4227 2.
Na tola marduaan halak na marlainan jenis na so samarga di na sopi dohot di na holip
tidak boleh orang berlainan jenis kelamin yang berbeda
marga
di tempat yang sepi dan tempat yang tersembunyi; 3.
Na tola
2. Pranata
Tutur
3. Pranata
C. Sistem Musyawarah dalam Masyarakat
Dalihan na Tolu
Dalam prinsip masyarakat
Dalihan na Tolu
, untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau untuk memutuskan suatu persengketaan dalam masyarakat, baik besar maupun kecil, apalagi yang menyangkut
adat, agama dan urusan pemerintahan, dapat diselesaikan melalui
martahi
musyawarah. Musyawarah dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai dengan orang yang ikut hadir dalam musyawarah:
e.
Tahi Ungut-ungut
musyawarah keluarga. Dalam tingkatan ini musyawarah dilaksanakan antara suami dan istri, yang dihadiri oleh orang tua dari kedua belah pihak;
f. Tahi Dalihan Na Tolu
. Dalam tingkatan ini, musyawarah dilaksanakan antara
mora, kahanggi,
dan
anak boru
. Umumnya, berbagai permasalahan dan sengketa dapat diselesaiakan dalam tingkatan musyawarah ini, karena semua perwakilan masyarakat adat
Dalihan na Tolu
telah hadir di dalamnya;
g. Tahi Godang Parsahutaon
Musyawarah besar dalam sebuah perkampungan. Musyawarah dalam tingkatan ini dihadiri oleh selain perwakilan masyarakat
Dalihan na Tolu
, juga dihadiri oleh
Mora ni Mora
,
Pisang Raut, Ompu Nikotuk, Goruk-Goruk Hapinis, Hatobangon
,
Raja,
Orang Kaya;
h. Tahi Godang Haruaya Mardomu Bulung
Musyawarah besar antara desa atau daerah. Musyawarah dalam tingkatan ini selain dihadiri oleh unsur
Dalihan na Tolu mora, kahanggi
dan
anak boru
,
Mora ni Mora, Pisang Rahut, Ompu Nikotuk, Goruk-Goruk Hapinis, Hatobangon,
Orang Kaya, juga dihadiri oleh:
Raja Panusunan Bulung
adalah pemimpin tertinggi dalam sebuah
luat
satu wilayah kekuasaan yang terdiri dari beberapa desa.
D. Larangan Praktek Prostitusi Menurut Undang-undang
Prostitusi dalam bahasa diartikan sebagai pelacur atau penjual jasa seksual atau disebut juga sebagai pekerja sek komersial. Menurut istilah prostitusi di artikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat
menyerahkan diri atau menjual jasa kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah.
Menurut Van Kan, kepentingan-kepentingan manusia bisa saling bertabrakan kalau tidak dikendalikan oleh kaidah, sehingga lahirlah kaidah agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan sebagai
usaha manusia untuk menyelaraskan kepentingannya. Indra Perwira berpendapat bahwa kaidah hukum mempunyai sifat pemaksa artinya kalau seseorang
melanggar kepentingan orang lain maka dia akan dipaksa oleh hukum untuk mengganti rugi atau bahkan dicabut hak kebebasannya dengan jalan dimasukan ke penjara agar kepentingan orang lain itu tidak
terganggu.
4228 Larangan praktek prostitusi sudah diatur secara tegas dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
KUHP. Pasal 296 menyebutkan bahwa barangsiapa yang pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum penjara selama-lamanya
satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000. Kemudian Pasal 297 menyebutkan bahwa memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara
selama-lamanya enam tahun. Selanjutnya pada Pasal 506 menyebutkan bahwa barangsiapa sebagai mucikari
souteneur
mengambil untung dari pelacuran perempuan, dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan.
E. Keberadaan Masyarakat Adat dalam Pencegahan Praktek Prostitusi Menurut Undang-undang