commit to user 35
Sementara  itu  Pym  2007  menyebutkan  adanya  tiga  kemungkinan  kesepadanan dalam  penerjemahan,  yaitu  kesepadanan  pada  tataran  bentuk,  kesepadanan  acuan,
dan kesepadanan pada tataran fungsi, sebagaimana ia nyatakan: Equivale
nce,…,  says  that  the  translation  will  have  the  same  value  …  as  the source text.  Sometimes the value is  on the level  of  form two words  translated
by  two  words  ;  sometimes  it  is  reference  Friday  is  always  the  day  before Saturday; sometimes it is function
the function “bad luck on 13” correspons on Friday in English, to Tuesday in Spanish 2007: 273.
Berhubung  dengan  adanya  tiga  tataran  kesepadanan  tersebut,  kesepadanan  dalam penerjemahan  dapat  dicapai    hanya  dengan  satu  tataran  kesepadanan  Pym,  2007.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat Miyanda di atas.
7. Keberterimaan
Keberterimaan merujuk  pada  kesesuaian terjemahan    dengan kaidah-kaidah, norma  dan  budaya  yang  berlaku  dalam  bahasa  sasaran,      baik  pada  tataran  mikro
maupun pada tataran makro Nababan, dkk, 2011.  Pendapat ini menunjukkan bahwa ada  dua  unsur  penting  pada  keberterimaan  terjemahan,  yaitu  kaidah  bahasa  sasaran
dan  budaya  bahasa  sasaran.  Terjemahan  yang  berterima  pada  masyarakat  pembaca adalah  terjemahan  yang  bahasanya  disusun  sesuai  dengan  kaidah  bahasa  sasaran.
Terjemahan  yang  susunan  bahasanya  terikat  oleh  kaidah  bahasa  sumber  akan  terasa asing bagi pembacanya. Selain kesesuaian dengan kaidah bahasa sasaran, terjemahan
yang  berterima  adalah  terjemahan  yang  sesuai  dengan  sosiobudaya  masyarakat
commit to user 36
pendukung  bahasa  sasaran.  Terjemahan  yang  mengabaikan  norma-norma sosiobudaya bahasa sasaran akan sangat terasa asing bagi pembacanya.
Gagasan  keberterimaan  terjemahan  tersebut  berdasar  pada  realitas,  bahwa bahasa  yang  satu  dengan  bahasa  lainnya  memiliki  perbedaan  kaidah.  Bahasa
merupakan  perangkat  hubungan  yang  kompleks  antara  makna  dan  bentuk.  Tiap bahasa  memiliki  bentuk  yang  khas  untuk  mewakili  maknanya,  sehingga  dalam
menerjemahkan,  makna  yang  sama  mungkin  harus  diungkapkan  dalam  bahasa  lain dalam  bentuk  yang  sangat  berbeda  Larson,  1989.  Berkaitan  dengan  kaidah  bahasa
ini schaffner dalam Jawad, 2007 menyatakan bahwa konsep norma bahasa memiliki dua  segi  penting  dalam  pendekatan  linguistik  terhadap  penerjemahan.  Dalam  satu
sisi,  pendekatan  ini  menfokuskan  pada  norma  bahasa  sumber  dan  bahasa  sasaran. Tercakup  dalam  fokus  ini  adalah  bagaimana  membuat  teks  terjemahan  yang  benar,
sesuai  dengan  gramatika  bahasa  sasaran.  Pada  sisi  lain,  relasi  antara  sistem  bahasa sumber  dan  bahasa  sasaran  menjadi  pemandu  bagi  penerjemah  dalam  menghasilkan
terjemahan yang susunan bahasanya sesuai dengan gramatika bahasa sasaran. Di samping adanya perbedaan kaidah antara bahasa yang satu dengan bahasa
lainnya, tiap bahasa juga terikat oleh budaya. Dua bahasa yang mirip sekalipun tidak dipandang  sebagai  gambaran  realitas  yang  sama  Sapir  dalam  Bassnett,  1991.
Perbedaan  norma-norma  sosiobudaya  juga  tercermin  dalam  bahasa.  Dalam  konteks penerjemahan,  terjemahan  yang  berterima  adalah  terjemahan  yang  selaras  dengan
norma-norma  sosiobudaya  bahasa  sasaran.  Terjemahan  yang  mengabaikan  norma- norma sosiobudaya bahasa sasaran dapat membingungkan pembacanya.
commit to user 37
8.  Keterbacaan