4205 Fakta ini menunjukkan bahwa memang benar peristiwa perkawinan dalam masyarakat Batak sungguh
merupakan peristiwa yang luar biasa dan harus dihormati. Konsekuensi dari wujud penghormatan masyarakat Batak dalam penyelenggaraan perkawinan dibuktikan melalui:
1. Adanya persyaratan yang cukup ketat dalam penyelenggaraan sebuah perkawinan;
2. Banyaknya kegiatan dan prosedur yang harus dilaksanakan;
3. Mahalnya biaya yang dibutuhkan dalam setiap perkawinan.
Berdasarkan ketiga macam bukti penghormatan dalam penyelenggaraan perkawinan di atas, secara otomatis, sadar atau tidak sadar akan mengakibatkan pada dua hal:
1. Sulitnya dilakukan perceraian yang diakibatkan oleh:
a. Adanya rasa malu terhadap keluarga kedua belah pihak yang telah bersusah payah dalam
mensukseskan terselenggaranya pernikahan mereka; b.
Adanya pengawasan yang ketat dari orang tua dan tokoh masyarakat adat terhadap setiap rumah tangga di tengah-tengah masyarakat.
2. Muncul Rasa kasih sayang sangat mendalam terhadap istri atau suami, dikarenakan oleh begitu sulit dan
payahnya kegiatan yang harus dilalui untuk sampai pada sebuah pernikahan yang sah. Oleh karenanya, muncul tekad yang kuat dalam menjaga keutuhan rumah tangga sampai akhir khayat;
3. Dimasukkan dalam jajaran
harajaon
dan
Hatobangon
di dalam masyarakat. Karena jajaran
harajaon
dan
Hatobangon
merupakan kedudukan yang sangat terhormat dalam masyarakat Batak. Bagi masyarakat Batak, menjaga kehormatan merupakan perbuatan yang sangat dijunjung tinggi. Ada prinsip dalam
masyarakat Batak bahwa setiap tindakan dan perbuatan yang dapat menjatuhkan martabat dan harga diri adalah harus dihindarkan dan dijauhi. Seperti halnya dengan perceraian, bagi masyarakat Batak itu
dianggap sebagai perbuatan yang akan menjatuhkan dan menurunkan martabat seseorang dalam masyarakat. Oleh karenanya, mayoritas masyarakat Batak jarang melakukan perceraian, kalaupun ada
jumlahnya sangat sedikit. Itupun dipengaruhi oleh faktor yang luar biasa yang sudah menabrak rambu- rambu agama dan adat istiadat setempat.
3. Bentuk Sanksi yang Dijatuhkan dalam Sengketa Perkawinan
Setiap sengketa perkawinan yang diselesaikan melalui musyawarah dalam masyarakat Batak, biasanya disertai dengan pemberian sanksi yang bervariasi sesuai dengan tingkat dan jenis sengketa yang dilakukan.
Adapun macam sengketa dan jenis sanksinya yang pernah dijatuhkan dalam masyarakat Batak adalah: a.
Sanksi dalam sengketa kawin sumbang: 1.
Memutuskan tali perkawinan antara suami dan istri yang sudah menikah; 2.
Jika mereka tetap tidak bersedia dipisahkan atau bercerai, maka mereka diusir dari kampung halaman mereka;
3. Putus hubungan mereka dengan keluarga baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan.
b. Sanksi dalam sengketa kawin
sopar
tidak sesuai dengan tutur:
4206 1.
Apabila anak perempuan itu adalah anak dari anak
boru satu sundut
satu generasi, maka sanksinya memotong seekor kambing dengan mengundang makan orang sekampung. Bentuk Hukuman
semacam ini dinamakan dengan istilah ―
Pasar-sar bulung di alaman
: Menyerakkan dedaunan di halaman‖ atau ―
Paijur sonduk
: Menurunkan senduk‖ atau ―Paijur balik kuku‖; 2.
Apabila anak perempuan itu anak dari anak
boru pusako
yang sudah lama, maka sanksinya lebih besar dan lebih berat;
3. Memotong seekor kerbau yang akan disuguhkan kepada raja-raja;
4. Diumumkan beberapa ketentuan atau
balok-balok
batas-batas bahwa yang dulunya pihak laki-laki sebagai
mora
, sekarang berubah status dan kedudukannya sebagai anak
boru
disebabkan karena mereka melakukan
rompak tutur
mengubah tutur. Sanksi ini hanya berlaku bagi ayah dan anak laki-laki yang menikahi anak
borunya
saja dan tidak berlaku bagi seluruh kahangginya saudaranya; 5.
Tidak boleh lagi keturunan mereka mengambil anak gadis anak
boru
mereka. c.
Sanksi dalam sengketa kawin
mangalakkai
kawin melangkahi: 1.
Orang yang melangkahi tersebut harus memberikan pakaian
sasali
kepada abang atau kakak kandung yang dilangkahinya;
2. Jika yang melangkahi dan yang dilangkahi itu sama-sama perempuan, maka pihak keluarga laki-laki
harus memberikan pakaian
sasali
kepada anak gadis yang dilangkahi tersebut; 3.
Jika yang melangkahi dan yang dilangkahi itu sama-sama laki-laki, maka adik yang melangkahi tersebutlah yang memberikan pakaian
sasali
kepada abang kandungnya yang telah dilangkahinya; 4.
Jika yang melangkahi seorang adik laki-laki dan yang dilangkahi seorang kaka perempuan, maka adik yang melangkahi itu yang memberi pakaian
sasali
sesuai keinginannya; 5.
Jika yang melangkahi adik perempuan dan yang dilangkahinya laki-laki, maka keluarga calon mempelai laki-laki yang memberikan pakaian
sasali
. d.
Sanksi dalam sengketa kawin yang ditarik paksa: 1.
Keluarga atau orang tua si calon mempelai perempuan harus membayar segala kerugian di waktu kedatangan pengantin perempuan tersebut;
2. Harus membayar denda sebagai ganti rugi tercemarnya kehormatan keluarga calon mempelai laki-
laki. Hukuman semacam ini dalam masyarakat Batak dinamakan hukuman ―
Tobus ila
: denda penebus malu‖.
e. Sanksi dalam sengketa perkawinan yang ditinggalkan di tengah jalan: 1.
Keluarga laki-laki yang melarikan tersebut harus membayar denda kepada keluarga perempuan. Besarnya denda biasanya seekor kambing atau seekor lembu;
2. Harus datang keluarga laki-laki untuk meminta maaf kepada keluarga perempuan yang dilarikan
tersebut.
4207
3. Perkawinan Yang Baik dan Dilarang dalam Adat Batak