Emisi Gas Rumah Kaca

bahang kota yang terjadi di Bogor dipicu oleh meningkatnya semakin meluasnya ruang terbangun 15, diikuti oleh menurunnya ruang terbuka hijau 14, semakin padatnya kendaraan 14, serta semakin padatnya populasi 13. Selain Jakarta dan Bogor, Kota Tangerang juga sudah mengalami efek pulau bahang. Kontribusi terbesar terjadinya pulau bahang kota di Tangerang disebabkan oleh semakin menurunnya ruang terbuka hijau 23, diikuti oleh perluasan ruang terbangun 220, padatnya populasi 19, serta padatnya kendaraan 17.

2.3.2. Sumber Permasalahan Pulau Bahang Kota

Hasil kajian pulau bahang kota yang dilakukan oleh Hidayati 1990, dan Santosa 1998 membuktikan bahwa dengan adanya pulau bahang kota menyebabkan suhu udara perkotaan lebih tinggi 0,02 – 1 °C dibandingkan daerah sekitarnya. Suhu udara yang lebih tinggi di perkotaan dibandingkan dengan perdesaan, disebabkan oleh tingginya emisi gas rumah kaca CO 2 , N 2 O, CFC, CH 4 dan persentase luas lahan terbangun di perkotaan.

a. Emisi Gas Rumah Kaca

Pulau bahang kota yang terbentuk di area perkotaan diakibatkan oleh tingginya konsentrasi gas rumah kaca. Gas rumah kaca di perkotaan dihasilkan oleh adanya emisi gas-gas tersebut dari berbagai aktifitas antropogenik yang menggunakan bahan bakar fosil minyak bumi, batubara. Menurut Soedomo 2001, pembakaran bahan bakar minyak bumi merupakan emisi terbesar dari gas rumah kaca. Urutan berikutnya adalah penggunaan biomassa kayu bakar dan limbah pertanian, dan kemudian penggunaan gas bumi. Dahlan 2007 menyatakan bahwa rata-rata penggunaan bahan bakar per orang di Kota Bogor adalah 134,19 liter bensinorangtahun ; 33,55 liter solarorangtahun; 6,24 liter dieselorangtahu; 84,17 liter minyak tanahorangtahun; 5,14 kg LPGorangtahun; dan 0,28 m 3 gasorangtahun. Berdasarkan simulasi model emisi gas CO 2 di Kota Bogor, diperkirakan emisi pada tahun 2010 sebanyak 600,216 ton dan meningkat menjadi 848,175 ton pada tahun 2100. Sedangkan Soedomo 2001 dengan menggunakan acuan tahun 1988 sebagai dasar, memperkirakan kontribusi per kapita dalam emisi gas rumah kaca per kapita adalah sebesar 1,15 ton tahun. Jumlah keseluruhan emisi gas rumah kaca absolut dari hasil kegiatan antropogenik kegiatan yang dilakukan oleh manusia di Indonesia disajikan pada Tabel 1. Emisi gas absolut di Indonesia adalah sebesar 96,08 juta metrik ton pada tahun 1980; 154,016 juta metrik ton pada tahun 1985; dan 202,47 juta metrik ton pada tahun 1988. Karbon dioksida merupakan gas rumah kaca yang terbesar jumlah emisi absolutnya. Chloro fluoro carbon belum dapat diperkirakan secara pasti sehingga belum dimasukkan dalam perhitungan. Pembakaran bahan bakar fosil bensin, solar, batubara menyebabkan emisi CO 2 dan peningkatan suhu udara. Nowak dan McPherson 1993 menyatakan bahwa peningkatan CO 2 di atmosfer akan menyebabkan peningkatan suhu udara melalui pemanasan udara akibat adanya penyerapan radiasi gelombang panjang oleh CO 2 . Trewartha dan Horn 1995 juga menyatakan bahwa pencemaran atmosfer di kawasan perkotaan akibat dari emisi polutan udara kendaraan bermotor dan industri, akan mengakibatkan terperangkapnya radiasi terestrial di troposfer sehingga menghambat lolosnya radiasi terestrial tersebut ke angkasa. Hal ini menyebabkan suhu udara menjadi meningkat. Suhu udara selain ditentukan oleh konsentrasi gas rumah kaca, juga dipengaruhi oleh variabilitas output total energi matahari. Variabilitas energi matahari menghasilkan perubahan-perubahan dalam intensitas surya yang diterima di puncak atmosfer bumi serta mengakibatkan variasi iklim termasuk suhu udara Trewartha Horn 1980. Trewartha dan Horn 1980 juga menyatakan bahwa variasi iklim juga dipengaruhi oleh posisi matahari dan bumi. Jarak terjauh antara matahari dan bumi selama peredarannya aphelion dan jarak terdekat antara matahari dan bumi perihelion, menentukan intensitas radiasi matahari dan suhu udara di permukaan bumi. Meskipun suhu udara ditentukan oleh variabilitas output total radiasi matahari akibat aktivitas matahari serta posisi matahari dan bumi, tetapi suhu udara yang terukur di permukaan bumi sangat ditentukan oleh konsentrasi gas rumah kaca, termasuk gas CO 2 . Peningkatan konsentrasi CO 2 menyebabkan kenaikan suhu udara secara signifikan seperti yang disajikan pada Gambar 3 dan 4. Efek pulau bahang yang terjadi di beberapa kota di dunia akan meningkatkan pemanasan global, begitu pula pemanasan global yang terjadi saat ini juga mempengaruhi proses pemanasan yang terjadi di perkotaan. Oleh karena itu perlu dilakukan mitigasi dan adaptasi lokal dari masing-masing kota agar pemanasan di tingkat lokal maupun global dapat dikendalikan. Gambar 3 Rata-rata CO 2 di Hawai. Gambar 4 Hasil observasi temperatur global.

b. Pengaruh Penutupan Lahan terhadap Pulau Bahang Kota