Situ Sawangan-Bojongsari telah mendukung situ sebagai kawasan wisata air. Hal ini didasari oleh penampakan kondisi perairan situ yang luas dan airnya cukup
terbebas dari sampah dan limbah, sehingga tidak berbau dan mengganggu kenyamanan pengunjung situ. Sebanyak 80 pengunjung setuju bahwa
keanekaragaman flora dan fauna yang terdapat di Situ Sawangan-Bojongsari telah mendukung situ tersebut sebagai kawasan wisata. Pengunjung merasa senang
dengan kesejukan yang ditimbulkan oleh keberadaan pepohonan di sekitar area situ. Keragaman jenis biota perairan Situ Sawangan-Bojongsari pun telah cukup
dikenal masyarakat, terutama bagi pecinta kegiatan memancing. Berbagai jenis ikan dapat ditemukan di Situ Sawangan-Bojongsari, antara lain ikan mas, nilem,
mujair, nila, dan lain sebagainya. Selain itu, pengunjung juga kerap kali disuguhkan pemandangan berupa anak-anak kecil atau masyarakat sekitar situ
yang sibuk menyelam mencari udanglobster air tawar dan belut. Kualitas air situ yang baik serta keanekaragaman flora dan fauna dapat menjadi daya tarik wisata
situ bagi pengunjung. Persepsi pengunjung terhadap kondisi Situ Sawangan-Bojongsari sebagai
kawasan wisata air secara umum telah cukup baik, namun kondisi kebersihan lokasi situ dan kualitas air situ perlu mendapat perhatian khusus dalam hal ini.
Kebersihan lokasi situ akan menentukan kenyamanan pengunjung Situ Sawangan- Bojongsari. Kebersihan lokasi situ juga dapat mempengaruhi kualitas air situ.
Kualitas air situ dianggap masih layak untuk mendukung kegiatan wisata air. Hal ini perlu dipertahankan, seiring dengan upaya peningkatan kualitas kebersihan
lokasi Situ Sawangan-Bojongsari. Baik pihak pengelola maupun pengunjung perlu memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lokasi situ, jangan
sampai kegiatan wisata justru menurunkan kualitas lingkungan situ.
4.6.2.2. Persepsi pengunjung mengenai fasilitas di Situ Sawangan-Bojongsari
Persepsi pengunjung mengenai fasilitas wisata air dan kebersihan di Situ Sawangan-Bojongsari menunjukkan bahwa masih perlu ada peningkatan kondisi
fasilitas baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Fasilitas penunjang kegiatan wisata air dirasakan kurang lengkap oleh 73,33 pengunjung Tabel 8.
Meskipun begitu, sebanyak 56,67 pengunjung menyatakan fasilitas penunjang wisata air tersebut berada dalam kondisi cukup baik. Hal yang serupa terjadi pada
kondisi fasilitas kebersihan di Situ Sawangan-Bojongsari. Fasilitas kebersihan dirasakan kurang lengkap, namun kondisinya cukup baik. Hal ini dinyatakan
masing-masing oleh 68,33 dan 63,33 pengunjung. Tabel 8 Persepsi pengunjung mengenai fasilitas di Situ Sawangan-Bojongsari
Parameter Jumlah pengunjung
Total pengunjung
Situ Sawangan Situ Bojongsari
Fasilitas penunjang wisata air
Kurang lengkap 23 76,67
21 70,00 44 73,33
Cukup lengkap 6 20,00
5 16,67 11 18,33
Lengkap 1
3,33 4 13,33
5 8,33
Kondisi fasilitas penunjang wisata air
Buruk 4 13,33
3 10,00 7 11,67
Cukup baik 15 50,00
19 63,33 34 56,67
Baik 11 36,67
8 26,67 19 31,67
Fasilitas kebersihan Kurang lengkap
22 73,33 19 63,33
41 68,33 Cukup lengkap
8 26,67 7 23,33
15 25,00 Lengkap
0,00 4 13,33
4 6,67
Kondisi fasilitas kebersihan
Buruk 3 10,00
4 13,33 7 11,67
Cukup baik 18 60,00
20 66,67 38 63,33
Baik 9 30,00
6 20,00 25 25,00
Hal yang mendasari persepsi pengunjung terhadap fasilitas penunjang wisata air dapat dilihat langsung dari kondisi fasilitas tersebut di Situ Sawangan-
Bojongsari. Sejumlah armada sepeda air Situ Sawangan sudah tidak digunakan karena rusak, padahal pengadaan fasilitas sepeda air tersebut baru berusia sekitar
satu tahun. Perawatan yang minim dari pihak pengelola fasilitas sepeda air diduga sebagai penyebabnya. Kondisi serupa juga terjadi pada fasilitas flying fox di Situ
Sawangan yang tampak kurang terawat. Hal ini tentu sangat disayangkan ketika fasilitas tersebut menjadi tidak dapat termanfaatkan secara maksimal. Hal yang
berbeda ditemukan di Situ Bojongsari yang justru mengalami kekurangan armada fasilitas sepeda air.
Fasilitas kebersihan pun mengalami kondisi yang serupa. Kondisi kamar kecilWC yang ada cukup memprihatinkan dan terkesan tidak terawat. Belum lagi
sering tidak tersedia cukup air bersih yang dapat digunakan oleh pengunjung di dalam kamar kecilWC tersebut. Selain itu, terdapat lubang besar yang
dimanfaatkan oleh para pemilik warung sebagai tempat pembuangan sampah, baik sampah berupa dedaunan maupun sampah hasil aktivitas wisata pengunjung, di
area wisata Situ Sawangan Gambar 11. Tempat pembuangan sampah tersebut menyebabkan berkurangnya estetika area wisata situ dan tidak menutup
kemungkinan dapat menimbulkan kerugian lainnya, seperti bau yang tidak sedap ataupun berkembangnya bibit penyakit.
Menurut Azkha 2007 terdapat beberapa prasarana dasar yang termasuk ke dalam ruang lingkup pariwisata sehat yaitu :
a. Tersedia sarana air bersih yang terjamin jumlah maupun kualitasnya. b. Tersedia kamar mandiWC yang bersih, tidak berbau, cukup air, dan cukup
cahaya serta mencukupi untuk jumlah pengunjung. c. Terdapat Tempat Pembuangan Sampah sementara yang bersih dan tertutup
setiap jarak 100 m, dan dapat dilengkapi dengan papan himbauan agar setiap orang membuang sampah pada tempatnya.
d. Terdapat saluran pembuangan yang bersih dan mengalir.
Kebersihan lingkungan sangat berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Pembuangan dan penanganan sampah yang tidak tepat akan mengurangi
kebersihan, kesehatan, dan estetika lingkungan. Limbah cair domestik yang berasal dari kamar mandiWC, pencucian, dan dapur dapat menimbulkan
pencemaran air, baik air tanah, sumur, atau air permukaan. Tidak tersedianya tempat pengelolaan sampah, kurang baiknya sarana sanitasi seperti kamar
mandiWC, dan saluran air yang tidak baik juga dapat mengurangi kebersihan di kawasan wisata. Berbagai kondisi fisik tersebut dapat memicu lingkungan
Gambar 11 Tempat pembuangan sampah di area wisata Situ Sawangan.
biologis untuk memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan. Virus, bakteri, cacing, dan parasit lainnya dapat menimbulkan penyakit. Begitu juga dengan
hewan seperti nyamuk, lalat, tikus, dan lain sebagainya dapat berperan sebagai perantara penyakit menular.
Peningkatan kondisi fasilitas penunjang wisata air perlu dilakukan oleh pengelola Situ Sawangan-Bojongsari. Pengelola wisata Situ Sawangan-Bojongsari
perlu untuk menambah jumlah dan jenis fasilitas wisata air yang ditawarkan, selain itu perawatan terhadap fasilitas-fasilitas tersebut juga perlu dilakukan..
Adapun fasilitas wisata yang diharapkan oleh pengunjung dapat tersedia di Situ Sawangan-Bojongsari adalah permainan anak-anak, taman, flying fox untuk Situ
Bojongsari, perahu, serta lahan parkir yang lebih luas dan teratur. Perbaikan terhadap kondisi fasilitas kebersihan Situ Sawangan-Bojongsari juga perlu
dilakukan. Pengunjung mengharapkan ada perbaikan pada kondisi kamar kecilWC yang disediakan di area situ dan penambahan jumlah tempat sampah
yang disediakan di beberapa sudut area wisata. Kondisi fasilitas penunjang wisata dan kebersihan merupakan faktor penting
di dalam pengembangan wisata suatu area. Keragaman jenis atraksi wisata yang ditawarkan akan menarik keinginan masyarakat untuk mengunjungi area wisata
tersebut. Selain itu, kondisi fasilitas wisata juga perlu diperhatikan sebab faktor kenyamanan dan keamanan pengunjung adalah yang terpenting. Kebersihan
lingkungan kawasan wisata sangat penting untuk diperhatikan dan dijaga oleh segenap pihak yang bersentuhan dengan kawasan tersebut. Kondisi fasilitas
kebersihan yang ada mencerminkan sistem pengelolaan kawasan wisata. Fasilitas kebersihan yang ada diharapkan memperhatikan aspek kesehatan pengunjung dan
sanitasi lingkungan.
4.6.2.3. Persepsi pengunjung mengenai keberadaan gulma air dan keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari
Gulma air dan keramba ikan yang terdapat di Situ Sawangan-Bojongsari perlu mendapat perhatian yang cukup serius. Keberadaan gulma air dan keramba
ikan dapat mengurangi nilai estetika situ. Selain itu, ledakan populasi gulma air juga dapat menjadi indikasi bahwa telah terjadi peristiwa pengayaan unsur hara
pada perairan Gambar 12. Jumlah keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari
tidak terlalu banyak, tetapi keberadaannya tetap harus diwaspadai terutama dalam hal penggunaan pakan ikan. Keramba ikan yang telah tidak digunakan namun
dibiarkan terbengkalai begitu saja sangat mengganggu pemandangan dan dapat menurunkan nilai estetika situ Gambar 13. Kedua peristiwa tersebut tentu akan
mempengaruhi pemanfaatan dan pengembangan Situ Sawangan-Bojongsari sebagai kawasan wisata air.
Persepsi pengunjung terhadap keberadaan gulma air dan keramba ikan menyiratkan bahwa perlu ada pengawasan terhadap hal-hal yang dapat
mengurangi estetika situ. Pendapat setuju dikemukakan oleh 63,33 pengunjung terhadap pernyataan bahwa ledakan populasi gulma air, seperti kapu-kapu dan
eceng gondok, dapat mengurangi keindahan situ Tabel 9. Alasannya adalah situ menjadi terlihat kotor dan tidak terawat jika permukaannya tertutupi oleh gulma
air. Namun, sebanyak 10 responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Tumbuhan kapu-kapu atau eceng gondok dianggap justru dapat
menambah keindahan situ sebab menambah nuansa hijau dan segar pada situ. Pendapat serupa ditemukan pada perihal keberadaan keramba ikan di Situ
Sawangan-Bojongsari. Sebanyak 61,67 pengunjung menyatakan setuju bahwa keberadaan keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari dapat mengurangi
keindahan situ. Hal ini diiringi dengan pernyataan oleh 58,33 pengunjung yang merasa perlu untuk diadakan pengaturan lokasi dan jumlah keramba ikan di Situ
Sawangan-Bojongsari. Pengelola Situ Sawangan-Bojongsari diharapkan dapat Gambar 12 Ledakan populasi gulma air
di Situ Sawangan. Gambar 13 Keramba ikan yang dibiarkan
terbengkalai di tepi situ.
menyikapi pendapat pengunjung terkait keindahan situ tersebut ke dalam bentuk pengelolaan situ yang lebih baik.
Tabel 9 Persepsi pengunjung mengenai keberadaan gulma air dan keramba ikan
di Situ Sawangan-Bojongsari
Parameter Jumlah pengunjung
Total pengunjung
Situ Sawangan Situ Bojongsari
Ledakan populasi gulma air mengurangi keindahan situ
Tidak setuju 3 10,00
3 10,00
6 10,00 Kurang setuju
11 36,67 5
16,67 16 26,67
Setuju 16 53,33
22 73,33
38 63,33 Keberadaan keramba ikan
mengurangi keindahan situ Tidak setuju
4 13,33 8
26,67 12
20,00 Kurang setuju
7 23,33 4
13,33 11 18,33
Setuju 19 63,33
18 60,00
37 61,67 Perlu ada pengaturan lokasi
dan jumlah keramba ikan Tidak perlu
5 16,67 11
36,67 16 26,67
Cukup perlu 6 20,00
3 10,00
9 15,00 Perlu
19 63,33 16
53,33 35 58,33
Gulma air hampir selalu menutupi permukaan air Situ Sawangan- Bojongsari, bahkan terkadang dalam luasan yang cukup besar. Hartoto dan
Sunanisari 1989 menyebutkan bahwa ledakan populasi tumbuhan mengapung, Salvinia molesta, telah sering terjadi di Situ Sawangan-Bojongsari, dan terkadang
menutupi sebagian besar permukaan air situ. Hal ini menunjukkan bahwa ledakan populasi gulma air diketahui telah lama menjadi permasalahan di Situ Sawangan-
Bojongsari. Oleh sebab itu, pengelola situ tidak boleh berhenti berupaya mengatasi permasalahan eutrofikasi ini. Eutrofikasi dapat menurunkan kualitas
lingkungan perairan situ dan mampu mengurangi keindahan situ menurut pengunjung situ.
Penanggulangan pertumbuhan gulma air yang melimpah dapat dilakukan dengan cara fisik, kimia, maupun biologi. Penanggulangan secara fisik dilakukan
dengan sistem pengangkatan langsung tumbuhan dari air, kemudian dibuang ke lokasi tertentu di luar perairan situ. Cara ini adalah yang paling umum digunakan
oleh pengelola Situ Sawangan-Bojongsari. Cara ini membutuhkan pengorbanan tenaga yang cukup besar ditambah dengan pengeluaran dana masyarakat untuk
biaya pelaksanaannya. Tumbuhan air yang sudah diangkat diletakkan di tepi situ dan dibiarkan hingga membusuk. Pengelola Situ Sawangan mengaku bahwa
terkadang ada pihak yang datang untuk meminta tumbuhan tersebut untuk kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk atau untuk kebutuhan lainnya. Menurut
Widjaja 1999 massa tumbuhan air yang melimpah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan hewan, kompos, biogas, kerajinan tangan, dan lain sebagainya,
meskipun hal ini biasanya hanya terdapat dalam skala kecil. Penanggulangan secara kimiawi dapat dilakukan dengan zat-zat kimia penghambat pertumbuhan
atau pembasmi gulma air, namun hal ini diketahui belum pernah dilakukan di Situ Sawangan-Bojongsari.
Menurut Pokja Situ Bojongsari penanggulangan gulma air secara biologi sudah pernah dilakukan di Situ Sawangan-Bojongsari. Introduksi ikan herbivora
grass carp Ctenopharyngodon idella ke perairan Situ Sawangan-Bojongsari pernah dilakukan untuk memangsa gulma air, namun tampaknya penanggulangan
tersebut belum
berhasil untuk
mengendalikan gulma
air pada
situ. Penanggulangan gulma air secara biologi juga dapat dilakukan dengan
memanfaatkan serangga musuh alami gulma air. Julien et al. 2002 menyebutkan bahwa terdapat beberapa jenis serangga yang dapat bertindak sebagai agen
pengendali hayati biological control agent yang merupakan musuh alami dari tumbuhan S. molesta, yaitu Cyrtobagous salviniae, Samea multiplicalis, dan
Paulinia acuminata. Cyrtobagous salviniae terbukti berhasil mengendalikan S. molesta di beberapa negara tropis, subtropis, bahkan beriklim sedang.
Penanggulangan permasalahan gulma air eceng gondok Eichhornia crassipes pada perairan dapat dilakukan melalui introduksi agen pengendali hayati berupa
serangga Neochetina eichhorniae dan N. bruchi, pengikutsertaan masyarakat lokal dalam upaya tersebut, serta melalui program-program edukasi kepada masyarakat
Nang’alelwa 2008. Keberadaan keramba ikan dapat memberikan dampak negatif terhadap
kualitas perairan situ, bahkan terhadap perekonomian, ketika tidak ditangani dengan teknik pengelolaan yang baik. Kasus kematian ikan yang dipelihara di
keramba jaring apung KJA secara massal pernah terjadi di Danau Maninjau pada tahun 1997 dan tahun 2009 Pusat Penelitian Limnologi-LIPI 2009.
Kematian ikan tersebut disebabkan oleh naiknya kolom air lapisan bawah yang miskin oksigen dan mengandung senyawa toksik seperti H
2
S, NO
2
, dan NH
3
ke
lapisan atas upwelling. Penumpukan bahan organik pada dasar danau berasal dari sisa pakan dari aktivitas pemeliharaan ikan di KJA. Jumlah KJA yang ada di
Danau Maninjau pada saat itu mencapai sekitar 15.000 unit dan telah melebihi daya dukung KJA yang hanya sebanyak 6.500 unit. Pengembangan KJA secara
terus-menerus tanpa memperhatikan daya dukung perairan sudah jelas tidak hanya berdampak buruk bagi kualitas perairan, tetapi juga dapat menimbulkan kerugian
dari segi ekonomi. Kematian ikan secara massal juga diberitakan pernah terjadi pada keramba-
keramba ikan di Situ Rawa Besar, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok pada tahun 2004 Anonim 2004. Hal tersebut disebabkan salah satunya oleh
perputaran lapisan air akibat turunnya hujan sehingga lapisan dasar perairan yang mengandung banyak endapan sisa pakan ikan naik ke atas. Ikan-ikan tersebut
diduga mati akibat kadar oksigen yang rendah pada air situ. Pembongkaran terhadap kurang lebih 1.500 keramba ikan di Situ Rawa Besar dilakukan pada
tahun 2008 Virdhani 2008, namun diketahui bahwa keramba-keramba ikan di situ tersebut kini telah mulai bermunculan kembali dengan jumlah kurang lebih 50
unit LSM Dewa Kota Depok 2011. Peristiwa-peristiwa seperti yang diuraikan di atas adalah hal yang ingin dihindari oleh Pemerintah Kota Depok, seperti yang
disampaikan oleh pihak Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok. Hasil wawancara dengan responden pakar memberikan informasi bahwa
pengembangan keramba ikan di situ-situ di Kota Depok merupakan satu bentuk pelanggaran terhadap Perda Kota Depok Nomor 14 tahun 2001 tentang Ketertiban
Umum. Namun, jika melihat kepada isi dari peraturan itu sendiri, hanya ditemukan bagian yang mengatur ketertiban umum pada sungai, saluran, dan
kolam dan tidak ada bagian yang menyebutkan atau menyiratkan bahwa dilarang mendirikan keramba ikan pada situ-situ di Kota Depok. Meskipun Pemerintah
Kota Depok berpendapat bahwa keberadaan keramba ikan pada situ telah dilarang, di dalam Peraturan Kota Depok Nomor 22 tahun 2003 tentang Izin
Usaha Perikanan, Peternakan, dan Pemotongan Hewan justru disebutkan bahwa usaha perikanan diperbolehkan dengan aturan sebagai berikut:
1. Usaha perikanan dapat diselenggarakan dalam bentuk: a Usaha perseorangan; b Usaha kelompok; c PerusahaanBadan Pasal 2 ayat 1.
2. Usaha perikanan terdiri atas: a Usaha pembudidayaan ikan di air tawar; b Usaha pemasaranpenampungan hasil-hasil perikanan; c Usaha pengolahan
ikan Pasal 2 ayat 2. 3. Setiap penyelenggara usaha perikanan wajib memiliki izin Usaha Perikanan
dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk Pasal 3 ayat 1. 4. Izin Usaha Perikanan tidak diperlukan bagi:
Usaha pembudidayaan ikan pada keramba jaring apung tidak lebih dari 4 unit 1 unit = 7x7x2,5 m
3
, keramba tidak lebih dari 50 buah 1 buah = 4x2 m
2
Pasal 3 ayat 2 butir d. Pemerintah Kota Depok perlu memperjelas dan mensosialisasikan aturan
mengenai KJA ini kepada masyarakat. Jangan sampai terjadi kesalahpahaman atau penghilangan hak masyarakat akibat kerancuan aturan tersebut.
Dalam pengembangan KJA diperlukan perhatian terhadap beberapa faktor penting. Menurut Nurhakim 2004 faktor yang harus dipertimbangkan dalam
penentuan lokasi penempatan KJA pada situ adalah: 1 kualitas air yang mendukung kehidupan ikan; 2 faktor kedalaman dan tata ruang perairan situ
berkaitan dengan rencana pengembangan situ yang akan dilakukan; 3 pola aliran air dan kecepatan arus air; dan 4 Jumlah KJA maksimal yang dapat ditampung
oleh lokasi yang dipilih daya dukung untuk KJA. Usaha budidaya ikan dengan sistem KJA membutuhkan kedalaman air minimum 4-5 m dan kecepatan arus di
lokasi keramba tidak kurang dari 5-10 mdetik Suyanto 1999. Saputra 1988 dalam Ismane 2002 menyebutkan bahwa usaha budidaya ikan dalam KJA perlu
mempertimbangkan aspek ekologi, biologi, dan ekonomi. Aspek ekologi berkaitan dengan kualitas air yang merupakan lingkungan hidup bagi ikan. Aspek
biologi berhubungan dengan pemilihan benih yang baik dari sisi genetik dan fisiologi sehingga memiliki pertumbuhan yang baik. Pertimbangan ekonomi
berhubungan dengan usaha menekan biaya produksi, perhitungan biaya investasi, pemilihan jenis usaha, dan perkiraan keuntungan usaha.
Penertiban keramba
ikan membutuhkan
kehati-hatian dalam
pelaksanaannya. Keramba ikan merupakan salah satu sumber pendapatan bagi segelintir warga masyarakat meskipun persepsi sebagian besar pengunjung
menyatakan keberadaan keramba ikan dapat mengurangi keindahan situ.
Informasi yang diperoleh dari Forum Pokja Situ menyebutkan bahwa penertiban dapat dilakukan pada situ yang akan dikembangkan secara serius menjadi
kawasan wisata air di Kota Depok. Namun, pelaksanaan hal tersebut sebaiknya mempertimbangkan kepentingan masyarakat pemilik keramba. Uang ganti rugi
dapat diberikan jika memang keramba ikan milik warga masyarakat akan dibenahi, tentunya berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak pengelola
dengan warga. Ketegasan dari pihak pengelola dibutuhkan dalam hal ini, termasuk terhadap keramba-keramba yang sudah tidak digunakan.
Pengaturan lokasi dan jumlah keramba ikan dapat menjadi salah satu alternatif dalam upaya penertiban keramba ikan pada situ agar tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap kelestarian situ. Hal ini dapat diwujudkan melalui penerapan sistem zonasi situ. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik
pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya, daya dukung, dan proses-proses ekologis KLH 2011.
Pedoman zonasi ekosistem situ memang belum tersedia hingga saat ini. Namun, tidak ada salahnya jika hal tersebut mulai dikembangkan dari sekarang,
mengingat pentingnya pemanfaatan situ yang berkelanjutan. Penetapan zonasi situ akan mempertimbangkan kajian-kajian aspek ekologi, sosial, ekonomi, dan
budaya masyarakat. Nurhakim 2004 memberikan beberapa bentuk strategi pengelolaan keramba jaring apung KJA yang dapat dilakukan untuk mendukung
Situ Babakan sebagai kawasan wisata, yaitu melalui perbaikan pengelolaan budidaya ikan, pembentukan kelembagaan petani ikan, dan pembagian perairan
Situ Babakan ke dalam dua zona, yaitu zona rekreasi dan zona budidaya KJA. Jumlah keramba ikan di Situ Sawangan-Bojongsari tidak sebanyak keramba ikan
di Situ Babakan, namun pembagian perairan menjadi beberapa zona juga dapat diterapkan di Situ Sawangan-Bojongsari. Pemanfaatan perairan Situ Sawangan-
Bojongsari meliputi wisata air, keramba ikan, pemancingan, penangkapan ikan, dan pertanian.
4.6.3. Persepsi Pengunjung terhadap Biaya Berwisata di Situ Sawangan- Bojongsari