ikan milik masyarakat sekitar dijumpai pada situ ini dan terdapat pemancingan ikan di salah satu sisi situ.
Penyuburan perairan atau eutrofikasi diduga telah terjadi di Situ Sawangan- Bojongsari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hartoto dan Lubis 1989 bahwa
Situ Sawangan-Bojongsari tergolong ke dalam perairan yang subur atau eutrofik. Hal ini dibuktikan salah satunya oleh keberadaan populasi tumbuhan air kapu-
kapu Salvinia molesta yang selalu tumbuh menutupi sebagian permukaan situ dalam jangka waktu yang lama. Tingkat trofik situ dapat dipengaruhi oleh
aktivitas masyarakat sekitar terhadap situ dari waktu ke waktu. Beberapa tumbuhan air tercatat tumbuh di perairan Situ Sawangan-Bojongsari, yaitu
Eichhornia crassipes, S. molesta, Nelumbo nucifera, dan Sagittaria sp. Kunii et al. 2000.
2.3. Kualitas Air
Makhluk hidup menjaga keberlangsungan hidupnya dengan memanfaatkan unsur-unsur lingkungan hidupnya: udara untuk bernapas, air untuk minum, hewan
dan tumbuhan lain untuk makanan, dan lahan untuk tempat tinggal. Unsur-unsur di dalam lingkungan hidup tersebut terintegrasi menjadi satu dan saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Lingkungan dikatakan sebagai sumberdaya ketika lingkungan didefinisikan sebagai pemenuh kebutuhan dasar
bagi makhluk hidup. Mutu lingkungan semakin tinggi, maka derajat pemenuhan kebutuhan dasar pun semakin tinggi sehingga mutu hidup akan meningkat.
Sebaliknya, jika mutu lingkungan menurun, mutu hidup pun akan ikut memburuk. Air adalah sumberdaya esensial yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan dasar hidup seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, termasuk manusia. Soemarwoto 2008 mengelompokkan air ke dalam kebutuhan dasar
untuk kelangsungan hidup hayati. Kebutuhan dasar ini bersifat mutlak. Kebutuhan makhluk hidup akan air tidak hanya menyangkut kuantitasnya, namun juga
kualitas atau mutunya. Kualitas air yang baik tentunya akan memberikan daya dukung yang tinggi terhadap kehidupan. Pencemaran air merupakan bagian dari
pencemaran lingkungan hidup. Pencemaran tersebut akan mengurangi pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar makhluk hidup oleh lingkungan sebagai sumberdaya.
Kualitas perairan berkaitan erat dengan pencemaran, sebab pencemaran dapat
menyebabkan penurunan
kualitas suatu
perairan. Pencemaran
air berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Odum 1994 menyatakan bahwa
perubahan yang tidak diinginkan akibat pencemaran dapat terjadi secara fisik, kimiawi maupun biologi sehingga menimbulkan bahaya atau kerugian bagi
kehidupan manusia dan jenis lainnya. Bahan pencemar sebenarnya adalah sisa- sisa benda yang dimanfaatkan oleh manusia yang kemudian dibuang ke
lingkungannya. Peningkatan pencemaran tidak terjadi semata-mata karena penggunaan sumberdaya yang semakin meningkat, namun juga disebabkan oleh
peningkatan tuntutan manusia dari waktu ke waktu. Situ sebagai salah satu bentuk perairan danau dangkal memiliki karakteristik
sistem perairan tersendiri terkait dengan komponen fisik dan keseimbangan ekologinya. Ekosistem situ terdiri dari komponen-komponen biotik dan abiotik
yang saling berinteraksi dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar sistem perairan. Berikut ini adalah beberapa sifat fisik, kimia, dan biologi air yang umum
dicermati dalam pengukuran kualitas air : 1. Suhu
Perubahan dan variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, namun dapat mempengaruhi proses fisik, kimia, dan biologi dalam air. Sejumlah besar
panas dibutuhkan untuk mengubah suhu air, yaitu satu gram kalori gkal panas dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 gram air sebesar 1 derajat Celcius Odum
1994. Meskipun begitu, suhu merupakan faktor pembatas utama bagi organisme akuatik yang memiliki toleransi sempit untuk suhu stenothermal.
Ikan jenis stenothermal berpotensi punah ketika terjadi perubahan suhu air di luar toleransi suhu yang dimilikinya, sedangkan jenis eurythermal toleransi
luas akan lebih mampu beradaptasi terhadap kondisi suhu yang baru Lappalainen Lehtonen 1997. Perubahan suhu pada perairan menyebabkan
pola sirkulasi yang khas dan stratifikasi yang dapat mempengaruhi kehidupan
akuatik. Suhu bersama ion-ion terlarut mempengaruhi berat jenis air dan kemudian mampu mengatur perilaku fisik air di perairan sehingga terbentuklah
formasi lapisan yang disebut stratifikasi Dodds 2002. Stratifikasi suhu yang stabil jarang dijumpai pada ekosistem danau
dangkal seperti situ sehingga pada umumnya sering terjadi sirkulasi pada kolom air Sulastri 2003. Faktor yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah
kedalaman perairan atau situ yang cenderung dangkal. Pada danau yang lebih dalam terjadi stratifikasi yang bersifat lebih permanen dibandingkan dengan
danau dangkal. Panas akan lebih cepat merambat dari permukaan ke dasar perairan pada danau yang dangkal. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
suhu di suatu badan air ialah musim, angin, garis lintang, absorpsi cahaya, radiasi sinar matahari, ketinggian air dari permukaan laut, dan sirkulasi udara.
2. Kecerahan Kecerahan
merupakan pengukuran
transparansi perairan
yang menggambarkan penetrasi cahaya pada perairan. Cakram secchi merupakan
alat sederhana namun masih sering digunakan untuk mengukur parameter kecerahan dan hasil pengukurannya disebut kecerahan cakram secchi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai kecerahan yaitu padatan terlarut dan padatan tersuspensi kekeruhan, organisme fitoplankton, musim, dan
intensitas cahaya Reid 1961. Selain itu, nilai kecerahan juga dapat dipengaruhi oleh cuaca, warna perairan, waktu pengukuran, dan ketelitian
orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran nilai kecerahan dan suhu perairan adalah kombinasi
sederhana yang dapat menggambarkan tingkat trofik suatu perairan Goldman Horne 1983. Nilai pengukuran kecerahan secchi untuk danau oligotrofik
lebih besar dibandingkan pada danau eutrofik. Hasil pengukuran yang rendah tersebut didapatkan karena terjadi pertumbuhan massal blooming fitoplankton
di dalam perairan Reid 1961; Odum 1994. 3. Oksigen
Kadar oksigen terlarut seringkali terbatas di dalam perairan tawar, berbeda dengan di lingkungan laut. Oksigen memiliki peran penting sebagai
pengatur berbagai proses metabolisme organisme dan dapat dijadikan sebagai
indikator kondisi perairan. Menurut Reid 1961 jumlah oksigen terlarut di dalam suatu perairan bergantung pada:
1. Suhu perairan 2. Tekanan pasrsial gas-gas di atmosfir yang kontak dengan air
3. Konsentrasi garam terlarut salinitas Kadar oksigen terlarut menurun seiring dengan meningkatnya suhu. Selain itu,
kadar oksigen terlarut yang rendah juga dapat disebabkan oleh tekanan parsial oksigen yang rendah di udara. Kadar oksigen di dalam perairan akan menurun
seiring dengan meningkatnya salinitas. Sumber oksigen terlarut perairan dapat berasal dari proses fotosintesis
dan difusi gas dari udara. Oksigen terlarut pada danau dangkal berasal terutama dari sintesis karbohidrat oleh fitoplankton atau tumbuhan air yang karena pada
ekosistem tersebut tidak terjadi stratifikasi dan pengadukan oleh arus yang signifikan. Udara yang kontak dengan air sebenarnya merupakan sumber
oksigen yang tidak terbatas bagi perairan. Keberadaan oksigen di udara adalah sebesar 20,99 atau setara dengan 210 ml oksigen per liter udara dan jumlah
ini sama dengan 25 kali konsentrasi oksigen di dalam air tawar pada volume yang sama.
Dekomposisi bahan organik terlarut dalam air mampu mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Bahan organik dalam perairan dapat
berasal dari sumber alami seperti kematian organisme perairan maupun dari limbah hasil kegiatan antropogenik. Proses dekomposisi bahan organik oleh
mikroorganisme membutuhkan
oksigen sehingga
terjadi persaingan
pemanfaatan oksigen dengan kebutuhan respirasi organisme air. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk proses dekomposisi
bahan organik disebut dengan biological oxygen demand BOD. Nilai BOD sering diperhitungkan untuk menilai beban pencemaran air. Perubahan kondisi
perairan menuju kondisi anoksia dapat menyebabkan kematian beberapa jenis organisme, seperti ikan-ikan yang tidak bersifat toleran terhadap kekurangan
oksigen.
4. Padatan Terdapat dua kelompok padatan zat padat di dalam air, yaitu padatan
terlarut total dissolved solid dan padatan tersuspensi total suspended solid. Masing-masing padatan dari kedua kelompok tersebut dapat dibagi lagi ke
dalam dua kelompok, yaitu padatan organis dan non-organis. Gambaran padatan total dalam air dapat diperoleh dengan menjumlahkan padatan terlarut
dengan padatan tersuspensi Alaerts Santika 1984. Zat padat dalam air dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan dan reaksi fotosisntesis karena
terkait dengan kemampuan sinar untuk menembus zat padat tersuspensi. 5. Bakteri Coliform
Bakteri coliform adalah jenis bakteri yang biasa digunakan sebagai organisme indikator bagi keberadaan bakteri-bakteri pathogen di dalam air.
Bakteri coliform dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: 1 fecal coliform, misalnya Escherichia coli, dan 2 non-fecal coliform, misalnya
Enterobacter aerogenes. Bakteri fecal coliform berasal dari tinja manusia dan hewan, sedangkan bakteri non-fecal coliform berasal dari jasad hewan atau
tanaman-tanaman yang telah mati. Keberadaan bakteri coliform, terutama fecal coliform, berkorelasi positif dengan keberadaan pathogen dalam air. Bakteri-
bakteri colifrorm lebih mudah dideteksi melalui analisis mikrobiologi dibandingkan dengan bakteri-bakteri pathogen. Oleh karena itu, bakteri
coliform dijadikan sebagai organisme indikator pencemaran tinja yang berasal dari manusia maupun hewan yang dapat membawa bakteri pathogen yang
berbahaya bagi kesehatan manusia Alaerts Santika 1984; Madigan et al. 2009.
2.4. Kriteria Perairan untuk Wisata Air