136
Berdasarkan hasil analisis bivariat, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan stress kerja yang dialami
para pekerja di PT X. Hal ini terjadi dikarenakan tidak terdapat perbedaan rata- rata yang signifikan antara pekerja yang menganggap pencahayaan di tempat
kerja mereka baik 1,42 dengan pekerja yang menganggap pencahayaan di tempat kerja mereka buruk 1,41. Sehingga tingkat stress kerja yang dialami
pekerja tidak dipengaruhi oleh faktor pencahayaan di tempat kerja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi pekerja terhadap
pencahayaan di tempat kerja mereka cenderung baik. Akan tetapi, jika melihat hasil pengukuran cahaya yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar tempat kerja masih memiliki tingkat pencahayaan di bawah batas minimal pencahayaan untuk tempat kerja. Oleh karena itu, sebaiknya pihak
manajemen melakukan perbaikan pencahayaan di tempat kerja agar sesuai dengan batas minimal pencahayaan baik untuk lobby 100 lux, ruang kerja 350
lus, laboratorium 500 lux, dan plant 200 lux dengan menggunakan pencahayaan alami maupun dengan pencahayaan buatan. Langkah perbaikan
ini dilakukan untuk mencegah efek jangka panjang bagi kesehatan pekerja akibat pencahayaan yang buruk.
6.12 Hubungan Antara Suhu Dengan Stress Kerja
Respon individu terhadap kondisi suhu di lingkungan kerja berbeda-beda. Meskipun pada saat ini suhu di tempat kerja cenderung bisa dikendalikan tetapi
suhu di lingkungan kerja tetap dapat dikategorikan menjadi terlalu panas, terlalu dingin, dsb. Stress yang diakibatkan suhu dapat menurunkan
kemampuan dalam pengambilan keputusan dan performa kerja. Selain itu,
137
lingkungan kerja yang terlalu dingin juga dapat menurunkan tingkat ketangkasan dan motivasi dalam bekerja tetapi dapat meningkatkan kejadian
kecelakaan Rose, 1994. Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa pekerja yang merasakan
suhu di tempat kerja tidak nyaman 55,1 lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang merasakan suhu di tempat kerja mereka nyaman 44,9 .
Padahal berdasarkan hasil pengukuran suhu udara didapatkan hasil sebanyak 59,4 pekerja bekerja pada ruangan dengan suhu udara yang nyaman. Hal ini
membuktikan bahwa persepsi pekerja terhadap suhu udara di tempat kerja mereka lebih buruk dibandingkan dengan kondisi aktual. Selain itu,
berdasarkan nilai rata-rata tingkat ketidaknyamanan suhu yang dirasakan para pekerja hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar dirasakan oleh pekerja
yang bekerja di area plant. Hal ini dapat terjadi dikarenakan suhu udara di area plant yang mencapai lebih dari 30
o
C sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi pekerja. Efek suhu udara yang dirasakan seseorang tergantung pada jenis
pekerjaan yang dilakukan, ketebalan pakaian, dan lamanya waktu yang dihabiskan pada suhu udara yang terlalu dingin atau panas Barling et al.,
2005. Hal ini yang kemudian dapat menyebabkan perbedaan persepsi pekerja terhadap kondisi aktual di tempat kerja.
Berdasarkan hasil analisis bivariat, variabel suhu udara berhubungan secara signifikan dengan stress kerja yang dialami para pekerja di PT X.
Dampak umum ketika bekerja dengan kondisi yang terlalu panas dapat membuat pekerja merasa lebih sulit untuk mengatasi stressor lain yang terdapat
di tempat kerja dan dapat menyebabkan menurunnya motivasi pekerja. Oleh
138
karena itu, persepsi subjektif pekerja terhadap kondisi suhu udara di tempat kerja merupakan hal yang penting. Hal ini dikarenakan ketidakmampuan
mengontrol lingkungan fisik di tempat kerja dapat menjadi penyebab utama timbulnya persepsi suhu udara yang tidak nyaman Sutherland Cooper,
2010. Selain berhubungan signifikan dengan stress kerja, variabel suhu
merupakan salah satu variabel yang masuk ke dalam model multivariat. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada perawat di
rumah sakit di Iran bahwa suhu udara yang nyaman berhubungan dengan kualitas tidur yang baik Azmoon, Dehghan, Akbari, Souri, 2012. Penelitian
tersebut membuktikan bahwa suhu di tempat kerja dapat mempengaruhi kondisi stress yang dialami seseorang.
Untuk mengatasi ketidaknyamanan pekerja karena suhu udara yang tidak sesuai maka pihak manajemen sebaiknya melakukan langkah pengendalian
bagi pekerja. Langkah pengendalian yang dapat dilakukan yaitu berupa penurunan suhu udara dan penyesuaian kualitas seragam. Bagi lokasi plant,
penurunan suhu udara dapat dilakukan dengan menggunakan ventilasi dilusi. Ventilasi dilusi ini berfungsi untuk menyuplai dan mengeluarkan udara dalam
jumlah yang besar dalam suatu area bangunan yang biasanya menggunakan bantuan fan. Selain itu, ventilasi dilusi ini juga dapat digunakan untuk
mengendalikan panas di dalam suatu bangunan. Pemasangan ventilasi dilusi ini dapat digunakan untuk menurunkan suhu udara dengan cara menyeimbangkan
antara volume ruangan dengan kecepatan udara yang akan dialirkan CCOHS, 2008. Dengan demikian suhu udara akan menurun serta dapat memberikan
139
dampak yang positif bagi kenyamanan pekerja dalam bekerja. Adapun penyesuaian kualitas seragam yaitu dengan mengatur ukuran seragam yang
digunakan pekerja harus longgar agar dapat membantu penguapan keringat tetapi tidak terlalu longgar karena juga dapat membahayakan pekerja. Selain
itu, bahan seragam sebaiknya terbuat dari bahan alami, seperti katun dan wool untuk membantu pengeluaran panas Labour, 2010.
Sedangkan bagi para pekerja disarankan agar apabila merasakan ketidaknyamanan suhu di lingkungan kerja sebaiknya menyampaikannya
kepada Departemen HSE setiap safety meeting mingguan dilakukan. Dengan menyampaikan keluhan yang dirasakan nantinya diharapkan akan ada tindak
lanjut dari Departemen HSE kepada pihak manajemen untuk dapat melakukan perbaikan terhadap kondisi lingkungan kerja yang dirasa tidak sesuai.
6.13 Hubungan Antara Ventilasi Dengan Stress Kerja