Instrumen yang digunakan pada saat pengolahan sampai dengan penyusunan thesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Perangkat keras yang terdiri dari satu set komputer jinjing Notebook; b. Perangkat lunak yang terdiri dari Ms Excel, Ms Word dan Arcview 3.3;
c. GPS Global Positioning System, alat ukur untuk mengetahui posisi dan koordinat lintang dan bujur di permukaan bumi;
d. Citra satelit Lansat 7 ETM+ hasil olahan dan Peta Laut terbitan Dishidros AL.
3.3.2 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pengamatan, pengukuran dan telaah langsung di lapangan dengan alat bantu instrument yang telah
disiapkan. Pengumpulan data ekologi dilakukan secara visual dengan alat bantu Scuba Set.
3.3.2.1 Parameter Fisika Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisika kimia perairan yang diamati pada masing- masing stasiun penelitian merupakan data pendukung yang akan digunakan dalam
menganalisis kondisi lingkungan penelitian. Parameter yang telah ditentukan kemudian diukur langsung dilapangan dengan menggunakan instrumen yang telah
disipkan sehingga hasilnya didapatkan langsung melalui pembacaan skala yang ditunjukkan oleh instrumen yang digunakan tersebut.
Pengukuran parameter fisika kimia perairan yang diamati pada setiap stasiun meliput i kedalaman, suhu, salinitas, kecerahan, kecepatan arus, pH,
oksigen terlarut, serta substrat dasar dilakukan dengan metode sebagai berikut: a. Kedalaman
Pengukuran kedalaman perairan pada stasiun pengamatan terumbu karang dilakukan dengan mencatat kedalaman yang ditunjukkan oleh depth meter
pada scuba set, sedangkan pengukuran kedalaman pada stasiun pengamatan kualitas air dilakukan dengan menggunakan grab sampler yang
ditenggelamkan ke dasar perairan kemudian dihitung panjang tali yang berada di dalam perairan.
b. Suhu dan Salinitas Pada pengukuran parameter suhu perairan dan salinitas dilakukan dengan
menggunakan alat Thermometer dan Hand-refraktometer dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh instrumen tersebut.
c. Arus Kecepatan arus diukur dengan menggunakan floater drudge pada setiap
lokasi pengamatan, arah arus ditentukan dengan menggunakan kompas, yakni menentukan posisi titik awal pelepasan Floater drauge sampai pada posisi
terakhirnya terakhirnya. Waktu yang ditempuh Floater drauge sampai talinya menegang kemudian dicatat untuk perhitungan kecepatan arus.
d. Oksigen terlarut dan pH Pada pengukuran parameter oksigen terlarut DO dan pH dilakukan dengan
menggunakan alat DO meter dan pH meter dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh instrumen tersebut
3.3.2.2 Kondisi Terumbu Karang
Pengambilan data karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercept Transect
LIT untuk melihat persentase penutupan karang. Transek atau ditempatkan sejajar dengan garis pantai pada setiap stasiun pengamatan dengan
panjang 50 meter, pengamatan dilakukan sepanjang 30 meter dengan 3 tiga kali ulangan dalam 1 satu transek yaitu masing-masing pada jarak 0-10 meter, 20-30
meter dan 40-50 meter dengan interval antar ulangan 10 sepuluh meter. Pengamatan dilakukan dengan mencatat bentuk pertumbuhan karang dan substrat
yang berada di bawah garis transek dengan ketelitiaan dalam ukuran centimeter Coremap II-LIPI 2007; English et al. 1997; Hill Wilkinson 2004. Kategori
bentik yang diamati dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Bentik kategori dalam pengambilan data kondisi terumbu karang
BENTUK DESKRIPSI
ACB Acropora bentuk koloni bercabang
ACT Acropora bentuk koloni mendatar meja
ACS Acropora bentuk koloni sub massive
ACE Acropora bentuk koloni merayap
ACD Acropora bentuk koloni menjari
CM Non Acropora dengan bentuk koloni Massive
CS Non Acropora dengan bentuk koloni Sub Massive
CF Non Acropora dengan bentuk koloni lembaran
CE Non Acropora dengan bentuk koloni merayap
CB Non Acropora dengan bentuk koloni bercabang
AA Pertumbuhan makro algae yang mengelompok
CA Algae berkapur
CHL Karang genus Heliopora
CME Karang genus Millepora
CMR Karang dari famili Fungiidae
DC Karang baru mati bleaching
DCA Karang mati sudah ditumbuhi algae tapi masih kelihatan bentuk koloninya
HA Makroalgae dari genus Hallimeda
MA Makroalgae
OT Biota-biota yang berassosiasi dengan terumbu karang
R Patahan karang mati, masih terpisah dan belum ditumbuhi coraline algae
RCK Batuan beku atau cadas
S Pasir
SC Soft Coral
SI Pasir haluslumpur
SP Sponge
TA Makroalgae berbentuk filamen
ZO Biota Zooanthid
Sumber: English et al. 1997; Coremap II-LIPI 2007
3.3.2.3 Ikan Karang
Pengambilan data ikan karang menggunakan metode Underwater Fish Visual Census
UVC dengan melakukan pencatatan jumlah ikan yang nampak dalam daerah transek sabuk, dimana posisi dan panjang transek ini sama dengan
posisi LIT. Sensus dilakukan dengan radius pandang 5 lima meter di atas jalur
transek yang telah di pasang 2.5 m sebelah kiri dan 2.5 m sebelah kanan garis transek sehingga luas bidang yang teramati pada setiap transeknya adalah 5 x
50m = 250 m
2
a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka menjadikan terumbu karang sebagai tempat
Coremap II-LIPI 2007; English et al. 1997; Hill Wilkinson 2004. Ikan karang yang diamati dibagi kedalam 3 tiga kelompok:
pemijahan dan sarangdaerah asuhan. Ikan-ikan target ini diwakili famili Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Nemipteridae, Caesionidae, Siganidae,
Haemulidae dan Acanthuridae;
b. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis-jenis ikan karang yang khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut.
Ikan-ikan indikator diwakili famili Chaetodontidae, Pomachantidae, Zanclidae,
dan beberapa spesies dari famili Acanthuridae, Scorpaenidae, Balistidae
dan Scaridae; c.
Ikan-ikan major, merupakan jenis-jenis ikan berukuran kecil, 5–25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan
hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini
sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili famili Pomacentridae, Apogonidae, Labridae,
dan Blenniidae. Metode LIT dan UVC seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 3 Metode LIT dan UVC.
3.3.2.4 Kondisi Sosial Masyarakat
Pengambilan data sosial dilakukan pada ketiga desa yang ada di Pulau Pasi, pemilihan responden dilakukan secara sengaja purposive sampling yaitu dengan
memilih masyarakat yang terdiri dari dari nelayan, tokoh masyarakat dan aparat pemerintah yang ditemui dilapangan. Pengumpulan data melalui wawancara
dengan responden interview dan pengamatan lapangan observasi dengan menggunakan kuisioner.
Pengumpulan data persepsi masyarakat tentang keberadaan KKLD dan rencana zonasinya juga dibutuhkan sebagai data tambahan yang dapat mendukung
dalam penetapan Pulau Pasi sebagai KKLD di Kabupaten Selayar. Responden 50 m
5 m
juga diberikan kesempatan untuk menilai dan memberi masukan pada rancangan zonasi multiguna KKLD Pulau Pasi berdasarkan kepentingan dan kebutuhan
mereka serta memetakan daerah yang biasanya dijadikan sebagai lokasi penangkapan.
Selain itu juga dibutuhkan informasi seluruh stakeholder masyarakat, nelayan, pemerintah daerah tentang kegiatan apa saja yang ingin atau dapat
dilakukan didalam KKLD. Hal ini tentunya diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam model pengelolaan KKLD di Pulau Pasi.
3.3.2.5 Data Sekunder
Data sekunder bersumber dari data dan informasi yang relevan dengan penelitian, yang diinventarisir dari berbagai sumber yaitu dari berbagai
lembagainstansi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, COREMAP II Selayar, Badan Pusat Statistik.
3.4 Batas dan Zonasi KKLD
Penentuan batas dan zonasi multiguna Kawasan Konservasi Laut Daerah akan mempermudah pemerintah daerah dalam upaya pelestarian dan monitoring
terhadap ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Tahapan pembuatan peta zonasi dan batas KKLD disajikan dibawah ini:
Gambar 4 Bagan tahapan pembuatan peta zonasi KKLD.
Data dan Informasi
Awal Peta
Awal Konsultasi
Publik Survey
Lapangan Proses
Overlay
Peta Batas dan Zonasi
Multiguna KKLD
3.4.1 Penentuan Rancangan Sementara
Penentuan rancangan awal zona inti ini dilakukan sebelum kegiatan survey berdasarkan informasi dan data sekunder yang telah ada. Dengan ditetapkannya
rancangan zona inti akan memudahkan untuk melakukan kegiatan tahap selanjutnya. Rancangan awal ini kemudian akan ditawarkan ke stakeholder.
3.4.2 Konsultasi Publik
Setelah penyusunan peta rancangan sementara zona inti KKLD, kemudian dilakukan konsultasi publik dengan mengumpulkan informasi tentang persepsi
stakeholder terhadap rancangan awal yang ditawarkan. Data ini juga dikompilasi dengan data hasil wawancara tentang kondisi sosial masyarakat setempat dan data
biofisik hasil survey.
3.4.3 Pembuatan Peta KKLD
Data-data tersebut diatas kemudian dianalisis dan dilakukan tahapan interpretasi dari setiap komponen data tersebut, yaitu: 1 pembobotan dan
skoring, 2 overlay, dan 3 pembuatan peta batas dan zonasi muiltiguna kawasan konservasi laut. Berikut adalah contoh penyajian batas KKLD:
Tabel 3 Contoh batas kawasan konservasi laut daerah
No Titik Sistem Koordinat
Bujur Timur BT Lintang Selatan LS
1 2
3 n
…… ……
…… ……
…… ……
…… ……
3.5 Analisis Data
Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis sesuai dengan informasi yang dibutuhkan.
3.5.1 Data Biofisik
Analisa data biologi English et al. 1997; COREMAP II-LIPI 2007; CRITC- LIPI 2006:
a. Untuk menghitung persentase tutupan karang pada lokasi peneliian pada setiap stasiun pengamatan dihitung dengan rumus:
100 cov
x transek
panjang karang
koloni Panjang
er =
b. Untuk menganalisis nilai keanekaragaman jenis mengikuti formulasi Shannon diversity index H’ Odum 1993 :
H ′ = -
∑ pi ln pi
dimana : H
′ = Indeks keanekaragaman Shannon
Pi = proporsi kelimpahan individu dari satu individu ke i niN
N = Total jumlah individu
ni = Jumlah individu tiap jenis
3.5.2
Analisis Kesesuaian Zona Inti KKLD
Penentuan kriteria kesesuaian lokasi untuk zonasi inti KKLD dilakukan dengan pembobotan dan skoring berdasarkan beberapa kriteria yang telah
ditentukan. Kriteria untuk kesesuaian zona inti adalah sebagai berikut. Tabel 4 Pembobotan dan skoring zona inti KKLD
No Kriteria
Bobot Kategori S1
Skor Kategori
S2 Skor Kategori
N
Skor
Kriteria Ekologi
1 Persentase tutupan 2
50 3
25-50 2
25
1
2 Keanekaragaman ikan karang
2 H 3
3 2H3
2 H2
1
3 Jumlah jenis ikan 1
≥ 100 3
40-99 2
40
1
4 Jenis Life Form 1
10 3
5-10 2
5
1
Kriteria Sosial
5 Spesies Ekonomis 1
Tinggi 3
Sedang 2
Rendah
1
6 Kepentingan Perikanan 2
Rendah 3
Sedang 2
Tinggi
1
7 Dukungan Masyarakat dan Pemerintah
2 Tinggi
3 Sedang
2 Rendah
1
8 Jarak dari pemukiman 1
2 Km 3
2-3 Km 2
3 Km
1
Sumber : Modifikasi Salm et al. 2000; Soselisa 2006
Untuk mendapatkan kriteria penilaian zona inti maka perlu diketahui interval kelas untuk masing-masing kesesuaian dimana skor minimal 12 dan skor
maksimal 36 dengan rumus:
ik = 36-123 = 8
Dengan interval kelas 8 maka didapatkan kriteria kesesuaian untuk zona inti sebagai berikut:
Sangat Sesuai S1 : skor 29 - 36
Sesuai S2 : skor 20 - 28
Tidak Sesuai N : skor 12 - 19
3.5.3 Analisis Kesesuaian Budidaya Laut
Penentuan kelayakan perairan untuk pengembangan budidaya laut dilakukan dengan metode pembobotan. Data kondisi fisika dan kimia perairan Pulau Pasi
dijadikan acuan dalam menentukan kriteria kelayakan lahan. Metode scoring atau pembobotan maksudnya setiap parameter diperhitungkan dengan pembobotan
yang berbeda. Bobot yang digunakan sangat tergantung dari percobaan atau pengalaman empiris yang telah dilakukan. Semakin banyak sudah diuji coba,
semakin akurat pula metode scoring yang digunakan.Faktor-faktor utama kelayakan yang diperlukan untuk penempatan lokasi budidaya laut disajikan pada
tabel berikut : Tabel 5 Kriteria kesesuaian budidaya laut
No Parameter
Bobot Kategori
Skor Kategori
Skor Kategori
Skor S1
S2 N
1 Suhu
o
1 C
28 – 30 3
25-30 atau 30-32 2
25atau 32 1
2 Arus cmdet
2 20 – 40
3 5-19 atau 41-50
2 5 atau 50
1 3
Salinitas ‰ 1
30 – 33 3
28-29atau 34-35 2
28 atau 35 1
4 Oksigen mgl
2 7 – 8
3 5–7 atau 8–10
2 5 atau 10
1 5
Kecerahan 2
67-100 3
33-66 2
33 1
6 pH
1 7 – 8
3 6–7 atau8–8.5
2 6 atau 8.5
1 7
Substrat dasar 2
Pasir 3
Pasir lumpur 2
Lumpur 1
8 Aksesibilitas
1 Mudah
3 Sedang
2 Susah
1 9
Keamanan 1
Tinggi 3
Sedang 2
Rendah 1
Sumber: Modifikasi dari DKP 2002, KLH 2004, Radiarta et al. 2003; Rachmansyah 2004.
Untuk mendapatkan kriteria kesesuaian maka perlu diketahui interval kelas untuk masing-masing kesesuaian dimana skor minimal 12 dan skor maksimal 36
dengan rumus:
ik = 36-123 = 8
Dengan interval kelas 8 maka didapatkan kriteria untuk masing-masing kelas kesesuaian sebagai berikut:
Sangat Sesuai S1 : skor 29 - 36
Sesuai S2 : skor 20 - 28
Tidak Sesuai N : skor 12 - 19
3.5.4 Analisis Kesesuaian Wisata Bahari
Penentuan kriteria kesesuaian lokasi untuk kesesuaian wisata bahari dilakukan dengan pembobotan dan skoring berdasarkan beberapa parameter yang
telah ditentukan dan didapatkan dari hasil pengamatan lapangan. Berikut disajikan
tabel kriteria kesesuaian untuk wisata bahari:
Tabel 6 Kesesuaian wisata bahari
No Parameter
Bobot Kategori
S1 Skor
Kategori S2
Skor Kategori
N Skor
1 Kecerahan Perairan
2 80
3 50-80
2 50
1 2
Tutupan Komunitas Karang 3
75 3
40-75 2
40 1
3 Jenis lifeform
3 10
3 5-10
2 5
1 4
Jenis Ikan Karang 3
50 3
20-50 2
20 1
5 Kecepatan Arus cmdet
1 0-15
3 15-40
2 40
1 6
Lebar Hamparan Datar Karang 2
300 3
50-300 2
50 1
7 Kedalaman Terumbu Karang m
1 3-15
3 1-3 16-35
2 35
1 Sumber: Modifikasi Yulianda 2007
Untuk mendapatkan penilaian kesesuaian wisata bahari maka perlu diketahui indeks kesesuaian wisata untuk masing-masing lokasi. Nilai maksimum
untuk kesesuaian wisata bahari adalah 45. Indeks kesesuaian wisata bahari ditentukan dengan rumus:
IKW = ∑ NN
maks
x 100 dimana:
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata Bahari
N = Nilai Parameter ke-I bobot x skor
N
maks
= Nilai Maksimum Kategori Wisata Dari hasil perhitungan IKW kemudian dapat ditentukan kelayakan suatu
lokasi sebagai wisata bahari berdasarkan kriteria:
Sangat Sesuai S1 : skor 83-100
Sesuai S2 : skor 50 - 83
Tidak Sesuai N : skor 50
3.5.5 Pemetaan Partisipatif
Penentuan lokasi penangkapan fishing ground nelayan Pulau Pasi dilakukan dengan pemetaan partisipatif. Responden yang terdiri atas nelayan
dimintai keterangan tentang lokasi tempat mereka menangkap ikan di sekitar pulau dan mencoba menunjukkannya pada peta lokasi penelitian yang telah
disiapkan.
3.5.6 Analisis Deskriptif
Data kualitatif yang diperoleh dari hasil interview dan observasi mengenai presepsi masyarakat tentang zonasi KKLD yang direncanakan, alternatif kegiatan
yang dapat dilakukan di dalam KKLD serta informasi sosial lainnya dianalisis secara deskriptif untuk mendukung data biofisik yang didapatkan.
3.5.7
Analisis SWOT Untuk Strategi Zonasi
Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan
ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi.
Analisa SWOT SWOT Analysis adalah suatu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan
Strengths, Kelemahan Weaknesses, Peluang Opportunities, dan Ancaman Threats yang mungkin terjadi dalam mencapai suatu tujuan dari suatu
pengelolaan. Untuk keperluan tersebut diperlukan kajian dari aspek lingkungan baik yang berasal dari lingkungan internal maupun eskternal Rangkuti 2007.
Faktor-faktor internal yang dapat dianalisis yaitu: • Kekuatan Strengths dan
• Kelemahan Weaknesses
Sedangkan faktor-faktor eksternal, yaitu: • Peluang Opportunities dan
• Ancaman Threats Berdasarkan hasil analisis faktor-faktor SWOT diatas ditetapkan strategi-
strategi pengelolaan seperti di bawah ini:
Gambar . Strategi pengelolaan berdasarkan analisis SWOT
Gambar 5 Penyusunan strategi pengelolaan berdasarkan analisis SWOT.
3.5.8 Analisis Spasial
Dalam analisis secara spasial terlebih dahulu dilakukan pemetaan secara spasial berdasarkan paramater ekologis, oseanografi dan sosial yang diperoleh
sehingga diperoleh peta tematiknya. Selanjutnya proses terakhir yang dilakukan dalam proses secara spasial adalah proses overlay dengan memperhatikan hasil
analisis SWOT sehingga informasi yang didapatkan lebih tajam karena salah satu keunggulan teknologi SIG adalah kemampuannya dalam melakukan analisis
spasial yaitu melalui proses overlay peta. Dari semua peta tematik yang merupakan variabel analisis, dilakukan proses overlay sehingga menghasilkan
satu peta yang telah memiliki informasi spasial dari setiap tema untuk kemudian dapat ditentukan batas kawasan dan zona-zona dalam KKLD.
FAKTOR-FAKTOR INTERNAL
FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL
O Opportunities
Peluang
T ThreatsAncaman S StrengthsKekuatan.
Strategi SO:
Strategi menggunakan kekuatan untuk me-
manfaatkan peluang.
Strategi SO:
Strategi meminimalkan kelemahan untuk
menghindari ancaman.
W Weaknesses Kelemahan
Strategi ST:
Strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi
ancaman.
Strategi WO:
Strategi meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan maka didapatkan gambaran tentang kondisi umum lokasi penelitian yang dibahas berdasarkan kondisi geografis,
sosial demografi dan aksesibilitas.
4.1.1 Kondisi Geografis
Pulau Pasi termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan dengan posisi geografis
6
o
5’ - 6
o
13’ LS dan 120
o
23’ - 120
o
Tabel 7 Data Penduduk Pulau Pasi 27’ BT terletak disebelah Barat Pulau Selayar.
Pulau ini terdiri atas tiga desa, yaitu Desa Bontolebang, Desa Bontoborusu dan Desa Kahu-Kahu dengan luas pulau ± 2 335 ha BPS 2009 dan panjang garis
pantai ± 29.5 Km PSTK UNHAS 2007. Berikut disajikan informasi tentang data penduduk Pulau Pasi:
No Desa
Luas Wilayah Km
2
Jumlah Penduduk Jiwa
Jumlah KK
Laki-laki Perempuan
1 2
3 Bontolebang
Kahu-Kahu Bontoborusu
3.31 10.04
10.00 874
1918 1639
246 482
463 448
955 902
426 963
737
Sumber: Daftar isian data keluarga 2010; BPS 2009
4.1.2 Kondisi Sosial Demografi
Penduduk Pulau Pasi memiliki jenis mata pencaharian di sektor perikanan dan pertanian yang merupakan sektor dominan dari total jumlah penduduk yang
bekerja pada sektor lain. Keberadaan musim sangat mempengaruhi aktifitas masyarakat. Untuk musim timur umumnya mereka bekerja sebagai nelayan
sedangkan pada musim barat umumnya masyarakat sebagai petani jambu mente, jagung, kelapa. Alat tangkap yang digunakan pun masih tradisional yaitu pancing
dan jaring untuk menangkap ikan sunu, kerapu, cepa dan lainnya. Dari 73 orang responden yang diwawancarai didapatkan gambaran tentang
aktifitas perikanan yang mereka lakukan Tabel 8. Keterangan tersebut menunjukkan bahwa 52.05 responden melakukan kegiatan penangkapan
disekitar pulau dan 38.36 melakukan kegiatan penangkapan di Taka’ Bajangan
sekitar 4 mil laut dari Pulau Pasi. Keseluruhan responden masih menggunakan alat tangkap tradisional yaitu pancing, jaring, sero dan lainnya, mereka mayoritas
menangkap ikan karang dan merasakan bahwa sumberdaya ikan semakin berkurang jika dibandingkan dengan lima tahun yang lalu.
Tabel 8 Gambaran kondisi nelayan Pulau Pasi n=73
No Uraian
Jumlah Responden
Persentase Total
1 Lokasi penangkapan:
Sekitar Pulau Pasi 38
52.05 100
Taka’ Bajangan 28
38.36 Diluar Pulau Pasi
7 9.59
2 Alat tangkap digunakan:
Pancing 42
57.53 100
Jaring 20
27.40 Lainnya
11 15.07
3 Jenis ikan tangkapan :
Ikan karang 65
89.04 100
Ikan pelagis 5
6.85 Ikan karang pelagis
3 4.11
4 Rata-rata tangkapanhari :
5 Kg 26
35.62 100
5 - 10 Kg 34
46.58 10 Kg
13 17.81
5 Hasil tangkapan 5 tahun terakhir:
Meningkat 13
17.81 100
Sama saja 14
19.18 Menurun
46 63.01
4.1.2.1 Desa Bontolebang
Desa Bontolebang terdiri atas 3 tiga dusun, yaitu Dusun Gusung Timur, Dusun Gusung Barat dan Dusun Gusung Lengu’. Kondisi perumahan didominasi
oleh rumah panggung yang berbahan dasar kayu. Jaringan listrik di desa ini telah dikelola dengan baik dimana setiap warga diwajibkan membayar beban listrik
berdasarkan jumlah lampu yang terpasang di rumah dengan pembangkit mesin diesel yang memadai untuk konsumsi seluruh penduduk desa. Berbeda dengan
fasilitas listrik, ketersediaan air tawar desa ini sangat minim, hal ini mungkin disebabkan oleh karakter fisik topografi desa yang landai.
Pekerjaan utama penduduk desa adalah nelayan. Selain kegiatan perikanan tangkap, nelayan di desa ini mencoba mengembangan budidaya ikan karang
kerapu, sunu, baronang dan cepa dengan menggunakan keramba jaring tancap
dan keramaba jaring apung. Peran perempuan dalam keluarga dapat dikatakan cukup besar, baik sebagai ibu rumah tangga maupun penunjang ekonomi
keluarga. Hal ini terlihat dengan aktifnya perempuan bekerja untuk membantu peningkatan ekonomi keluarga seperti berdagang kebutuhan pokok, pengolahan
ikan kering dan bahkan membantu suami dalam melakukan perawatan peralatan tangkap.
Di Desa Bontolebang telah terdapat Lembaga Keuangan Mikro LKM “Karang Indah” yang berperan sebagai penggerak kegiatan produktif masyarakat.
Pemanfaat dana LKM sampai saat ini telah mencapai 96 orang, artinya keberadaan LKM telah mampu menggerakkan masyarakat dalam melakukan
kegiatan produktif COREMAP 2009.
4.1.2.2 Desa Kahu-Kahu
Desa ini terdiri atas 4 empat dusun yaitu Dusun Kahu-Kahu Utara, Kahu- Kahu Tengah, Kahu-Kahu Selatan dan Dopa. Mayoritas etnis penduduk desa
adalah Makassar dan Selayar. Mayoritas penduduk bekerja sebagai nelayan dan petani. Selain sebagai nelayan dan petani kebun, ada penduduk yang berprofesi
sebagai pedagang dan PNS. Di desa inipun peran perempuan dalam keluarga dapat dikatakan cukup
besar, baik sebagai ibu rumah tangga maupun penunjang ekonomi keluarga. Hal ini terlihat dengan aktifnya perempuan mengembangkan usaha pembuatan terasi
udang yang dipasarkan hingga ke daratan Selayar.
4.1.2.3 Desa Bontoborusu
Desa Bontoborusu terdiri atas 4 empat dusun yaitu Dusun Dongkalang, Dusun Buloiya, Dusun Paoiya dan Dusun Manarai. Mayoritas penduduk beretnis
Makassar dan Selayar. Mata pencaharian penduduk didominasi oleh nelayan dan petani, walaupun ada juga sebagai PNS dan mengusahakan jasa lainnya seperti
jasa perahu penyeberangan.
4.1.3 Kondisi Aksesibilitas
Aksesibilitas penduduk Pulau Pasi menuju daratan Pulau Selayar ibukota kabupaten relatif mudah dengan menggunakan kapal motor jarangka’. Pulau
Pasi dapat ditempuh melalui dua jalur akses. Akses pertama melalui dermaga pasar lama Kota Benteng dengan waktu tempuh ± 30 menit menuju Desa
Bontolebang, biaya yang dikenakan Rp. 5 000,-orang. Akses kedua melalui dermaga Padang di Desa Bontosunggu dengan waktu tempuh ± 15 menit menuju
Desa Bontoborusu dan Desa Kahu-Kahu, biaya yang dikenakan Rp. 2 000,- orang untuk tujuan Desa Bontoborusu dan Rp. 3 000,-orang untuk tujuan ke Desa
Kahu-Kahu. Selain itu, akses darat antar desa Bontoborusu dan Desa Kahu-Kahu telah
tersedia dan dapat ditempuh melalui jalan setapak permanen. Untuk Desa Bontolebang juga telah tersedia akses darat seperti dua desa lainnya tetapi hanya
menghubungkan antar dusun di desa tersebut. Akses dari Desa Bontolebang manuju Desa Kahu-Kahu ataupun Desa Bontoborusu harus ditempuh melalui jalur
laut menggunakan jarangka’ dengan waktu tempuh ± 45 menit.
4.2 Kondisi Fisika Kimia Perairan 4.2.1 Arus
Kecepatan arus dilokasi pengamatan terumbu karang berkisar antara 0.55- 20.83 cmdtk. Data kondisi arus hasil pengukuran lapangan di sekitar Pulau Pasi
menunjukkan bahwa pada stasiun 1 dan 2 pengamatan karang memiliki arus yang cukup kuat, hal ini diduga disebabkan karena lokasi yang terletak pada ujung selat
antara Pulau Selayar dan Pulau Pasi. Sedangkan kecepatan arus untuk lokasi pengamatan kualitas air cenderung lemah, berkisar antara 5.50-35 cmdtk.
Kecepatan arus juga akan sangat dipengaruhi oleh proses pasang surut yang berada pada daerah selat dimana pergerakan massa air akan semakin kuat pada
celah sempit bahkan ketika mencapai ujung selat. Secara umum kondisi kecepatan arus pada lokasi penelitian berada dalam taraf normal untuk menunjang
perkembangan karang, sedangkan untuk pengembangan budidaya kondisinya tergolong lemah namun masih dalam nilai yang dianjurkan walaupun bukan pada
kisaran yang ideal sehingga harus mendapat perhatian dalam penempatan dan perawatan keramba Kangkan et al. 2007. Sedangkan arus yang terlalu kuat dapat
mengganggu fisiologi ikan, baik yang di sebabkan oleh pergerakan ikan untuk melawan arus atau karena faktor stress. Kondisi fisik perairan pada stasiun
pengamatan terumbu karang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9 Kondisi fisik perairan lokasi pengamatan karang
St Lokasi
Parameter Lingkungan Perairan Suhu Kedalaman
Kecerahan Salinitas
Kec. Arus °c
m ‰
cmdtk
1 Selatan P. Pasi 31.16
10 90
32 20.83
2 Selatan P. Pasi 31.17
4 100
32 20.83
3 Selatan P. Pasi 30.48
10 90
31 0.55
4 Barat P. Pasi
30.57 9
100 32
3.82 5
Barat P. Pasi 30.56
10 80
32 3.72
6 Barat P. Pasi
31.16 5
100 32
7.72 7
Barat P. Pasi 31.37
10 95
32 0.59
8 Barat P. Pasi
31.17 5
100 32
3.62 9
Utara P. Pasi 30.57
5 100
33 3.82
10 Utara P. Pasi 30.56
9 100
28 3.79
4.2.2 Kecerahan Pengamatan dilapangan yang telah dilakukan diperoleh data Tabel 9 dan
10 bahwa kondisi kecerahan pada daerah pengamatan terumbu karang berkisar antara 80-100 dimana kondisi ini akan sangat menunjang pertumbuhan karang
karena intensitas matahari yang dapat menembus kolom perairan. Pada stasiun pengamatan kualitas air didapatkan tingkat kecerahan berkisar antara 31-100,
hal ini disebabkan karena pada wilayah Timur Pulau Pasi kondisi perairannya keruh terutama yang berada di daerah mangrove
. Berdasarkan parameter kecerahan maka seluruh stasiun pengamatan sesuai
untuk pengembangan budidaya laut khususnya keramba jaring tancap dan keramba jaring apung serta perkembangan terumbu karang. Adanya material yang
terlarut dalam air dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam perairan sehingga proses fotosistesa menjadi terganggu Ariyati et al. 2007. Kecerahan perairan
merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung kelangsungan hidup ikan dalam keramba dimana kecerahan perairan akan membantu ikan kerapu dalam
proses pengambilan makanan Kangkan et al. 2007. Kondisi fisika kimia perairan Pulau Pasi pada stasiun pengamatan kualitas air untuk kesesuaian budidaya laut
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10 Kondisi fisika kimia perairan lokasi pengamatan kualitas air
St Lokasi
Parameter Lingkungan Perairan Suhu Kedalaman
Kecerahan Salinitas Kec. Arus DO
pH °C
m ‰
cmdtk mgl
1 Gusung Timur
31.56 5.5
100.00 30
6.59 6.45
8.08 2
Gusung Timur 30.48
17 58.82
34 7.44
6.95 7.82
3 Gusung Barat
31.48 2
100.00 28
5.50 6.47
8.27 4
Gusung Barat 30.56
3 100.00
32 7.58
6.48 8.1
5 Gusung Barat
30.57 3
100.00 33
7.65 6.45
8.09 6
Gusung Barat 31.37
2 100.00
32 35.00
6.95 8.13
7 Gusung Timur
31.22 16
31.25 32
15.43 6.25
8.09
4.2.3 Suhu
Hasil pengukuran pada 17 stasiun pengamatan diperoleh kisaran suhu antara 30.48-31.56
o
Selanjutnya Asmawi 1990 menjelaskan bahwa suhu diperairan dangkal lebih besar dari pada perairan laut dalam karena mengalami banyak pergoncangan
yang disebabkan oleh angin dan dinamika oseanografi fisika yang di bangkitkan oleh angin, suhu juga mempengaruhi proses pencernaan makanan yang dilakukan
oleh ikan berjalan sangat lambat pada suhu yang rendah, sebaliknya lebih cepat pada perairan yang lebih hangat.
C Tabel 9 dan 10, kisaran suhu ini tidak terlalu jauh bervariasi diduga karena adanya gerakan air yang cukup sehingga membantu pengudaraan
dan mencegah terjadinya fluktuasi yang besar terhadap suhu perairan Puja et al. 2001. Kisaran suhu yang diperoleh merupakan kisaran suhu normal untuk
perairan tropis sekalipun kawasan perairan Pulau Pasi dapat saja dipengaruhi oleh arus-arus lintas Indonesia Arlindo, dimana secara geografis perairan Selayar
merupakan bagian dari Laut Flores dan Laut Banda.
Suhu perairan juga memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan dan keberlangsungan hidup organisme laut seperti karang dan ikan
karang. Secara umum kondisi suhu perairan lokasi penelitian memenuhi syarat dalam menunjang perkembangan organisme laut seperti karang dan ikan karang.
4.2.4 Salinitas
Hasil pengukuran sebaran salinitas di sekitar Pulau Pasi diperoleh kandungan salinitas air laut sekitar 28-34 ‰. Kandungan salintas masih tergolong
wajar dan sering ditemukan di daerah laut tropis. Pada bagian utara pulau
ditemukan kondisi salinitas paling rendah 28‰ hal ini diduga karena adanya
masukan air tawar dari daratan dan sungai di daratan utama Pulau Selayar dimana sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai Nontji 1993. Secara umum nilai rata-rata salinitas perairan lokasi penelitian memperlihatkan kisaran
yang mendukung kegiatan budidaya laut dan kelangsungan hidup organism laut.
4.2.5 pH
Besaran pH berkisar dari 0 sangat asam sampai 14 sangat basaalkalis. Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang asam sedangkan nilai di
atas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, sedangkan pH = 7 disebut sebagai netral. Berdasarkan dari hasil pengukuran lapangan Tabel 13 diketahui bahwa
tingkat derajat keasaman di sekitar pulau adalah 7.82-8.27. Nilai ini sedikit basa namun masih dapat dikategorikan sebagai pH yang dapat ditoleransi dan masih
normal untuk perairan laut. Berdasarkan hal tersebut, nilai pH di perairan sekitar Pulau Pasi layak untuk
budidaya laut karena pada umumnya budidaya ikan karang dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH antara 7-8.5 Kangkan et al. 2007. Derajat keasaman yang
bersifat alkalis pH 7 tersebut erat kaitannya dengan substrat dasar perairan yang merupakan rataan pasir dan terumbu karang sehingga kandungan garam
biogenic khususnya kalsium Ca
2+
cukup tinggi Sya’rani Suryanto 2006. Perairan yang bersifat asam dan yang sangat alkali dapat menyebabkan kematian
dan menghentikan reproduksi pada ikan Amin 2001. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan oksigen dan peningkatan kandungan CO
2
. Ketentuan tersebut menentukan bahwa pH perairan di lokasi studi sangat sesuai untuk
budidaya ikan kerapu dan kakap putih.
4.2.6 Oksigen
Faktor yang perlu diperhatikan atau dipertimbangkan dalam pemeliharaan ikan dalam keramba adalah oksigen terlarut yaitu berkisar antara 5-10 mgl
Kangkan et al. 2007. Hasil pengukuran di lokasi pengamatan menunjukkan bahwa kisaran kandungan O
2
terlarut antara 6.25-6.95 mgl.
Bervariasinya kandungan oksigen terlarut diduga karena adanya pergerakan dan percampuran massa air serta siklus harian parameter ini. Hasil pengukuran
terhadap oksigen terlarut di perairan Pulau Pasi memperlihatkan kisaran yang layak dan mendukung kegiatan budidaya laut.
4.2.7 Substrat Dasar Tipe substrat dasar perairan di Pulau Pasi yaitu pasir dan pasir berlumpur.
Jenis substrat pasir berlumpur berada di daerah mangrove dan ciutan Padang, merupakan wilayah yang mendapat tekanan terbesar akibat masukan run off dari
sungai yang bermuara di perairan tersebut. Jenis substrat pasir dan sedikit pecahan
karang berada pada loaksi lainnya yang merupakan perairan terbuka sehingga pergerakan massa air dapat mencuci partikel-partikel halus dari kolom perairan
Kangkan et al. 2007. Secara umum kondisi substrat dasar perairan di lokasi penelitian memenuhi syarat untuk pengembangan budidaya laut khususnya
keramba jaring tancap dan keramba jaring apung.
4.3 Kondisi Terumbu Karang
Kondisi penutupan karang hidup Pulau Pasi berkisar antara 46.66-74.83 dengan kategori sedang hingga baik Soekarno 1993 in Arsjad et al. 2005.
Persentase tutupan karang terkecil didapatkan pada stasiun 6 yaitu sebesar 46.66 sedangkan untuk persentase tutupan karang hidup terbesar didapatkan pada
stasiun 4 yaitu sebesar 74.83 Gambar 6.
Gambar 6 Persentase karang hidup pada lokasi penelitian.
Dari hasil perhitungan persentase karang keras pada stasiun 1, 2 dan 3, didapatkan hasil bahwa komposisi karang Acropora lebih dominan sedangkan
untuk stasiun 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 yang mendominasi adalah dari kelompok karang non-Acropora Gambar 7. Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan
koloni yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, hydrodinamis
gelombang dan arus, ketersediaan bahan makanan, sedimen dan faktor genetik. Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang Acropora
dan non-Acropora English et al. 1997.
Gambar 7 Persentase karang keras berdasarkan kelompok. Hal ini diduga karena pada stasiun 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 berada pada
perairan terbuka sehingga kecenderungannya akan lebih banyak didominasi oleh karang non-Acropora khususnya untuk bentuk pertumbuhan coral massive CM,
sedangkan pada stasiun 1, 2 dan 3 berada pada perairan yang lebih terlindung sehingga lebih banyak didominasi oleh kelompok karang Acropora khususnya
untuk bentuk pertumbuhan acropora branching ACB. Hal ini sejalan dengan Sukarno et al. 1983 yang menyatakan bahwa pertumbuhan karang lebih baik pada
daerah yang mengalami gelombang yang besar dimana pergerakan arus dapat memberikan oksigen yang cukup daripada daerah yang tenang dan terlindung.
Pembentukan terumbu karang memerlukan kondisi ideal guna mendukung penyebaran dan rekruitmen spesies kunci, keberadaan faktor lingkungan yang
mendukung dan cocok untuk jenis tertentu membuat spesies tersebut dominan dalam membentuk terumbu Harriot Banks 2002.
Jenis karang yang dominan di suatu habitat tergantung pada kondisi lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup. Karang masif lebih banyak
tumbuh di terumbu terluar. Karang yang hidup di daerah terlindung dari gelombang leeward zones memiliki bentuk percabangan ramping dan
memanjang, berbeda pada gelombang yang kuat windward zones kecenderungan pertumbuhan berbentuk percabangan pendek, kuat, merayap, submasif atau masif
English et al. 1997; Supriharyono 2000. 4.4 Kondisi Ikan Karang
Dari hasil pengamatan lapangan didapatkan hasil bahwa jumlah individu terbayak ditemukan pada stasiun 2 1 578 individu sedangkan jumlah terkecil
pada stasiun 8 977 individu. Banyak ikan karang yang memanfaatkan terumbu karang sebagi tempat berlindung, seperti menghindari predator atau arus yang
kuat Steele 1999. Disamping itu pola kebiasaan ikan lainnya adalah menngunakan karang sebagai tempat memijah dan daerah asuhan bagi juvenile.
Untuk jumlah spesies terbayak ditemukan pada stasiun 4 107 spesies dan yang paling sedikit pada stasiun 3 47 spesies sedangkan untuk kepadatan ikan
didapatkan jumlah tertinggi pada stasiun 2 6.31 indm
2
dan terkecil pada stasiun 8 3.91 indm
2
Beberapa spesies ikan karang tergantung pada terumbu karang sebagai tempat mencari makan dan tempat tinggal Friedlander and Parrish 1998.
Perbedaan makanan dan cara makan ikan karang menjadikan mereka membentuk dan memiliki wilayah teritori yang mampu menyediakan makanan sesuai dengan
pola makan mereka. Kelimpahan individu dan spesies untuk ikan karang pada masing-masing stasiun pengamatan dapat dilihat pada grafik berikut:
.
Gambar 8 Jumlah individu dan spesies ikan karang. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman ikan karang berdasarkan data
lapangan yang didapatkan menunjukkan bahwa stasiun 2 dan 3 memiliki nilai terendah yaitu 2.098 dan 2.997 keanekaragaman sedang sedangkan untuk stasiun
lainnya memiliki nilai diatas 3, hal ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat keanekaragaman ikan karang di Pulau Pasi tergolong tinggi jika dilihat dari indeks
keanekaragamannya H’. Rendahnya tingkat keanekaragaman ikan karang dapat disebabkan oleh eksploitasi berlebih terhadap predator dalam suatu kawasan
perairan sehingga akan mengakibatkan penurunan pemangsa atau pesaing lebih rendah, hal ini tentunya akan berdampak pada penurunan keanekaragaman hayati
secara keseluruhan Micheli et al. 2004. Kelimpahan individu ikan karang
berdasarkan kelompok dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 9 Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan kelompok.
4.5 Analisis Kesesuaian Zonasi Multiguna KKLD
Kawasan Konservasi Laut Daerah haruslah mempunyai perencanaan zonasi yang ditetapkan secara sederhana sehingga mudah untuk dipahami dan dipatuhi
oleh masyarakat. Zonasi ini di satu sisi ditujukan untuk menyelamatkan plasma nutfah atau keanekaragaman terumbu karang, dan di sisi lain untuk
pengembangan wisata bahari dan perikanan. Untuk melihat dukungan pemerintah lokal, tokoh masyarakat dan nelayan maka dikumpulkan informasi dari 87 orang
responden, dari hasil perhitungan didapatkan 89.66 mendukung penetapan Pulau Pasi sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah KKLD.
4.5.1 Zona Inti
Zona inti sebuah kawasan konservasi laut diharapkan akan mampu menjaga plasma nutfah dan kelestarian sumberdaya yang ada di kawasan tersebut.
Pemilihan lokasi zona inti haruslah diperhatikan dengan baik bukan hanya didasarkan pada parameter ekologis saja tetapi juga harus mempertimbangkan
parameter sosial khususnya dukungan masyarakat sehingga diharapkan keberadaan zona inti dapat terjaga dengan tingginya peran serta masyarakat
didalamnya. Tabel berikut menyajikan hasil penilaian kesesuaian untuk zona inti pada lokasi penelitian:
Tabel 11 Kesesuaian lokasi untuk zona inti KKLD
Stasiun Posisi Gergrafis
LS BT Nilai
Kategori Kriteria
1 06°1221.29
120°2528.45 25
S2 Sesuai
2 06°1241.83
120°2505.73 20
S2 Sesuai
3 06°1251.30
120°2423.54 29
S1 Sangat Sesuai
4 06°1159.39
120°2336.53 30
S1 Sangat Sesuai
5 06°1051.01
120°2322.75 30
S1 Sangat Sesuai
6 06°0844.02
120°2331.45 23
S2 Sesuai
7 06°0720.10
120°2400.77 26
S2 Sesuai
8 06°0633.48
120°2412.60 27
S2 Sesuai
9 06°0535.83
120°2507.18 29
S1 Sangat Sesuai
10 06°0544.50
120°2534.29 25
S2 Sesuai
Hasil pengolahan kesesuaian untuk zona inti didapatkan bahwa lokasi yang sangat sesuai untuk zona inti KKLD yaitu stasiun 3, 4, 5 dan 9. Pada stasiun 9
terdapat Daerah Perlindungan Laut DPL yang dibentuk oleh masyarakat Desa
Bontolebang, hal ini tentunya akan sangat mendukung dalam penempatan bagian zona inti pada stasiun tersebut. DPL tersebut terbentuk sejak tahun 2007 dan
berlokasi di sebelah utara Pulau Pasi. Penilaian tersebut menitikberatkan pada persentase tutupan karang hidup, keanekaragaman ikan karang serta dukungan
masyarakat dan pemerintah lokal. Ukuran optimal untuk konservasi keanekaragaman hayati selayaknya
memilki ukuran yang besar untuk melindungi stok ikan dan meningkatkan rekrutmen untuk daerah yang berdekatan dengan lokasi penangkapan ikan
Hastings Botsford 2003. Berikut adalah peta hasil analisis kesesuaian lokasi untuk zona inti KKLD:
Benteng
Dongkalang Kahu-Kahu
Tg. Gosong
P. Selayar P. Pasi
6 °1
3 3
6 °1
3 3
6 °1
2 6
°1 2
6 °1
3 6
°1 3
6 °9
6 °9
6 °7
3 6
°7 3
6 °6
6 °6
6 °4
3 6
°4 3
120°2230 120°2230
120°2400 120°2400
120°2530 120°2530
120°2700 120°2700
120°2830 120°2830
N E
W S
1 2 Km
Sekala 1:120.000
Peta Kesesuaian Zona Inti
Sesuai Sangat Sesuai
Daratan Sungai
Garis Pantai Keterangan:
Penutupan LahanTipe Substrat: Karang Campur Pasir
Kebun Lamun Campur Pasir
Mangrove Pasir
Pemukiman TegalLadang
Terumbu Karang Kedalaman m:
5 - 10 0 - 5
10 - 20 20 - 30
30 - 50 50 - 100
100
6 °2
6° 2
6 °0
6°
120°20 120°20
120°40 120°40
Gambar 10 Peta kesesuaian zona inti.