Perbandingan setara Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas 7 Sawali Ch Susanto 2011
Kasih Sayang
157
B
BERBICARA
Menjelaskan Hubungan Latar Cerpen dengan
Realitas Sosial
1. Mendata latar cerpen. 2. Mengaitkan latar cerpen dengan realitas
sosial masa kini.
Materi:
Cara menjelaskan hubungan latar cerpen de- ngan realitas kehidupan sosial dan implemen-
tasinya.
Kamu sudah sering membaca cerpen, bukan? Salah satu unsur yang terdapat di dalam cerpen adalah latar atau setting. Latar atau setting berhubungan dengan tempat, waktu, dan suasana
berlangsungnya cerita di dalam cerpen.
Kata Kunci: Mendata Latar Cerpen – Mengaitkan Latar Cerpen
Bahan penciptaan cerpen tidak terlepas dari realitas yang ada dalam kehidupan. Bahan tersebut kemudian diolah oleh penulis dengan imajinasinya sehingga menjadi sebuah cerpen yang menarik.
Pada pembelajaran kali ini, kamu diajak belajar menjelaskan hubungan latar suatu cerpen dengan realitas sosial. Ayo, baca dengan saksama cerpen berikut ini
Gambar 10.2 Berdiskusi tidak harus di dalam kelas
Dok. Penerbit
O, Tuhan, lembah yang dulu hijau
kini masih terasa kesejukannya tetapi kesejukan itu hanya sementara
bila air hujan tiada memberikan sentuhannya
Sumber: http:www.cybersastra.com
2. Jelaskan citraan, perasaan, dan pendapat penyair yang tersirat dalam puisi tersebut
3. Jelaskan pesan-pesan penyair yang tersirat dalam puisi tersebut
4. Jelaskan kaitan antara isi puisi tersebut dengan kehidupan nyata sehari-hari
5. Kumpulkan pekerjaanmu kepada guru untuk dikomentari dan dinilai
Kebanggaan Anggit
Karya: Nando
Keesokan harinya, Anggit melangkah malas- malasan. Di depan kelas langkahnya terhenti ketika
mendengar namanya disebut-sebut dari dalam kelas.
”Kalian tahu tidak, berapa nilai matematika Anggit kemarin?” tanya Didi terdengar.
”Sepuluh” jawab teman-teman yang lain serempak.
”Hah, sepuluh?” Dewa melongo. ”Aduh, kapan ya aku bisa seperti dia?”
”Iya, ingin rasanya seperti Anggit. Tapi tidak bisa-bisa” terdengar suara Astrid.
Di luar, Anggit tercenung. Selama ini, bagi Anggit, nilai sepuluh itu sudah biasa. Sangat biasa,
karena ia selalu mendapatkannya dengan mudah. Tapi ternyata tidak demikian bagi teman-temannya.
”Nah, kalian pasti juga ingin tahu nilaiku berapa?” tanya Didi terdengar menyombongkan
diri. Terdengar suara tawa teman-teman, ”Yang
jelas bukan sepuluh” seru mereka. Didi tersenyum. ”Memang tidak Tapi tidak sejelek dulu lagi,”
sahutnya riang. ”Nilaiku delapan” Teman- temannya kembali melongo.
Bahasa dan Sastra Indonesia VII
158
Di depan kelas langkahnya terhenti ketika mendengar namanya disebut-sebut dari dalam kelas.
Keesokan harinya, Anggit melangkah malas-malasan. Belum pernah Anggit merasa sebahagia ini. Dengan langkah ringan
ia kemudian masuk ke kelas. ”Selamat pagi, teman-teman,” sapanya riang.
Di sekolah Pagi hari
Riang Tempat
Waktu Suasana
”Lo, kok bisa?” ”Ya bisa, dong,” seru Didi. ”Aku kan belajar
sama Anggit” sambungnya terdengar bangga. Anggit jadi tercekat. Ia sama sekali tak
menduga Didi sebangga itu padanya. ”Orang tua Anggit pasti bangga punya anak
seperti dia,” kali ini suara Lastri. ”Bukan hanya orang tuanya. Anggit sendiri
tentu juga bangga pada dirinya” sambung Didi. Bapak dan Ibu memang sangat bangga pada
diriku, batin Anggit mengiyakan. Tapi kalau aku sendiri? Anggit menggeleng. Aku memandang
diriku selalu kurang, terutama dari segi materi. ”Mudah-mudahan saja Anggit juga bangga
pada dirinya sendiri. Soalnya, selama ini kulihat Anggit selalu rendah diri. Padahal ....,” celetuk Dewa
kembali terdengar. Anggit kembali mengiyakan di dalam hati. Ia
memang sering rendah diri. Karena tidak seperti teman-temannya yang punya seragam, tas dan
sepatu bagus. Padahal, kenapa harus rendah diri, sih
? Ia kan memiliki apa yang tidak dimiliki teman- temannya itu. Yaitu ... kecerdasan
Bukankah kata Bapak dan teman-temannya itu lebih membanggakan? Barulah Anggit menyadari
kekeliruannya selama ini. Hatinya kini menjadi lega. Belum pernah Anggit merasa sebahagia ini. Dengan
langkah ringan ia kemudian masuk ke kelas.
”Selamat pagi, teman-teman,” sapanya riang.
Sumber: Bobo No. 29XXX
Melalui cerpen tersebut, kita diajak mengikuti kehidupan Anggit yang merasa rendah diri karena orang tuanya kurang mampu. Namun, berkat dorongan orang tua dan teman-temannya, Anggit sadar
bahwa kecerdasan dan prestasi ternyata lebih membanggakan daripada kekayaan orang tua. Pernahkah kamu merasakan suasana seperti itu?
Sekarang, yang perlu kita bahas adalah perihal menjelaskan hubungan latar cerpen dengan realitas sosial yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Uraian berikut ini dapat membantu kita dalam
melaksanakan kegiatan tersebut.