Model dan Wilayah Administratif Perbandingan dengan Penelitian Sejenis

sebelumnya sehingga dapat diketahui perubahannya dari tahun ke tahun. Pada tahap lebih lanjut, indikator kinerja perlu diperluas dengan memasukkan antara lain data: pangsa pasar, aliansi strategis perusahaan dan jumlah paten.

8.5 Prasyarat Implementasi Model

Model Straklas direkayasa dengan menggunakan masukan berupa data kuantitatif dan pendapat ahli. Agar model dapat diimplementasikan, maka perlu tersedianya data kuantitatif menurut jenis dan klasifikasi tertentu, dan masukan berupa pendapat dari ahli yang menguasai masalah tertentu sesuai kebutuhan model. Jenis data kuantitatif yang minimal diperlukan adalah jumlah tenaga kerja, jumlah perusahaan, nilai tambah menuru t klasifikasi KBLI 2000 untuk perusahaan besar dan perusahaan sedang menurut pengelompokan 3-digit dan 5-digit. Di samping itu diperlukan masukan dari ahli untuk menilai kompetensi inti daerah, keterkaitan usaha dan kemampuan ekspor dari setiap kelompok agroindustri guna mendapatkan nilai bobotnya. Selanjutnya diperlukan pula pendapat ahli untuk melakukan perbandingan berpasangan dalam rangka Analytical Hierarchy Process dan penetapan elemen dan keterkaitan antar subelemen dalam teknik Interpretive Structural Modelling dan penentuan tingkat kepentingan subelemen dari Peran Pemerintah dan subelemen Aktivitas Dunia Usaha dengan teknik Independent Preference Evaluation. Dalam implementasi model, pendapat ahli selain sebagai masukan juga dimintakan untuk membahas hasil keluaran model apabila diperlukan.

8.6 Model dan Wilayah Administratif

Pada dasarnya model StraKlas direkayasa untuk digunakan pada wilayah dimana data yang diperlukan cukup tersedia. Wilayah tersebut dapat terdiri dari satu atau beberapa wilayah administratif yang saling berbatasan. Wilayah administratif dapat berupa kecamatan, kabupaten dan propin si. Karena dalam metode analisanya antara lain membandingkan data dari suatu wilayah dengan wilayah diatasnya, misalnya kabupaten terhadap propinsi atau nasional, maka model ini hanya dapat digunakan paling tinggi pada wilayah propinsi, dengan pembandingnya adalah wilayah nasional. Pemakaian model untuk wilayah yang terdiri dari beberapa wilayah administratif berbatasan akan menghadapi kendala dalam implementasinya, karena akan memerlukan koordinasi yang baik dan intensif dalam pembuatan kebijakan-kebijakan.

8.7 Perbandingan dengan Penelitian Sejenis

Menurut Feser dan Bergman 2000 identifikasi klaster pada tingkat subnasional banyak menggunak an metode Location Quotient karena tidak tersedianya data yang diperlukan. Alternatif lain adalah metode National Industry Cluster Template, yang menggunakan keterkaitan industri pada tingkat nasional sebagai pola untuk mengidentifikasi klaster industri pada tingkat subnasional. Hal ini hanya dapat dilakukan jika tersedia data tabel Input-Output pada tingkat nasional. Metoda ini telah mereka gunakan untuk penelitian mengenai klaster industri di North Carolina. Stough et al. 2000 menggunakan tabel Input-Output untuk mengidentifikasi klaster industri di negara bagian Virginia. Munnich Jr et al. 1996 menggunakan metoda Location Quotient untuk mengidentifikasi klaster industri di daerah Southern Minnesota. Model StraKlas yang dirancang telah memperkenalkan metode yang merupakan rangkaian metoda Location Quotient, metoda Shift-share, beberapa metoda Heuristik dan Pendapat Ahli untuk mengidentifikasi klaster industri secara lebih baik di daerah -daerah subnasional.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1 Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan sistem menghasilkan Model Strategi Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan Menggunakan Kompetensi Inti Daerah dalam bentuk Sistem Pendukung Keputusan SPK yang diberi nama Model StraKlas dengan konfigurasi yang terdiri dari Sistem Manajemen Basis Data, Sistem Manajemen Basis Model, Sistem Pengolahan Terpusat dan Sistem Manajemen Dialog. Model dapat mendukung proses pengambilan keputusan untuk perencanaan strategi pengembangan klaster agroindustri. Dukungan dilakukan melalui proses identifikasi kompetensi inti daerah dan atribut kelompok agroindustri dengan menggunakan submodel: Kompetensi Inti, Konsentrasi Industri, Tingkat Pertumbuhan, Kemampuan Ekspor, Keterkaitan dengan Usaha Lain, Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Tambah. 2 Sintesis keluaran sub model dengan metode Analytical Hierarchy Process menghasilkan peringkat kelompok agroindustri unggulan daerah yang berpotensi menjadi klaster. 3 Pemetaan calon klaster melalui identifikasi industri inti menghasilkan konfigurasi klaster, yaitu: Pasar, Produk Ekspor, Pemosok dan Infrastruktur dengan masing-masing komponennya. 4 Strukturisasi dan klasifikasi sub elemen sistem pengembangan dengan menggunakan teknik Interpretive Structural Modelling menghasilkan subelemen kunci dan subelemen dengan driver power yang kuat pada setiap elemen sistem pengembangan. 5 Pemeringkatan tingkat kepentingan elemen Peran Pemerintah dan elemen Aktivitas Dunia Usaha dalam mencapai elemen Tujuan dengan menggunakan teknik Independent Preference Evaluation, menunjukkan bahwa pengembangan klaster agroindustri membawa implikasi akan perlunya pengembangan kelembagaan, pengembangan infrastruktur,