Persepsi Guru tentang Penyelenggaraan PLH dan Pengukurannya
15 SDN tersebut untuk menerapkan PLHPHL di sekolahnya telah memberikan hasil
pengetahuan dan pemahaman siswa yang relatif lebih luas dibandingkan empat sekolah contoh lainnya. Dengan demikian, persepsi guru tentang penyelenggaraan
PLH akan mempengaruhi peran serta guru dalam kegiatan PLH dan cara guru mengajarkan PLH kepada siswanya, dan pada akhirnya mempengaruhi respon
siswa. Artinya bahwa persepsi guru tentang penyelenggaraan PLH merupakan hal yang penting untuk diidentifikasi sebagai langkah awal untuk mencapai efektivitas
pengajaran PLH. Robbins 2003 menguraikan bahwa motifmotivasi dan sikap merupakan
bagian dari faktor individu yang mempengaruhi terbentuknya persepsi. Dengan demikian, persepsi guru tentang penyelenggaraan PLH dapat diidentifikasi
berdasarkan motivasi guru dalam mengajar PLH dan sikap guru terhadap PLH.
Motivasi guru dalam mengajar PLH
Motivasi guru secara alamiah berkaitan dengan sikap guru terhadap
pekerjaannya, yaitu hasratkeinginan untuk berperan serta dalam proses-proses pedagogis pembelajaran di dalam lingkungan sekolah, minatperhatian guru
terhadap disiplin siswa dan kendali di dalam kelas, sehingga menjadi dasar keterlibatan guru dalam kegiatan-kegiatan akademik dan non-akademik di sekolah
Ofoegbu 2004. Ryan dan Deci 2000 dalam Teori Determinasi-Diri Self- Determination Theory - SDT membedakan berbagai tipe motivasi berdasarkan
alasan atau tujuan yang menyebabkan dilakukannya suatu tindakan, yaitu amotivasi, motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik yang berada pada suatu
kontinum determinasi-diri yang semakin tinggi Gambar 2. Perilaku
Non determinasi diri Determinasi-diri Tipe
Motivasi Amotivasi
Motivasi Ekstrinsik Motivasi
Intrinsik Tipe
Pengaturan Regulasi
Non-regulasi Regulasi
Eksternal Regulasi ter-
introjeksi Regulasi ter-
identifikasi Regulasi ter-
integrasi Regulasi
intrinsik Lokus
Kausalitas Impersonal Eksternal
Agak eksternal
Agak internal
internal internal
Gambar 2 Kontinum determinasi-diri Deci dan Ryan 2001.
16 Amotivasi adalah suatu kondisi saat seseorang kurang memiliki keinginan
untuk melakukan sesuatu dan kurang memiliki motivasi, yaitu saat mereka tidak mampu untuk mengatur diri sendiri dalam suatu perilaku tertentu Pelletier et al.
1999 diacu dalam Deci dan Ryan 2001. Motivasi intrinsik mengacu pada
perilaku yang dilakukan karena secara melekat perilaku tersebut bersifat menarik dan menyenangkan
Ryan dan Deci 2000. Perilaku tersebut memiliki internal perceived locus of causalitylokus kausalitas yang dirasa berasal dari dalam
deCharms 1968 diacu dalam Niemic dan Ryan 2009. Motivasi ekstrinsik merupakan suatu konstruk yang terjadi saat suatu aktivitas dilakukan untuk
memperoleh suatu luaran tertentu yang terpisah dari aktivitas itu sendiri Ryan dan Deci 2000, yang dikelompokkan menjadi empat tipe motivasi berdasarkan
derajat otonomi yang dialami individu, yaitu regulasi eksternal, regulasi terintrojeksi, regulasi teridentifikasi dan regulasi terintegrasi Niemic dan Ryan
2009, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut: 1 Regulasi eksternal. Perilaku dilakukan untuk mendapatkan penghargaan
reward atau menghindari hukuman punishment. 2 Regulasi terintrojeksi. Perilaku dilakukan untuk memuaskan kontingensi
internal, seperti peningkatan-diri atau menghindari penghinaan-diri. Salah satu tipe regulasi terintrojeksi adalah keterlibatan ego yang mengacu pada
harga diri self-esteem seseorang sebagai bagian dari performanya. Ego memberikan tekanan internal untuk menghindari rasa malu atau untuk merasa
diri berguna. 3 Regulasi teridentifikasi. Perilaku dilakukan karena dianggap bernilai atau
penting bagi individu tersebut. 4 Regulasi terintegrasi merupakan tipe motivasi ekstrinsik yang paling bersifat
otonomi. Regulasi yang teridentifikasi telah bersintesis dengan aspek lainnya dalam pribadi seseorang, sehingga dorongan yang timbul dirasakan berasal
dari diri seseorang. Brookhart dan Freeman 1992 diacu dalam Watt dan Richardson 2008
menyebutkan bahwa motivasi intrinsik, ekstrinsik dan altruistik telah disoroti sebagai kelompok alasan yang paling penting bagi seseorang dalam memutuskan
untuk mengajar. Vallerand, et al. 2008 menyatakan bahwa motivasi intrinsik
17 akan memberikan luaran yang paling positif. Motivasi intrinsik dapat diukur
dengan dua cara, yaitu dengan ukuran keperilakuan dari motivasi intrinsik yang disebut
“free choice” atau kebebasan memilih Deci 1971 diacu dalam Ryan dan Deci 2000, dan penggunaan self-report atau laporan-pribadi mengenai daya-
tarik dan kesenangan dari suatu aktivitas itu sendiri Ryan 1982; Harackiewicz
1979 diacu dalam Ryan dan Deci, 2000. Robbins 2003 menguraikan mengenai model motivasi intrinsik Ken Thomas yang berpendapat bahwa motivasi intrinsik
akan dicapai jika orang mengalami perasaan choice memilih, competence kompeten, meaningfulness berarti, dan progress kemajuan, yang diuraikan
sebagai berikut: 1. Choice adalah kesempatan untuk dapat memilih aktivitas tugas yang masuk
akal bagi seseorang dan melakukannya dengan cara yang dirasa sesuai. 2. Competence adalah pencapaian yang dirasakan saat dengan terampil
melakukan aktivitas tugas yang dipilih. 3. Meaningfulness adalah kesempatan untuk mengejar tujuan tugas yang
berharga, tujuan yang berarti di dalam skema hal-hal yang lebih besar. 4. Progress adalah perasaan bahwa seseorang membuat kemajuan yang nyata
dalam mencapai tujuan tugas.
Motivasi guru untuk mengajar PLH dapat diukur berdasarkan daya tarik dari
kegiatan mengajar PLH dan kesenangankenikmatan yang dirasakan guru dalam mengajar PLH, rasa memiliki kompetensikemampuan untuk mengajar PLH,
upaya yang dicurahkan dalam pengajaran PLH, nilaimanfaat pengajaran PLH bagi guru, tekanan dan beban yang dirasakan guru dalam mengajarkan PLH, serta
rasa adanya kebebasan memilih dalam mengajar PLH. Ryan 1982 telah mengembangkan skala untuk mengukur motivasi intrinsik yang disebut sebagai
Intrinsic Motivation Inventory IMI scale yang terdiri dari subskala interestenjoyment, perceived competence, effortimportance, valueusefulness,
pressuretension, dan perceived choice.
Sikap guru terhadap PLH
Sikap merupakan suatu pernyataan evaluatif seseorang terhadap obyek, orang atau peristiwa tertentu, yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap
sesuatu Siagian 2004; Robbins 2003, 2005. Hollander 1981 menyatakan ada
18
dua hal mendasar mengenai sikap, yaitu bahwa 1 sikap memberikan dasar untuk menginterpretasikan dunia dan memproses informasi baru
, dan 2 sikap merupakan suatu cara untuk memperoleh dan mempertahankan identifikasi
sosial. Triandis 1971 menguraikan bahwa sikap adalah suatu gagasan yang
didorong oleh emosi yang mempengaruhi kecenderungan sekelompok tindakan terhadap suatu kelompok situasi sosial tertentu. Definisi tersebut menggambarkan
bahwa sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatifperilaku Triandis 1971;
Shavitt dan Brock 1994; Azwar 1995; Robbins 2003, 2005.
Gambar 3 Konsepsi skematis sikap Rosenberg dan Hovland 1960 diacu dalam Triandis 1971
Hollander 1981 menguraikan bahwa komponen kognitif kepercayaan- ketidakpercayaan adalah hal-hal yang telah dipelajari oleh seorang individu
mengenai sesuatu hal yang membentuk kepercayaan-ketidakpercayaan terhadap hal tersebut; komponen afektif suka-tidak suka mengacu pada emosi seorang
STIMULI individu, situasi, isu-isu sosial,
kelompok-kelompok sosial, dan “obyek-
obyek sikap” lainnya SIKAP
Respon sistem
syaraf simpatetik Pernyataan
verbal afeksi
AFEKSI
Respon perseptual Pernyataan
verbal tentang kepercayaan
KOGNISI
Tindakan nyata Pernyataan
verbal terkait perilaku
PERILAKU
Variabel bebas terukur
Variabel antara Variabel terikattak
bebas terukur
19 individu, sedangkan komponen aksi adalah kesiapan untuk berperilaku sejalan
dengan sikap yang dimiliki seorang individu. Mann 1969 diacu dalam Azwar
1995 menjelaskan bahwa: 1 komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan
dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu; 2 komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap dan menyangkut masalah
emosi, dan aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-
pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang; 3 komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu
dengan cara-cara tertentu. Sikap seseorang terbentuk karena pengaruh orang lain, yaitu orang tua, guru
dan rekan-rekannya, dan dapat berubah dipengaruhi situasi dan pengalaman seseorang Siagian 2004. Hollander 1981 menyatakan bahwa sikap dan nilai
memiliki persistensi, namun juga dinamis dalam arti keduanya dapat berubah, meskipun umumnya sikap lebih mudah berubah.
Shavitt dan Brock 1994 menyatakan bahwa sikap tidak dapat diamati secara langsung, namun harus disimpulkan berdasarkan respon-respon teramati
dan terukur dari tiga komponen sikap. Azwar 1995 mengungkapkan bahwa pengukuran sikap sebagai salah satu aspek yang sangat penting guna memahami
sikap dan perilaku manusia dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain observasi perilaku, penanyaan langsung, pengungkapan langsung, skala sikap dan
pengukuran terselubung. Skala sikap Likert merupakan teknik pengukuran sikap yang paling banyak digunakan karena mudah disusun dan dapat digunakan,
sehingga skala ini secara rutin menunjukkan korelasi tinggi dengan skala sikap lainnya Shavitt dan Brock 1994.
Sikap guru terhadap PLH dapat diukur melalui dua ukuran sikap, yaitu self- efficacy dan outcome expectancy Sia 1992; Moseley et al. 2002; Moseley dan
Utley 2008. Bandura 1977 diacu dalam Sia 1992 dan Moseley et al. 2002 menguraikan bahwa self-efficacy efektivitas diri adalah persepsi atau
kepercayaan diri seseorang terhadap kemampuannya untuk melakukan sesuatu, sedangkan outcome expectancy luaran yang diharapkan adalah kepercayaan atau
harapan seseorang untuk mendapatkan suatu luaran tertentu dari perilaku yang
20 ditunjukkannya. Efektivitas diri yang diyakini oleh seseorang berkaitan dengan
tingkat motivasi dan capaian kinerja individu tersebut Bandura 1977 diacu dalam Moseley dan Utley 2008. Enoch dan Riggs 1990 diacu dalam Sia 1992 dan
Moseley et al. 2002 menguraikan efektivitas diri guru sebagai kemampuan guru untuk mengajar secara efektif. Efektivitas guru juga didefinisikan sebagai tingkat
kepercayaan guru terhadap kemampuannya dalam mempengaruhi kinerja siswa Berman dan McLauglin 1977 diacu dalam Moseley dan Utley 2008.
Kepercayaan guru memiliki dampak yang sangat besar terhadap perilakunya di kelas Pajares 1992 dan Richardson 1996 diacu dalam Moseley dan Utley
2008, karena kepercayaan memainkan bagian penting dalam pengorganisasian pengetahuan dan informasi oleh guru dan penting dalam membantu guru
beradaptasi, memahami dan memaknai diri dan dunianya Schommer 1990, Taylor 2003, Taylor dan Caldarelli 2004 diacu dalam Moseley dan Utley 2008.
Guru yang memiliki kepercayaan diri dalam kemampuannya mengajar self- efficacy beliefs akan bertahan lebih lama, memberikan fokus akademik yang
lebih besar di kelas, dan menunjukkan tipe umpan balik berbeda dibandingkan guru yang memiliki harapan yang lebih rendah berkaitan dengan kemampuannya
untuk mempengaruhi pembelajaran siswa Gibson dan Dembo 1984 diacu dalam Moseley et al. 2002. Czerniak 1990 diacu dalam Moseley et al. 2002
menemukan bahwa guru dengan self-efficacyefektivitas diri yang tinggi lebih cenderung menggunakan strategi pengajaran inkuiri dan berpusat pada siswa,
sedangkan guru dengan efektivitas diri yang rendah lebih cenderung menggunakan strategi yang terarah pada guru seperti ceramah dan membaca teks.
Efektivitas diri guru dalam kaitannya dengan PLH dapat diuraikan sebagai tingkat kepercayaan guru terhadap kemampuannya mengajarkan PLH secara
efektif, sedangkan outcome expectancy guru terhadap PLH diuraikan sebagai perkiraan guru mengenai pengaruh yang diberikannya terhadap siswa dalam
pembelajaran PLH Moseley et al. 2002. Sikap guru yang positif terhadap PLH, dalam hal ini memiliki efektivitas diri dan outcome expectancy yang tinggi, akan
dapat memberi arah yang positif terhadap perilaku guru dalam mengajarkan PLH kepada siswa melalui penyajian berbagai materi dengan menggunakan metode-
metode pengajaran aktif yang lebih berpusat pada siswa, sehingga diharapkan
21 efektivitas pembelajaran PLH dapat tercapai dengan terbentuknya sikap positif
dan terwujudnya perilaku ramah lingkungan pada siswa. Sia 1992 telah mengembangkan skala untuk mengukur sikap guru terhadap PLH berdasarkan
self-efficacy dan outcome expectancy, yang disebut Environmental Education Efficacy Beliefs Instrument EEEBI. Skala EEEBI yang telah diadaptasikan ke
dalam bahasa Indonesia digunakan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi sikap guru terhadap PLH dalam upaya mengetahui persepsi guru tentang
penyelenggaraan PLH.
3 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS