KONDISI EKONOMI JAWA BARAT

RKPD Kota Bandung Tahun 2016 III - 24 tengah pemulihan ekonomi negara maju yang relatif lamban terpantau menjadi salah satu faktor utama perlambatan kinerja perekonomian Jawa Barat pada triwulan I. Dari sisi sektoral, kinerja sektor utama Jawa Barat melambat pada triwulan I 2015 khusunya pada sektor perdagangan besar dan eceran. Sektor perdagangan besar dan eceran tercatat mengalami perlambatan. Sementara itu, melambatnya kinerja ekspor pada triwulan I ini juga turut mendorong sektor industri pengolahan mengalami sedikit perlambatan pada triwulan ini. Di sisi lain, meskipun masa panen padi di sentra pertanian Jawa Barat mundur ke triwulan II 2015, namun pada akhir triwulan I 2015 terpantau sudah masuk masa panen sehingga kinerja sektor tersebut meningkat khususnya yang bersumber dari tanaman bahan makanan dan menjadi penahan laju perlambatan yang lebih dalam. PERKEMBANGAN INFLASI Inflasi Jawa Barat pada triwulan I 2015 mengalami penurunan dan kembali sesuai dengan pola historisnya. Baik secara tahunan maupun triwulanan, inflasi Jawa Barat berdasarkan perhitungan kenaikan indeks harga konsumen IHK di 7 kota pada triwulan I 2015 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Secara tahunan pada triwulan I 2015 inflasi Jawa Barat sebesar 5,46 yoy, menurun dibandingkan triwulan IV 2014 yang mencapai 7,41 yoy. Penurunan yang terjadi terutama disebabkan oleh komoditas kelompok adninistered prices sebagai dampak berbagai kebijakan penurunan harga BBM sebanyak 2 dua kali pada awal periode, yang kemudian diikuti oleh penurunan tarif angkutan dalam kota maupun antar kota. Namun demikian, pada maret 2015 pemerintah kembali menetapkan kebijakan penyesuaian harga berupa kenaikan harga BBM dan LPG 12 kg yang dinyatakan sebagai respon terhadap menguatnya US Dollar terhadap Ripiah. Sementara itu, pada kelompok komoditas volatile food, penurunan harga yang terjadi pada beberapa komoditas pangan seperti cabai, telur dan daging ayam ras mampu meredam laju inflasi kelompok volatile foods akibat gejolak harga yang terjadi pada komoditas beras dan bawang merah. PERKEMBANGAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PEMBAYARAN Perkembangan kinerja sektor perbankan Jawa Barat pada triwulan I 2015 masih menunjukan kondisi yang relatif baik. Hal ini tercermin dari peningkatan aset dan kualitas kredit yang terjada dalam batas aman dengan rasion Non Performing Loan NPL di bawah 5 . Pertumbuhan kredit dan pembiayaan yang disalurkan perbankan konvensional maupun syariah pada periode laporan tercatat menhalami perlambatan yaitu berturut-turut 12,3 yoy dan 18,1 yoy dengan total penyaluran sebesar Rp 305,9 trilyun. Di sisi lain, total dan pihak ketiga DPK yang berhasil dihimpun bank umum konvensional maupun syariah di Jawa Barat tercatat sebesar Rp 336,9 trilyun, meningkat dari sebesar 10,6 yoy pada triwulan IV 2014 menjadi sebesar 14,3 yoy pada triwulan I 2015. Sementara itu, terjadi peningkatan resiko kredit yang tercermin dari rasio kredit bermasalah ataun Non Performing Loan NPL, namun masih dalam batas aman di bawah 5 . Ketahanan sektor korporasi juga perlu dicermati seiring perkembangan rasio kredit bermasalah pada sektor-sektor utama seperti industri pengolahan dan sektor perdagangan besar dan eceran yang meningkat, meski masih terjaga dalam batas aman. Pada aspek sistem pembayaran, kinerja sistem pembayaran non tunai pada triwulan I 2015 menunjukan adanya penurunan, Penggunaan fasilitas Real Time Gross Settlemen RTGS maupun kliring mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume transaksi. Sementara itu, perkembangan peredaran uang di Jawa Barat pada trilwulan I 2015 masih didominasi oleh inflow. Dominasi inflow ini terlihat dari peningkatan jumlah aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat hingga mencapai Rp 19,0 trilyun, sementara outflow mengalami penurunan dari Rp 12,5 trilyun menjadi sebesar Rp 10,86 trilyun pada triwulan I 2015. RKPD Kota Bandung Tahun 2016 III - 25 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Secara umum, realisasi keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat pada trilwulan I 2015 yang ditandai dengan belanja konsumsi pemerintah masih relatif terbatas. Sementara realisasi disisi pendapatannya cukup optimal. Realisasi belanja pemerintah yang merupakan pendorong utama pertumbuhan dan langsung menyentuh kepentingan masyarakat luas terealisasi sebesar 7,8 pada triwulan I 2015, yang berarti mengalami peningkatan dibandingkan realisasi triwulan I 2014 sebesar 7,3 . Belanja pemerintah pada triwulan I 2015 menghasilkan output dan outcome kegiatan yang telah sesuai dengan tahapah pencapaiannya sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan kegiatan pemerintah telah cukup efektif. Namun demikian, masih perlu menjadi perhatian bersama bahwa meski realisasi belanja pemerintah mengalamai peningkatan, masih terdapat indikasi penyerapan anggaran yang relatif lambat di awal tahun, untuk selanjutnya akan menumpuk di akhir tahun. Kondisi ini dapat mengakibatkan manfaat serta efek stimulusnya kurang optimal. Di sistem pembayaran, jumlah likuiditas di Jawa Barat terpantau mencukupi untuk mendukung transaksi perekonomian sebagaimana tercermin dari uang kartal yang memadai serta jumlah transaksi nontunai yang cukup besar. Kinerja sistem pembayaran nontunai Jawa Barat pada triwulan III 2014 cukup kondusif. Fasilitas RTGS maupun kliring menunjukkan tren meningkat baik dari sisi nominal maupun volume transaksi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, perkembangan peredaran uang kartal pada triwulan III 2014 masih sangat memadai baik dalam jumlah maupun kondisi yang layak edar. PERKEMBANGAN KETENAGA KERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Perlambatan ekonomi yang terjadi pada triwulan 2015, terindikasi belum memberikan dampak langsung secara signifikan terhadap kondisi ketenagakerjaan Jawa Barat. Data ketenagakerjaan BPS Provinsi Jawa Barat pada periode Februari 2015 menunjukan adanya peningkatan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK Jawa Barat menjadi sebesar 66,08 dan penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka TPT menjadi sebesar 8,40 pada periode yang sama. Sementara itu, indikator tingkat kemiskinan juga menunjukan tren yang menurun. Pada aspek persepsi, optimisme masyarakat sisi konsumen terhadap kondisi perekonomian, penyerapan tenaga kerja dan penghasilan juga masih tinggi. Namun disisi lain berdasarkan hasil survei kegiatan dunia usaha SKDU Bank Indonesia, persepsi pelaku usaha terhadap kondisi penggunaan tenaga kerja memburuk dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengindikasikan bahwa di masa datang dukungan terhadap peningkatan kondisi perekonomian Jawa Barat perlu menjadi perhatian dari seluruh elemen perekonomian. PROPEK PEREKONOMIAN Perekonomian Jawa Barat diperkirakan cenderung meningkat pada kisaran 5,0 - 5,4 yoy pada triwulan II 2015. Dari sisi permintaan, peningkatan diperkirakan disumbang oleh peningkatan seluruh komponen, seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi maupun ekspor. Sementara itu, secara sektoral, kinerja dua sektor utama Jawa Barat, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor diperkirakan meningkat dibanding triwulan sebelumnya dan menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat triwulan II 2015. Sementara itu dari sisi inflasi, diperkirakan akan terjadi peningkatan tekanan inflasi Jawa Barat pada triwulan II 2015 pada kisaran 6,2 - 6,6 yoy. Peningkatan tekanan inflasi diperkirakan terjadi khususnya pada kelompok volatile foods menjelang rhamadan dan dari kelompok administered price khususnya akibat resiko pada peningkatan harga bahan bakar minyak dan bahan bakar rumah tangga. Namun demikian, tingkat inflasi Jawa Barat secara keseluruhan tahun 2015 diperkirakan masih berada dalam batas sasaran nasional kisaran 4 ± 1 yoy. RKPD Kota Bandung Tahun 2016 III - 26 3.3 ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Keuangan daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, didefinisikan sebagai: “semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu, baik uang maupun barang yang dijadikan milik daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban daerah tersebut”. Hak merupakan hak daerah untuk mencari sumber pendapatan daerah berupa pungutan pajak daerah, retribusi daerah, atau sumber penerimaan lain-lain yang sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku. Sedangkan kewajiban adalah kewajiban daerah untuk mengeluarkan uang dalam rangka melaksanakan semua urusan pemerintah di daerah Mamesah, 1995:5. Arah kebijakan keuangan daerah berisi uraian tentang kebijakan yang akan dipedomani oleh Pemerintah Daerah dalam mengelola pendapatan daerah, belanja daerah,dan pembiayaan daerah. Tujuan utama kebijakan keuangan daerah adalah bagaimana meningkatkan kapasitasriilkeuangan daerah dan mengefisiensikan penggunaannya. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, bahwa pendanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah telah diatur sesuai kewenangan yang diserahkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah tumpang tindih ataupun ketidaktersedianya pendanaan pada suatu urusan pemerintahan. Sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah meliputi pajak daerah, Retribusi Daerah, Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain- lain Pendapatan Asli Daerah PAD yang sah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan Lain-lain Pendapatan yang sah. Kedudukan APBD sangatlah penting sebagai alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah dalam proses pembangunan di daerah. APBD juga merupakan alatwadah untuk menampung berbagai kepentingan publik public accountability yang diwujudkan melalui program dan kegiatan. APBD merupakan instrumen kebijakan, yaitu sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah yang harus mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Proses penganggaran yang telah direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan tertib serta disiplin akan mencapai sasaran yang lebih optimal. APBD juga menduduki posisi sentral dan vital dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah.

3.3.1. REALISASI DANPROYEKSI PENDAPATAN DAERAH 2013-2016

Pendapatan Daerahmenurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, didefinisikan sebagai: “hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih”. Secara umum, sumber-sumber pendapatan daerah terdiri atas: 1. Pendapatan Asli Daerah PAD Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, sumber PAD terdiri atas: a Hasil pajak daerah, yaitu pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada semua obyek pajak, seperti orangbadan, benda bergeraktidak bergerak; b Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasafasilitas yang berlaku oleh Pemerintah Daerah secara langsung dan nyata; c Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain: RKPD Kota Bandung Tahun 2016 III - 27 i. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerahBUMD; ii. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintahBUMN; iii. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. d Lain-lain PAD yang sah, antara lain: i. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; ii. Jasa giro; iii. Pendapatan bunga; iv. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah; v. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan danatau pengadaan barang danatau jasa oleh daerah; vi. Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; vii. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; viii. Pendapatan denda pajak; ix. Pendapatan denda retribusi; x. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; xi. Pendapatan dari pengembalian; xii. Fasilitas sosial dan fasilitas umum; xiii. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan xiv. Pendapatan dari angsurancicilan penjualan. Pemberian sumber PAD bagi daerah ini bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. 2. Dana Perimbangan Dana perimbangan yaitu dana yang bersumber dari dana penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana Perimbangan Pendapatan Transfer merupakan penerimaan daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dana perimbangan ini terdiri atas: 1 Bagi Hasil PajakBagi Hasil Bukan Pajak; 2 Dana Alokasi Umum; dan 3 Dana Alokasi Khusus. Dana Perimbangan bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, serta mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antardaerah. 3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah meliputi: Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi antara lain meliputi bagi hasil pajak kendaraan bermotor, bea balik nama, pajak bahan bakar, bagi hasil air permukaan, dan dana penyesuaian dari otonomi khusus serta Bantuan Keuangan dari Provinsi, pada saat nanti ketika evaluasi gubernur atas rancangan APBD. Analisis dan perhitungan pendapatan daerah dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar realisasi dan potensi pendapatan daerah yang dapat digunakan untuk pendanaan pembangunan di Kota Bandung. Analisis dan perhitungan pendapatan daerah dilakukan dengan melihat data: 1 realisasi pendapatan tahun 2013, 2 realisasi pendapatan tahun 2014, 3 penetapan APBD tahun 2015 dan 4 proyeksi pendapatan tahun 2016 tahun rencana Berdasarkan data tahun 2013-2014 terlihat bahwa sumber penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah PAD dan Lain-lain Pendapatan yang Sah mengalami kenaikan, sementara penerimaan yang berasal dari Dana Perimbangan mengalami penurunan.