Berdasarkan hasil simulasi dari beberapa skenario model di Wilayah I, II maupun Wilayah III, dapat diketahui bahwa model ideal untuk mewujudkan kota
hijau adalah skenario hijau. Skenario hijau Wilayah I, II dan III dapat memperlambat suhu udara ≥ 30 °C dibandingkan dengan model baseline dan skenario moderat.
Berdasarkan hasil simulasi model diketahui bahwa wilayah dengan lahan terbangun yang terlanjur tinggi di Wilayah I 60 menyebabkan penambahan ruang
terbuka hijau menjadi terbatas. Jumlah penduduk yang tinggi 539.397 orang serta tingginya emisi CO
2
dari berbagai aktivitas manusia 503.987 tontahun, menye- babkan skenario hijau
pun masih menciptakan kondisi suhu udara ≥ 30 °C terjadi lebih cepat dibandingkan dengan Wilayah II dan III.
Jika dibandingkan dengan Wilayah I dan III, area perkotaan Wilayah II masih relatif lebih baik. Masih banyak waktu untuk mempertahankan kondisi lingkungan
yang nyaman di Wilayah II. Skenario hijau di Wilayah II masih dapat digunakan untuk mempertahankan kondisi suhu udara perkotaan 30 °C sampai lebih dari tahun
2058. Berdasarkan hasil simulasi model, dapat disimpulkan bahwa kebijakan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan merupakan hal sangat penting dan harus
dilakukan seawal mungkin dan harus hati-hati agar tidak terjadi masalah pulau bahang kota. Apabila sudah terlanjur tercipta pulau bahang kota seperti di Wilayah I,
maka akan membatasi pemilihan dan pengambilan kebijakan dalam mengatasi tingginya suhu udara akibat pulau bahang kota.
5.4.3. Rekomendasi Preskripsi
dalam Penyusunan Kebijakan 5.4.3.1. Rekomendasi Berdasarkan Hasil Analisis Pulau Bahang Kota
Berdasarkan hasil analisis kondisi pulau bahang kota khususnya distribusi suhu udara, diketahui suhu udara tinggi terdapat di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan
Margahayu, Margaasih, Dayeuhkolot, Baleendah, Bojongsoang, Rancaekek, Cileunyi, Pameungpeuk dan Majalaya. Agar pulau bahang kota dapat diatasi secara efektif
maka kecamatan-kecamatan ini harus menjadi prioritas dalam pengembangan hutan kota di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan hasil analisis peran ruang terbuka hijau dalam mengatasi pulau bahang kota khususnya dalam menurunkan suhu udara, diketahui bahwa hutan kota
lebih efektif dalam menurunkan suhu udara dibandingkan dengan jenis ruang terbuka hijau yang lain. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mather 1974, Blennow 1998,
Weng dan Yang 2004, serta Rekittke 2009 yang menyatakan bahwa tumbuhan
mempunyai peran penting dalam menurunkan radiasi termal yang dipancarkan ke atmosfer sehingga suhu udara menjadi rendah. Tumbuhan berupa pohon lebih efektif
dalam mengatasi pulau bahang kota dibandingkan jenis ruang terbuka yang lain. Efektivitas tumbuhan dalam menurunkan suhu udara juga ditentukan oleh indeks
luas daun. Indeks luas daun yang lebih tinggi, menciptakan suhu udara lebih rendah dibandingkan dengan tumbuhan dengan indeks luas daun lebih rendah. Berdasarkan
pengukuran suhu udara di berbagai tumbuhan dengan ILD yang berbeda, diketahui bahwa ILD 0,076 menciptakan iklim mikro khususnya suhu udara 29,9 °C, sedangkan
ILD 0,891 menyebabkan suhu udara menurun menjadi 23,6 °C. Semakin tinggi nilai ILD, semakin rendah suhu udara. Penelitian Hardin dan Jensen 2007 mengenai
kaitan antara ILD dengan suhu permukaan perkotaan, diketahui bahwa suhu udara di area tanpa tumbuhan ILD mendekati 0 adalah 39,2 ºC. Sedangkan pada ILD lebih
besar yaitu 0,45; suhu udara menurun menjadi 32,1 ºC. Peningkatan ILD akan meningkatkan intersepsi radiasi, pertukaran CO
2
dan menurunkan suhu udara. Oleh
karena itu pulau bahang kota dapat diatasi dengan membangun ruang terbuka hijau
khususnya hutan kota dengan kerindangan tinggi ILD tinggi agar efektif dalam menurunkan suhu udara.
Pulau bahang kota dapat diatasi melalui pengembangan hutan kota berbentuk jalur, menyebar dan bergerombol, serta dengan strata tajuk dua atau strata banyak,
tergantung kondisi lahan yang tersedia. Namun dari beberapa bentuk dan struktur tajuk hutan kota, hutan kota berbentuk bergerombol dengan struktur banyak lebih
efektif menurunkan suhu udara serta meningkatkan kelembaban udara. Hutan kota berbentuk menggerombol dengan strata banyak dapat menurunkan suhu udara 0,8 °C
serta meningkatkan kelembaban udara 2. Penanganan masalah efek pulau bahang akan lebih efektif apabila informasi
kondisi cuaca dan iklim setempat juga menjadi pertimbangan. Alcoforado et al. 2009 menyatakan bahwa untuk mengatasi pulau bahang kota diperlukan
pengetahuan iklim terutama dalam menyusun desain tata kota agar penanganan pulau bahang kota dapat berjalan secara efektif. Desain tata kota untuk mengatasi pulau
bahang kota, sangat penting mempertimbangkan parameter angin terutama dalam hal menentukan lokasi ruang terbuka hijau khususnya hutan kota agar fungsi hutan kota
sebagai windbreak pematah angin dapat optimal. Hutan kota yang berfungsi sebagai windbreak
dapat meningkatkan absorbsi dan adsorbsi polutan udara termasuk gas CO
2
sehingga dapat menurunkan efek pulau bahang. Berdasarkan analisis arah dan