B.U. Siregar Penelitian-penelitian Intonasi

34 PRAAT yang digunakan dapat menganalisis data dengan cara memanipulasi dan memodifikasi parameter intonasi secara akurat. Simpulan penelitian Ebing, bahwa penutur bahasa Indonesia tidak mampu mengenali variasi-variasi nada secara baik dan cermat. Penutur bahasa Indonesia memiliki toleransi yang tinggi terhadap penyimpangan pola intonasi yang didengarnya dan yang diketahuinya. Kontribusi penelitian Ebing, menyatakan bahwa tekanan tuturan di dalam bahasa Indonesia tidak mempunyai keharusan untuk meletakkan di mana tekanan itu berada.

3.2.3 B.U. Siregar

Penelitian Siregar 2000 yang berjudul ―Fungsi Pragmatika Intonasi di d alam Bahasa Indonesia: Suatu Kajian Awal‖adalah kajian yang membahas tentang intonasi dari perspektif pragmatika khususnya tentang bagaimana kalimat- kalimat itu menghasilkan proposisi untuk menyampaikan informasi pragmatika. Kajian Siregar ini adalah kajian awal yang mencoba untuk menjelaskan fenomena pragmatika intonasi, dan menjelaskan bahwa proposisi tertentu mungkin dihasilkan oleh struktur yang setensial dan Siregar juga membahas sedikit tentang implikasi teori fungsi pragmatika intonasi setensial dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa Indonesia, pendapat ini bertolak dari kajian yang dilakukan oleh Pane 1950; Alisjahbana 1953; Halim 1974, dan Wojowasito 1978. Kajian ini mencoba membahas tentang intonasi kalimat dalam bahasa Indonesia dari wawasan pragmatika. Beliau mengatakan bahwa intonasi adalah pola perubahan nada kalimat yang dihasilkan penutur ketika berbicara. Pola tersebut dapat membagi suatu tuturan ke dalam satuan yang secara gramatikal Universitas Sumatera Utara 35 bermakna dan dapat menunjukkan penggunaan yang khusus. Kemudian, di dalam kajian ini Siregar berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: a Apakah perubahan pola intonasi yang membawa informasi pragmatika dapat dikenali di dalam bahasa Indonesia? b Bagaimanakan perubahan pola intonasi pada sebuah ujaran melahirkan proposisi yang membawa informasi, yang secara sintaktis dan semantik tidak berhubungan? c Bagaimanakah informasi pragmatika ini diuraikan secara sistematis? d Apakah implikasi teoretis fungsi pragmatika intonasi kalimat terhadap pembelajaran dan pengajaran bahasa Indonesia? Data diperoleh dari wawancara radio, televisi, dan dialog yang ada di dalam film ataupun sinetron Indonesia juga sejumlah informan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk memerikan informasi pragmatika yang dapat dikenali melalui perubahan pola intonasi kalimat dalam bahasa Indonesia serta implikasinya terhadap pengajaran dan pembelajaran bahasa Indonesia. Siregar mengatakan bahwa secara sintaksis, intonasi dalam bahasa Indonesia dapat memiliki ciri-ciri yang berhubungan kategori dan fungsi kalimat. Intonasi dapat memberikan informasi kategorial, misalnya intonasi deklaratif, interogatif, dan imperatif juga memberikan informasi fungsional. Selain itu intonasi secara semantik dapat mengubah makna kalimat. Kontribusi penelitian Siregar adalah a pola intonasi pada sebuah ujaran dapat melahirkan proposisi yang secara siktaksis dan semantik tidak berhubungan, melalui konteks pertuturan yang sesuai, b perubahan pola intonasi yang membawa informasi pragmatika dapat dikenali dan diuraikan secara sistematis Universitas Sumatera Utara 36 melalui pengkategorian pola intonasi menjadi pola intonasi tak bermarkah dan pola intonasi bermarkah, c beberapa tindak ujaran tertentu dapat dilakukan melalui perubahan pola intonasi di dalam bahasa Indonesia, dan d fungsi pragmatika intonasi kalimat memiliki implikasi teoretis terhadap pembelajaran dan pengajaran bahasa Indonesia.

3.2.4 Sugiyono