Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Stress Kerja

122 pekerja sehat yang mengalami paparan stress di tempat kerja secara signifikan mengalami peningkatan tekanan darah dan menghadapi risiko penyakit jantung dua kali lebih besar. Selain itu, dari penelitian ini juga ditemukan bahwa stress akibat kerja dapat memicu dampak psikologis yang berbahaya, seperti depresi, gangguan tidur, dan berbagai perilaku tidak sehat lainnya Emeny, 2013. Selain berdampak bagi kesehatan pekerja, stress kerja yang dialami oleh para pekerja juga dapat berdampak bagi perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pekerja di Malaysia didapatkan hasil bahwa stress kerja yang dialami para pekerja dapat berdampak besar pada kepuasan kerja yang dirasakan para pekerja. Selain itu, kepuasan kerja ini yang kemudian dapat meningkatkan terjadinya absenteisme dan turnover pekerja di suatu perusahaan Yahaya, Yahaya, Amat, Bon, Zakariya, 2010. Pada penelitian lainnya yang dilakukan pada pekerja sektor swasta dan negeri di Yunani ditemukan bahwa meningkatnya stress kerja yang dialami para pekerja berdampak secara signifikan terhadap menurunnya produktivitas perusahaan. Hal ini dapat terjadi ketika pekerjaan yang mereka miliki sudah mulai mengganggu kehidupan pribadi pekerja maka hal ini akan berdampak negatif bagi produktivitas perusahaan Halkos Bousinakis, 2010.

6.3 Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Stress Kerja

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan stress di tempat kerja. Menurut ILO 2001, perempuan lebih berisiko mengalami stress yang dapat berdampak pada timbulnya penyakit akibat stress serta tingginya keinginan untuk meninggalkan pekerjaannya. Selain itu, respon 123 perempuan dan laki-laki dalam menghadapi stress juga cenderung berbeda Bickford, 2005. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa jumlah responden yang berjenis kelamin perempuan 13 lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah responden laki-laki 87 . Pekerja perempuan biasanya mengalami stress kerja yang lebih besar dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Hal ini terjadi dikarenakan keunikan sumber stress yang biasanya dihadapi oleh pekerja perempuan di tempat kerja, seperti gaji yang kecil, diskriminasi, stereotip, konflik pernikahan maupun di tempat kerja Crandall Perrewe, 1995. Selain itu, menurut Almeida et al 2003, efek stress kerja pada pekerja perempuan akan lebih merusak kesehatan dibandingkan dengan pekerja laki-laki Aldwin, 2007. Berdasarkan hasil analisis bivariat, variabel jenis kelamin tidak berhubungan signifikan dengan stress kerja yang dialami para pekerja di PT X. Hal ini dapat terjadi dikarenakan rata-rata stress kerja yang dialami pekerja laki- laki 1,43 dan perempuan 1,34 tidak begitu signifikan sehingga hal ini dapat mengakibatkan tidak terdapat perbedaan tingkat stress kerja pada pekerja berdasarkan jenis kelamin. Perbedaan yang tidak signifikan ini dapat disebabkan tidak terdapatnya perbedaan jumlah beban kerja antara kedua jenis kelamin tersebut sehingga jenis kelamin tidak mempengaruhi stress kerja yang mereka alami. Padahal menurut ILO 2001, perempuan lebih berisiko mengalami stress yang dapat berdampak pada timbulnya penyakit akibat stress serta tingginya keinginan untuk meninggalkan pekerjaannya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perempuan rentan mengalami stress kerja, yaitu peranan dalam 124 merawat keluarga, kemampuan mengontrol pekerjaan yang rendah, semakin banyaknya perempuan menduduki jabatan penting, serta adanya diskriminasi terhadap perempuan Bickford, 2005. Kesulitan untuk mengidentifikasi pengaruh jenis kelamin terhadap perbedaan stress yang dialami pekerja berkaitan dengan permasalahan sampling yang seringkali sulit mendapatkan sampel seimbang baik dari segi jumlah maupun jabatan. Sehingga tidak terlihat perbedaan yang signifikan di antara kedua jenis kelamin tersebut. Pada penelitian ini terjadi hal yang demikian, dimana jumlah pekerja laki-laki dengan pekerja perempuan berada pada jumlah yang sangat berbeda. Oleh karena itu, tidak terdapat perbedaan stress kerja antara pekerja laki-laki dengan pekerja perempuan. Selama ini bukti mengenai pengaruh jenis kelamin terhadap gejala stress kerja yang terjadi di tempat kerja sangat sedikit. Perbedaan yang terlihat dari individu berjenis kelamin laki-laki dan perempuan hanya mekanisme coping. Saat mengalami kondisi stress, pekerja perempuan cenderung mengalami perubahan secara psikologis sedangkan pekerja laki-laki cenderung mengalami perubahan secara fisik Crandall Perrewe, 1995. Meskipun tidak berhubungan secara signifikan tetapi para pekerja sebaiknya berusaha mengatur stress yang mereka alami dengan cara mengatur waktu yang baik dalam menyelesaikan tugas dan mengontrol situasi antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi sehingga keduanya tidak menimbulkan stress kerja khususnya bagi pekerja perempuan yang memiliki risiko lebih tinggi. Dengan melakukan langkah pencegahan ini diharapkan tidak akan terjadi stress kerja terutama pada pekerja perempuan di kemudian hari. 125

6.4 Hubungan Antara Umur Dengan Stress Kerja