitu, 1 Pemerintahan tradisional kesultanan yang dipimpin oleh Sultan Musa Universitas Sumatera Utara 16 dan 2 Pemerintahan ala Belanda yang dipimpin dengan sebutan residen yang bernama Morrey yang berkedudukan di Binjai Arifin, 2008:40 —43. Tugas dan kekuasan dari asisten residen Belanda hanyalah mendampingi sultan bagi orang-orang asing, sedangkan Sultan Musa tetap berkuasa penuh kepada rakyat pribumi, dengan pusat kerajaannya di Tanjung Pura. Agar terlaksananya roda pemerintahan maka, pada tahun 1881 Langkat dibagi dua yaitu 1 Langkat Hulu dan 2 Langkat Hilir. Sultan Musa berkedudukan di Langkat Hilir, sedangkan untuk Langkat Hulu Sultan Musa menunjuk putra tertuanya untuk menjadi wakil sultan di Langkat Hulu. Ketika Sultan Abdul Aziz berkuasa, asisten residen Belanda dipindahkan dari Binjai ke Tanjung Pura.

2.1.2 Langkat Pada Masa Kependudukan Jepang

Rezim Jepang mulai berkuasa di Medan dan sekitarnya pada tanggal 13 Maret 1942 yang sekaligus mengambil alih kekuasaan atau jajahan Belanda menjadi jajahan Jepang. Otomatis Kerajaan atau Kesultanan Langkat jatuh ke tangan Jepang. Semua istilah-istilah Belanda ditukar menjadi istilah Jepang. Istilah keresidenan ditukar menjadi ―Syu‖ yang dikepalai oleh Syu-tyokan yang setarap dengan residen tetapi kekuasaan Syu-tyokan setaraf dengan gubernur yang mempunyai wewenang penuh untuk mengurus dan mengatur daerahnya sendiri. Dengan sistem kerja paksa Romusha, bangsa Jepang membawa pemuda Langkat untuk bekerja tanpa upah dalam menyelesaikan proyek mereka seperti pembangunan lapangan terbang di Baguldah Padang Cermin Kecamatan Selesai dan pembangunan lapangan terbang di Tanjung Beringin Hinai. Kekejaman Jepang mengakibatkan terjadinya pemberontakan rakyat yang dikoordinir oleh Aron. Para rakyat melawan tentara Jepang terutama pada ―Kempetai‖ di kampung Universitas Sumatera Utara 17 Belilir Kecamatan Kuala, Tanjungpura, Pangkalan Berandan, Besitang. Di Besitang dikenal dengan perlawanan berdarah oleh H.O.K. Nurdin yang bergelar Datuk Setia Bakti Besitang yang menghadang satu kompi pasukan Jepang dan akhirnya beliau tewas oleh pengeroyokan puluhan serdadu Jepang. Pada masa itu yang yang menjabat sebagai sultan di Langkat adalah Sultan Mahmud yang memang kurang mampu dan kurang berani dalam membela rakyatnya, karena setiap gerak dan langkahnya selalu diintai oleh pihak Jepang. Setiap keputusan yang akan diambil oleh Sultan Mahmud harus diketahui dan disetujui oleh pemerintahan Jepang Arifin, 2008:43 —46.

2.1.3 Langkat Era Kemerdekaan