Pilihan yang Dirasakan Guru dalam Mengajar PLH

63 pada pernyataan tersebut. Artinya ada guru yang merasa kondisi dalam pernyataan tersebut selalu tidak benar dan seringkali tidak benar bagi dirinya. Guru yang mendapatkan skor 1 pada pernyataan tersebut adalah guru kelas 1, sedangkan guru dengan skor 2 pada pernyataan tersebut adalah guru kelas 3. Ada 3,23 guru yang merasa mengajar PLH seringkali bukan menjadi hal yang penting pernyataan nomor 29, yang berimplikasi bahwa ada materi pengajaran lain yang lebih penting baginya. PLH yang belum menjadi prioritas pengembangan dan pelaksanaan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam pengembangan sekolah diduga sebagai salah satu penyebab hal tersebut. Pada dinas tersebut mata ajaran inti masih menjadi fokus untuk pengembangan dan pelaksanaannya. Selain itu target kelulusan siswa dari sekolah dasar masih sepenuhnya berdasar pada mata ajaran inti sehingga guru memiliki tekanan untuk mengejar target kurikulum mata ajaran inti, yang mengakibatkan PLH tidak atau belum menjadi prioritas di sekolah, sehingga guru merasa PLH menjadi tidak penting. Persentase guru yang berpendapat bahwa mengajar PLH memiliki nilai dan kegunaanmanfaat baik bagi dirinya maupun bagi siswanya secara keseluruhan jauh lebih besar daripada guru yang merasa bahwa mengajar PLH kurang atau tidak memiliki nilai dan kegunaanmanfaat bagi dirinya dan siswanya. Guru yang merasa kurangnya nilaimanfaat PLH baik bagi dirinya maupun siswanya merupakan guru yang mengajar tingkat kelas rendah kelas 1 – 3 SD, pada SDN Gunung Bunder 03 dan SDN Gunung Bunder 04. Guru merasa pengajaran PLH pada kelas rendah tidak bermanfaat dan tidak bersedia melakukan pengajaran PLH lagi dapat disebabkan beberapa hal. Pertama, pengajaran PLH pada kelas rendah masih sangat terbatas pada materi lingkungan yang terdapat dalam kurikulum mata ajaran inti yang sifatnya sederhana dan teoritis diberikan di kelas, sehingga guru pada kelas rendah tidak merasakan manfaat pengajaran PLH bagi dirinya. Kedua, pengajaran yang bersifat teoritis di kelas belum dapat memberikan respon positif pada perilaku siswa terhadap lingkungan. Ketiga, anak usia 6 – 9 tahun usia siswa SD pada tingkat kelas rendah, 1 – 3 SD biasanya masih membawa perilaku masa balita yang masih sulit 64 memfokuskan perhatian dan mempertahankan perhatian dalam jangka waktu lama. Anak usia tersebut biasanya masih senang bermain-main, meskipun sudah mulai dapat diarahkan, karena anak usia 6 – 11 tahun periode middle dan late childhood mulai menguasai keahlian membaca, menulis dan menghitung serta semakin mampu mengendalikan diri Santrock 2008. Santrock 2008 juga menguraikan tahapan perkembangan kognitif Piaget yang menyatakan bahwa anak usia 6 – 7 tahun berada pada tahap pra-operasional dan anak usia 8 – 9 tahun berada pada tahap operasional konkret. Tahap pra-operasional, yaitu masa seorang anak berpikir secara egoistis dan intuitif berdasarkan perspektif dirinya sendiri, dan memusatkan perhatian hanya pada satu karakteristik dan mengabaikan karakteristik lainnya dari sesuatu. Tahap operasional konkret adalah tahap saat pemikiran logis mulai menggantikan pemikiran intuitif, namun pada situasi konkret. Karakteristik perkembangan siswa pada tingkat kelas rendah yang demikian menuntut guru untuk memiliki kesabaran, kesediaan mencurahkan upaya dan kemampuan mengendalikan perilaku siswa yang lebih besar. Hal tersebut dapat dirasa sebagai sesuatu yang memberatkan guru, terutama dalam pengajaran PLH yang menuntut dibukanya kesempatan bagi siswa untuk dapat berinteraksi langsung dengan alamlingkungan. Interaksi langsung dengan alam berarti membawa siswa keluar kelas yang berarti adanya tuntutan curahan waktu dan energi lebih dari guru dalam mengarahkan siswanya, terutama guru tingkat kelas rendah tersebut. Pengajaran PLH dengan praktek interaksi langsung dengan alam pada SDN Gunung Bunder 04 diberikan pada mata ajaran PJOK yang ditangani oleh satu guru khusus, bukan oleh guru kelas, sehingga guru kelas rendah menjadi tidak merasakan manfaat pengajaran PLH bagi dirinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru memiliki persepsi positif berdasarkan motivasinya untuk mengajar PLH, namun guru juga memiliki persepsi bahwa kompetensinya rendah untuk mengajar PLH. Sebagian besar guru memiliki pandangan bahwa mengajar PLH dapat dinikmati, menyenangkan, tidak membosankan dan menarik. Guru juga memandang PLH sebagai program yang penting dan memiliki manfaat, baik bagi dirinya, siswanya, maupun lingkungan.