Penelitian Pemodelan Sistem Dinamik

Model yang dibangun harus diuji sensitivitasnya terhadap stimulus yang diberikan terhadap model tersebut. Jika hasil uji sensitivitas terhadap model utuh maupun terhadap masing-masing variabel kunci menunjukkan bahwa ada perubahan kinerja model apabila diberikan suatu stimulus, maka dapat dikatakan model yang dibangun tersebut sensitif Muhammadi et al. 2001. Selain uji sensitivitas, menurut Purnomo 2005, sebelum model digunakan harus dilakukan evaluasi model dengan cara pengamatan kelogisan model, pengamatan perilaku model dan membandingkan dengan konseptualisasi model, serta membandingkan perilaku model dengan data yang didapat dari system dunia nyata.

2.1.2. Penelitian Pemodelan Sistem Dinamik

Sistem bersifat dinamis. Dalam sistem, antar komponen berubah menurut waktu. Purnomo 2005 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan dinamika sistem adalah studi mengenai perubahan sistem menurut waktu dengan memperhatikan umpan balik. Sedangkan pemodelan sistem dinamik merupakan kegiatan membawa dunia nyata ke dalam dunia tak nyata tanpa kehilangan sifat-sifat utamanya, serta model tersebut bersifat dinamis berubah menurut waktu. Telah banyak dilakukan penelitian mengenai pemodelan sistem dinamik, tetapi belum ada pemodelan sistem dinamik yang menggambarkan sistem perkotaan dengan permasalahan pulau bahang kota yang mengaitkan antara sumber-sumber emisi CO 2 , albedo, dinamika perubahan luas berbagai jenis penutupan lahan, serta dampaknya terhadap iklim mikro perkotaan khususnya suhu udara. Fong et al. 2006 melakukan penelitian menggunakan model sistem dinamik baru terbatas untuk menduga konsumsi energi di perkotaan. Model terdiri dari empat sub model, yaitu sub model perumahan, komersial, industri, dan transportasi. Berdasarkan simulasi model, diketahui bahwa pendorong utama terjadinya peningkatan konsumsi energi adalah adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan tingkat konsumsi energi oleh industri, konsumsi energi oleh penduduk di perumahan, dan konsumsi energi aktivitas komersial. Anand et al. 2005 melakukan penelitian lebih spesifik yaitu memprakirakan emisi CO 2 dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik untuk menghitung dan melakukan mitigasi terhadap emisi CO 2 dari aktivitas industri semen di India. Anand at al. 2005 memprediksi emisi CO 2 dua puluh tahun ke depan dengan baseline tahun 2000. Berdasarkan model tersebut dijelaskan bahwa variabel populasi manusia sangat mempengaruhi permintaan dan produksi semen. Semakin meningkat jumlah manusia, maka semakin meningkat pula permintaan akan semen, dan menyebabkan emisi CO 2 semakin meningkat pula. Dengan kondisi saat ini, diperkirakan emisi CO 2 pada tahun 2020 adalah sebanyak 396,89 juta ton. Dengan menggunakan skenario mitigasi emisi CO 2 yang terdiri dari intervensi kebijakan untuk menstabilkan pertumbuhan penduduk, pembatasan kelebihan produksi semen, melakukan manajemen struktural, efisiensi energi, akan dapat menurunkan emisi CO 2 pada tahun 2020 hingga mencapai 42. Model sistem dinamik juga digunakan Lee 2005 untuk memprakirakan penyebab dan dampak dari emisi gas rumah kaca di Kota New York. Lee 2005 membuat model sistem dinamik berdasarkan data emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan oleh Kota New York. Variabel aktivitas sumber emisi CO 2 dalam model tersebut terdiri dari konsumsi listrik, konsumsi bahan bakar fosil untuk pemanas udara, serta konsumsi bahan bakar transportasi. Simulasi model dibuat untuk memprakirakan emisi gas CO 2 25 tahun ke depan yaitu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2030. Emisi gas rumah kaca di Kota New York pada tahun 2005, diperkirakan 58,8 juta metric ton equivalent mt CO 2 e. Berdasarkan prakiraan model sistem dinamik, pada tahun 2030 emisi gas CO 2 meningkat menjadi 73 juta metric ton. Dengan membuat skenario efisiensi energi dan penurunan konsumsi energi pada level moderat, diperkirakan emisi CO 2 tahun 2005 sebanyak 58 mt CO 2 e, sedangkan pada tahun 2030 diperkirakan menurun menjadi 54 mt CO 2 e. Apabila menggunakan skenario yang lebih ketat, maka emisi CO 2 dapat ditekan menjadi 43 mt CO 2 e pada tahun 2005, dan 40 mt CO 2 e pada tahun 2030. Dahlan 2007 melakukan penelitian mengenai kebutuhan luas hutan kota yang berfungsi sebagai sink gas CO 2 antropogenik. Berdasarlan simulasi model, Dahlan 2007 menjelaskan bahwa kebutuhan luas hutan kota di Kota Bogor dengan jenis vegetasi berdaya sink tinggi yaitu berkisar 5500 – 6500 ha. Dalam kurun waktu sampai tahun 2100, diperkirakan lahan terbangun yang dibutuhkan untuk menampung penduduk yaitu 8.032,11 ha 67,78 dengan bangunan dua lantai, sedangkan luas hutan kota yang dibutuhkan yaitu 1.278,81 ha 10,79.

2.2. Kota Hijau Green City