58
c. UpayaArti Penting PLH bagi Guru
Effortimportance upayaarti penting merupakan subskala yang mengukur upaya yang dilakukan guru dalam mengajar PLH dan pandangan guru terhadap
arti PLH bagi dirinya. Subskala ini diwakili oleh pernyataan nomor 3, 9, 15, 21 dan 26. Pernyataan nomor 3, 9, dan 26 merujuk pada upaya keras yang dilakukan
guru untuk mengajarkan PLH kepada siswa, pernyataan nomor 21 merujuk pada energi yang harus dikeluarkan oleh guru untuk mengajarkan PLH kepada siswa,
dan pernyataan nomor 15 mengacu pada arti penting pengajaran PLH bagi guru. Sebagian besar guru ditunjukkan oleh persentase guru yang mendapatkan
skor 5 dan 4 merasa selalu atau seringkali harus berupaya keras untuk mengajarkan PLH kepada siswa, berusaha sangat keras untuk dapat mengajarkan
PLH kepada siswa dan mencoba sangat keras untuk dapat mengajar PLH dengan baik Tabel 14. Sebanyak 45,16 guru merasa harus mengeluarkan banyak
energi untuk mengajarkan PLH kepada siswa. Guru juga merasakan pentingnya mengajarkan PLH dengan baik kepada siswa.
Tabel 14 Persentase guru berdasarkan perolehan skor pada masing-masing pernyataan dalam subskala effortimportance
No Pernyataan
Skor 5
4 3
2 1
3 Saya harus berupaya keras untuk dapat
mengajarkan PLH kepada para siswa. 38,71
41,94 16,13
0,00 3,23
9 Saya tidak perlu berusaha sangat keras untuk
dapat mengajarkan PLH kepada para siswa. 45,16
41,94 9,68
3,23 0,00
15 Bagi saya, mengajar PLH dengan baik
adalah hal yang penting. 74,19
22,58 3,23
0,00 0,00
21 Saya tidak mengeluarkan banyak energi
untuk mengajar PLH kepada para siswa. 9,68
45,16 19,35
25,81 0,00
26 Saya mencoba sangat keras untuk dapat
mengajar PLH dengan baik. 32,26
41,94 25,81
0,00 0,00
Rata-rata 40,00
38,71 14,84
5,81 0,65
Hasil dari subskala upayaarti penting ini menunjukkan bahwa pandangan guru mengenai pentingnya mengajarkan PLH dengan baik kepada siswa
nampaknya diwujudkan oleh guru dengan mencurahkan upaya keras dan energi yang besar dalam mengajarkan PLH tersebut. Guru memiliki doronganmotivasi
59 yang kuat dalam mengajarkan PLH kepada siswa dengan baik karena merasakan
pentingnya hal tersebut bagi guru.
d. BebanTekanan yang Dirasakan Guru dalam Mengajar PLH
Bebantekanan yang dirasakan guru dalam mengajar PLH diukur dengan subskala pressuretension beban. Subskala ini mencoba menggali apakah guru
merasa bahwa mengajar PLH merupakan sebuah bebantekanan bagi dirinya dengan berbagai pernyataan yang merujuk pada perasaan gugup, tegang, tidak
tenang, gelisah dan tertekan yang dirasakan oleh guru jika harus mengajar PLH.
Skor 5 dan 4 menunjukkan bahwa mengajar PLH bukan merupakan beban bagi
guru. Guru selalu dan seringkali merasa tidak gugup, tidak tegang, tenang, tidak gelisah dan tidak tertekan saat mengajar PLH. Skor 2 dan 1 menunjukkan hal
berlawanan, yaitu bahwa mengajar PLH merupakan beban bagi guru. Guru
seringkali dan selalu merasa gugup, tegang, tidak tenang, gelisah dan tertekan saat mengajar PLH.
Tabel 15 Persentase guru berdasarkan perolehan skor pada masing-masing pernyataan dalam subskala pressuretension
No Pernyataan
Skor 5
4 3
2 1
4 Saya sama sekali tidak merasa gugup saat
mengajar PLH. 25.81
35.48 19.35
12.90 6.45
10 Saya merasa sangat tegang saat mengajar
PLH. 35.48
32.26 29.03
3.23 0.00
16 Saya merasa tenang saat mengajar PLH.
16.13 45.16
35.48 3.23
0.00 22
Saya merasa gelisah jika mengajar PLH. 38.71
32.26 25.81
0.00 3.23
27 Saya merasa tertekan jika mengajar PLH.
48.39 32.26
12.90 0.00
6.45 Rata-rata
32.90 35.48
24.52 3.87
3.23
Secara keseluruhan lebih banyak guru yang merasakan bahwa mengajar
PLH bukan beban bagi dirinya, karena guru tidak merasa gugup, tegang, tidak
tenang, gelisah dan tertekan saat mengajar PLH ditunjukkan oleh persentase guru yang mendapatkan skor 5 dan 4 pada Tabel 15. Pada sekolah-sekolah tersebut
pengajaran PLH masih dilaksanakan secara integratif dalam berbagai mata ajaran inti yang ada, belum menjadi sebuah program pengajaran tersendiri. Selain itu
tidak ada target pencapaian kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah berkaitan
60 dengan PLH, sehingga guru tidak harus mengejar target pencapaian kurikulum
seperti halnya pada mata ajaran inti. Kondisi tersebut menyebabkan sebagian besar guru tidak merasa pengajaran PLH menjadi suatu beban, namun ada juga
sebagian guru 24,52 yang merasa PLH kadang menjadi beban. Hal tersebut diduga berkaitan dengan kompetensi guru untuk mengajar PLH.
e. Pilihan yang Dirasakan Guru dalam Mengajar PLH
Subskala perceived choice pilihan mengukur pilihan yang dirasakan guru dalam mengajar PLH, sehingga dapat memberikan gambaran motivasi yang
dimiliki guru untuk mengajar PLH. Ryan et al. 1991 menyatakan bahwa saat termotivasi secara intrinsik, orang akan merasakan minatkesenangan dan pilihan
terhadap sesuatu yang dilakukannya. Skor tinggi pada subskala minat interestenjoyment dan subskala pilihan ini menunjukkan bahwa guru memiliki
motivasi intrinsik. Tabel 16 Persentase guru berdasarkan perolehan skor pada masing-masing
pernyataan dalam subskala perceived choice
No. Pernyataan
Skor 5
4 3
2 1
5 Saya percaya bahwa saya punya pilihan
dalam mengajarkan PLH. 16,13
29,03 22,58
19,35 12,90
11 Saya tidak punya pilihan dalam mengajar
PLH. 29,03
35,48 25,81
6,45 3,23
17 Saya merasakan adanya keharusan untuk
mengajar PLH. 6,45
3,23 19,35
22,58 48,39
23 Saya mengajar PLH karena saya tidak punya
pilihan lain. 58,06
25,81 9,68
6,45 6,45
28 Saya mengajar PLH karena saya ingin
melakukannya. 38,71
29,03 25,81
6,45 0,00
30 Saya mengajar PLH karena saya harus
melakukannya. 3,23
3,23 19,35
25,81 48,39
Rata-rata 25,3
21,0 20,4
14,5 19,9
Pernyataan nomor 5, 11 dan 23 mengukur pilihan yang dirasakan oleh guru dalam mengajar PLH. Pernyataan 5 dan 11 berimplikasi pada pilihan pola
pengajaran PLH guru, sedangkan pernyataan 23 berimplikasi pada pilihan mengajar PLH sebagai sebuah tugas. Tabel 16 menunjukkan bahwa pada ketiga
pernyataan yang berkaitan dengan pilihan tersebut persentase guru yang merasa
61 punya pilihan skor 5 dan 4 terkait pengajaran PLH lebih besar daripada guru
yang merasa tidak punya pilihan skor 2 dan 1. Lebih banyak guru yang merasa punya pilihan dalam mengajar PLH, baik dalam kaitannya dengan pola pengajaran
maupun PLH sebagai sebuah tugas. Pernyataan nomor 17 dan 30 berkaitan dengan keharusan yang dirasakan
guru dalam mengajar PLH. Pada kedua pernyataan tersebut guru yang merasakan keharusan dalam mengajar PLH skor 2 dan 1 lebih besar persentasenya
dibandingkan guru yang merasakan ketidak harusan mengajar PLH. Ryan et al. 1991 menyatakan bahwa saat orientasi seseorang dalam melakukan sesuatu
bergeser dari keinginannya untuk melakukan sesuatu dengan baik menjadi keharusan untuk melakukan sesuatu dengan baik untuk mempertahankan harga
dirinya, maka motivasi intrinsiknya menurun. Namun guru nampaknya merasakan keharusan untuk mengajar PLH karena memandang PLH sebagai hal
yang penting untuk dilakukan, bukan semata-mata untuk mempertahankan harga diri, mengingat PLH belum dibakukan dalam kurikulum standar dengan target
yang harus dikejar guru. Sebagian besar guru juga menyatakan mengajar PLH karena ingin melakukannya pernyataan nomor 28.
Secara keseluruhan pada subskala ini, rata-rata persentase guru yang mendapatkan skor 5 dan 4 lebih besar dibandingkan persentase guru yang
mendapatkan skor 2 dan 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan guru yang memiliki motivasi intrinsik untuk mengajar PLH lebih
besar persentasenya dibandingkan guru yang tidak memiliki motivasi intrinsik.
f. NilaiKegunaan PLH menurut Guru
Nilaikegunaan PLH menurut guru diukur dengan menggunakan subskala valueusefulness yang diwakili oleh pernyataan nomor 6, 12, 18, 24 dan 29.
Pernyataan nomor 6 merujuk pada kepercayaan guru bahwa mengajar PLH bermanfaat bagi dirinya, pernyataan nomor 12 merujuk pada kepercayaan guru
bahwa mengajar PLH berguna untuk membentuk kepedulian siswa terhadap lingkungan, pernyataan nomor 18 merujuk pada kepercayaan guru bahwa PLH
penting untuk diajarkan karena dapat memberi pengaruh positif bagi siswa, pernyataan nomor 24 merujuk pada kesediaan guru untuk kembali mengajar PLH