Skenario Moderat Wilayah III

Gambar 40 Hasil simulasi model skenario pesimis Wilayah III lima puluh tahun ke depan. 5.2.6. Hasil Analisis Simulasi Model Kota Hijau Secara umum terdapat perbedaan hasil simulasi model dengan menggunakan skenario hijau, moderat dan pesimis di Kabupaten Bandung. Skenario hijau dapat memperlambat suhu udara sehingga suhu udara ≥ 30 ºC terjadi pada tahun 2047, sedangkan skenario moderat pada tahun 2046, dan skenario pesimis mempercepat terjadinya suhu udara ≥ 30 ºC yaitu pada tahun 2032. Skenario pesimis mempercepat terjadinya suhu udara ≥ 30 ºC. Hasil simulasi model Wilayah I, II dan III, terlihat berbeda karena nilai dari masing-masing peubah variabel di wilayah tersebut berbeda. Berdasarkan skenario hijau, moderat dan pesimis, Wilayah I paling cepat mengalami suhu udara ≥ 30 ºC dibandingkan Wilayah II dan III. Hal ini disebabkan karakteristik wilayah I memiliki luas wilayah paling kecil 6.704 ha, tetapi memiliki jumlah penduduk paling banyak dibandingkan Wilayah II dan III yaitu berjumlah 539.397 orang di Wilayah I, 424.523 orang di Wilayah II, dan 507.209 orang di Wilayah III. Selain itu jumlah kendaraan roda empat di Wilayah I juga paling banyak yaitu 7.562 kendaraan, sedangkan di Wilayah II sebanyak 6.946 kendaraan dan di Wilayah III sebanyak 3.873 kendaraan. Selain itu persentase lahan terbangun di Wilayah I paling tinggi dibanding Wilayah II dan III, yaitu Wilayah I sebesar 60 , Wilayah II 40 dan Wilayah III 37 . Sebaliknya ruang terbuka hijau di Wilayah I paling kecil yaitu sebesar 29 , sedangkan di Wilayah II sebesar 45 dan Wilayah III 52 . Selain itu, lahan terbuka di Wilayah I yang dapat digunakan untuk penghijauan juga terbatas 492 ha. Karakteristik lingkungan demikian menyebabkan tidak banyak pilihan skenario untuk 11:28 AM Sun, Nov 20, 2011 Page 1 2008 2018 2028 2038 2048 2058 Y ears 1: 1: 1: 2: 2: 2: 3: 3: 3: 4: 4: 4: 20 30 40 5e+010. 1e+011. 3000 6000 9000 2500 5000 1: Suhu Absolut 2: CO2 3: Luas terbangun absolut 4: RTH Absolut 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4

1. Suhu Udara ºC 2. CO

2 ton 3. Lahan Terbangun ha

4. Ruang Terbuka Hijau ha

Tahun mengatasi pulau bahang kota karena skenario hijau hanya memperlambat tujuh tahun suhu udara ≥ 30 ºC dibandingkan suhu udara saat ini. Wilayah II paling luas dibandingkan dengan Wilayah I dan III. Persentase RTH di wilayah ini juga paling tinggi dibandingkan dengan Wilayah I dan III. Meskipun Wilayah II memiliki wilayah lebih luas tetapi jumlah penduduk paling sedikit jika dibandingkan dengan Wilayah I dan Wilayah II. Wilayah II memiliki jumlah industri paling sedikit 25 industri dibandingkan dengan Wilayah I 50 industri dan Wilayah III 65 industri. Wilayah II juga memiliki kawasan lindung dan kawasan konservasi seluas 1202 ha di Cangkuang dan Banjaran. Karakteristik demikian menyebabkan skenario hijau sangat efektif dalam mengatasi pulau bahang kota sehingga suhu udara ≥ 30 ºC terjadi paling lambat dibandingkan dengan skenario hijau untuk Wilayah I dan III. Suhu udara di Wilayah II yaitu sampai tahun 2058 masih 30 ºC. Wilayah III memiliki persentase ruang terbuka hijau paling tinggi 52 dibandingkan dengan Wilayah I 29 dan II 45, tetapi memiliki jumlah unit industri paling banyak dibandingkan Wilayah I dan II. Selain itu Wilayah III tidak mempunyai kawasan konservasi sehingga tidak ada ruang terbuka hijau yang terlindungi undang-undang dan sangat beresiko berubah menjadi lahan terbangun. Skenario hijau dan moderat untuk Wilayah III menyebabkan terjadinya suhu udara ≥ 30 ºC lebih lambat dibanding Wilayah I tetapi lebih cepat dibanding dengan Wilayah II. Hasil simulasi model Wilayah I, II dan III disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Prakiraan waktu suhu udara ≥ 30 ºC di Kabupaten Bandung Model Tahun dengan Suhu Udara Tinggi ≥ 30 °C Model Baseline Skenario Hijau Skenario Moderat Skenario Pesimis Wilayah I 2047 2054 2050 2037 Wilayah II 2047 2058 2057 2037 Wilayah III 2047 2056 2053 2038 Berdasarkan simulasi model wilayah Kabupaten Bandung serta model di Wilayah I, II dan III; dan juga berdasar uji sensitivitas model, menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk, ruang terbuka hijau dan lahan terbangun sangat menentukan kondisi pulau bahang kota khususnya suhu udara. Suhu udara tinggi ditentukan oleh tingginya emisi CO 2 . Semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak emisi CO 2 yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor, konsumsi bahan bakar dari aktivitas rumah tangga, sampah, serta dari pernapasan. Hal ini didukung oleh penelitian Anand et al. 2005 yang menyatakan bahwa jumlah penduduk sangat menentukan tingkat emisi CO 2 , sehingga harus ada intervensi kebijakan pemerintah untuk mengendalikan peningkatan jumlah penduduk agar emisi CO 2 menurun. Kaitan antara peningkatan jumlah penduduk dengan emisi CO 2 juga dilakukan oleh Fong et al. 2006 yang melakukan penelitian mengenai model sistem dinamik untuk menduga konsumsi energi dengan membuat model yang terdiri dari empat sub model, yaitu sub model perumahan, komersial, industri, dan transportasi. Menurut Fong et al. 2006, pulau bahang kota disebabkan oleh tingginya konsumsi energi oleh berbagai aktivitas penduduknya sehingga menyebabkan emisi CO 2 di perkotaan tinggi. Berdasarkan penelitian Fong et al. 2006 diketahui bahwa pendorong utama terjadinya peningkatan konsumsi energi adalah adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan tingkat konsumsi energi oleh industri, konsumsi energi oleh penduduk di perumahan, dan komersial. Oleh karena itu menurut Fong et al. 2006, agar keberlanjutan kota terwujud, maka harus dilakukan penghematan konsumsi energi, merubah gaya hidup penduduk perkotaan, perbaikan teknologi dan pengadaan sistem angkutan masal. Selain Fong 2006, penelitian mengenai model sistem dinamik di area perkotaan yang mengaitkan antara konsumsi energi dengan emisi CO 2 juga dilakukan oleh Lee 2005. Lee 2005 membuat model sistem dinamik mengenai penyebab dan dampak dari emisi gas rumah kaca dengan menambahkan satu variabel suhu udara dalam modelnya. Model dalam penelitian ini menggambarkan proses peningkatan emisi gas rumah kaca CO 2 akibat peningkatan konsumsi energi listrik, pengkatan permintaan energi panas, dan peningkatan energi bahan bakar transportasi. Emisi gas rumah kaca menyebabkan peningkatan suhu udara yang dapat menyebabkan bencana banjir, gangguan suplai air, serta penipisan ozon. Berdasarkan simulasi model beberapa skenario model kota hijau di Kabupaten Bandung, khususnya di Wilayah I, II, dan III, menunjukkan bahwa kondisi perkotaan dengan persentase lahan terbangun tinggi, emisi CO 2 tinggi dan ruang terbuka rendah, akan menyebabkan terjadinya suhu udara ≥ 30 ºC lebih cepat. Hasil simulasi model juga menunjukkan bahwa level perencanaan pembangunan adalah sangat penting terutama untuk pengembangan wilayah-wilayah di kabupaten atau kota lain yang masih memungkinkan untuk ditingkatkan kualitas lingkungannya secara optimal sehingga permasalahan efek pulau bahang di perkotaan dapat diatasi melalui pembangunan berbasis green growth yang tertuang di dalam model skenario hijau agar lebih mudah mewujudkan kota hijau. Berdasarkan hasil penelitian Wang 2009 diketahui bahwa permasalahan utama pengembangan kota adalah pada level perencanaan. Perencanaan yang kurang baik, tanpa mengindahkan akar masalah yang dihadapi serta kurangnya perhatian terhadap keseimbangan ekosistem, keinginan dan dukungan masyarakat, serta kecenderungan perilaku masyarakat, maka akan menghambat terwujudnya kota hijau.

5.3. Kondisi Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi dan keinginan masyarakat berkaitan dengan kondisi lingkungan khususnya kualitas udara, iklim mikro serta penanganannya, didapat dari hasil wawancara dengan 180 responden yang tersebar di 15 kecamatan. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui 49 responden menyatakan kondisi perkotaan di Kabupaten Bandung sudah sangat tercemar, 50 tercemar ringan dan hanya 1 menyatakan belum tercemar. Mayoritas penduduk Kabupaten Bandung menyatakan udara perkotaan sudah sangat panas 52, dan yang menyatakan panas sebanyak 41, dan 7 menyatakan tidak panas. Lima tahun terakhir, 87 responden merasakan suhu udara semakin panas. Kondisi suhu udara yang panas dan semakin panas ini membuat penduduk Kabupaten Bandung beradaptasi dan telah terbiasa dengan kondisi yang ada sehingga meskipun panas tetapi 57 merasa kenyamanan masih dalam batas sedang, hanya 14 yang menyatakan tidak nyaman dan 29 menyatakan nyaman. Salah satu sumber emisi polutan udara adalah kendaraan bermotor. Penduduk Kabupaten Bandung 28 tidak memiliki kendaraan roda dua, 48 tiap rumah tangga memiliki 1 kendaraan roda dua, 17 tiap rumah tangga memiliki 2 kendaraan roda dua, dan 7 memiliki lebih dari 2 kendaraan roda dua bahkan pada rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga 14 orang memiliki 7 kendaraan roda dua. Penduduk yang tidak memiliki kendaraan roda empat sebanyak 82, hanya 12 rumah tangga yang memiliki 1 kendaraan roda empat, 5 yang memiliki 2 kendaraan roda empat dan hanya 1 yang memiliki kendaraan roda empat lebih dari 2 kendaraan. Kebutuhan bahan bakar bensin kendaraan bermotor roda dua per kendaran yaitu 37 literbulan, sedangkan kebutuhan per kendaraan roda empat sebanyak 93 literbulan. Pendapatan masyarakat Rp. 1.000.000,- sebanyak 36 , pendapatan antara Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 2.000.000,- sebanyak 38 , pendapatan antara Rp.2.000.000,- sampai dengan Rp. 3.000.000,- sebanyak 15, pendapatan antara Rp. 3.000.000,- sampai dengan Rp.4.000.000,- sebanyak 6, dan yang lebih dari Rp. 4.000.000, hanya sebesar 5. Berdasarkan 180 responden yang diwawancarai, persentase terbesar adal ah masyarakat dengan pendapatan ≤ Rp. 1.000.000,-. Kecenderungan masyarakat apabila mengalami peningkatan pendapatan, 2 menginginkan untuk membeli peralatan rumah tangga mewah barang-barang elektonik, 15 menginginkan untuk membeli kendaraan roda dua, 6 menginginkan untuk membeli kendaraan roda empat, 29 membeli rumah. Beberapa orang ingin membeli rumah karena belum memiliki rumah, dan ada beberapa orang yang ingin berinvestasi rumah untuk disewakan bagi para pekerja pabrik. Masyarakat yang menginginkan membeli tanah sebanyak 67 yang akan digunakan untuk usaha pertanian. Masyarakat Kabupaten Bandung hidup berdekatan dengan aktivitas industri. Hampir semua kecamatan di wilayah penelitian masyarakatnya berdampingan dengan industri tekstil. Dari 15 kecamatan di area penelitian, hanya Kecamatan Cangkuang dan Kecamatan Ciparay yang agak jauh dari industri tekstil. Kecamatan pusat industri tekstil adalah Kecamatan Majalaya dan Kec. Dayeuhkolot. Keberadaan industri di dekat kawasan permukiman,menurut masyarakat 74 menyebabkan udara menjadi kotor dan tidak nyaman karena menyebabkan bau dan debu. Hanya 26 masyarakat yang menyatakan industri tidak menyebabkan udara kotor dan mengganggu kenyamanan. Masyarakat yang tidak terganggu ini bertempat tinggal di dekat area industri furniture, sepatu dan garment konveksi. Masyarakat yang tinggal di dekat industri tekstil maupun kertas hampir semuanya merasakan bahwa udara menjadi kotor dan tidak nyaman. Meskipun masyarakat sudah merasakan udara kotor dan tidak nyaman akibat adanya industri tetapi 64 menyatakan tidak sampai mempermasalahkan gangguan tersebut. Hanya 36 yang bermasalah sampai ranah hukum dengan industri tekstil yaitu yang terjadi pada tahun 2005. Selain aktivitas industri, sumber polutan udara yang lain adalah sampah. Sampah menghasilkan gas rumah kaca yaitu CH 4 . Sebanyak 17 menyatakan bahwa pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung sudah baik, 50 cukup baik dan 33 menyatakan kurang baik karena sering terjadi keterlambatan pengangkutan sampah. Hal ini juga didukung oleh informasi dari pemerintah daerah bahwa kendaraan pengangkut sampah masih sangat kurang. Kabupaten Bandung hanya memiliki sekitar 50 truk pengangkut sampah.