Pendekatan Sistem Pendekatan Sistem .1 Teori Sistem

43 Perkembangan teori sistem mendorong digunakannya pendekatan sistem system approach dalam mencari solusi dari berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan.

2.4.2 Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem merupakan suatu kerangka berpikir yang selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh mengenai suatu permasalahan Eriyatno 1999. Menurut Eriyatno penggunaan pendekatan sistem terutama untuk hal-hal yang memenuhi karakteristik: 1 Kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit, 2 Dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan. 3 Probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi. Pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang diawali dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan -kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Usaha pemecahan masalah dilakukan melalui dua hal, yaitu: 1 Pengkajia n terhadap semua faktor yang berpengaruh dalam rangka mendapatkan solusi untuk penyelesaian masalah, dan 2 Pembuatan suatu model untuk membantu pengambilan keputusan yang rasional. Dalam pelaksanaanya pendekatan sistem memerlukan pengetahuan lintas disip lin, sehingga permasalahan yang kompleks dapat diselesaikan secara komprehensip. Dalam merancang berbagai solusi permasalahan, terdapat tiga pola pikir yang harus menjadi pegangan, yaitu: 1 Sibernetik Cybernetic, yang berarti berorientasi pada tujuan, 2 Holistik Holistic, yaitu cara pandang yang utuh terhadap keutuhan sistem, 3 Efektif Effective, yaitu dapat dioperasionalkan Eriyatno 1999. Penyelesaian persoalan dengan pendekatan sistem dilakukan melalui beberapa tahapan proses. Tahapan proses tersebut mencakup : 1 Analisa sistem, 2 Rekayasa model, 3 Implementasi rancangan, 4 Implementasi dan operasi sistem. Pada setiap tahapan dalam proses tersebut, dilakukan evaluasi berulang untuk memeriksa apakah hasil dari setiap tahap telah sesuai dengan apa yang diharapkan atau belum sesuai. Apabila belum sesuai maka perlu dilakukan 44 pengulangan kembali untuk tahap tersebut iterasi, sebelum dapat dilanjutkan ketahapan berikutnya. Pada prinsipnya metodologi untuk pendekatan sistem dilakukan melalui analisa sistem yang terdiri dari tahap -tahap berikut: 1 Analisa kebutuhan, 2 Identifikasi sistem, 3 Formulasi masalah, 4 Pembentukan alternatif sistem, 5 Determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, 6 Penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan. Tujuan utama dari analisa sistem ialah agar para pengambil keputusan didorong untuk berfikir dengan cara yang teratur serta menyeluruh. 2.4.3 Pe modelan Sistem Dalam melakukan analis a, biasanya sistem digambarkan ke dalam suatu model. Suatu model diartikan sebagai tiruan dari kondisi sebenarnya, atau dengan kata lain, model didefinisikan sebagai representasi dari suatu sistem nyata real world system, atau penyederhanaan dari suatu sistem nyata. Melakukan eksperimen langsung pada sistem nyata untuk memahami bagaimana perilakunya, dalam beberapa keadaan merupakan suatu hal yang mungkin saja untuk dilakukan. Namun pada kenyataannya, keadaan sistem nyata itu terlalu kompleks atau masih dalam bentuk hipotesis sehingga terlalu mahal, tidak praktis bahkan tidak mungkin dapat dilakukan jika harus bereksperimen langsung. Hal ini merupakan alasan untuk dilakukannya perancangan suatu model Suryadi Ramdhani 2000. Menurut Manetsch dan Park 1977, model adalah perwakilan abstrak dari suatu sistem nyata yang dalam perihal tertentu berperilaku sebagaimana sistem nyata tersebut, sedang Eriyatno 1999 mendefinisikannya sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Menurut Eriyatno, model memperlihatkan hubungan-hubungan la ngsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab-akibat, dan karena suatu model adalah suatu abstraksi dari suatu realitas, maka pada wujudnya model kurang kompleks dari realitas yang sedang dikaji. Model dapat dikategorikan menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan pengkajian atau derajat keabstrakannya. Menurut jenis, model dapat dikelompokkan menjadi model ikonik model fis ik, model analog model 45 diagramatik dan model simbolik model matematik. Ilmu sistem pada hakekatnya memus atkan perhatian pada model simbolik sebagai perwakilan dari realitas yang dikaji, dengan format model simbolik yang berupa angka, simbol dan rumus matematik. Suatu model simbolik dapat pula diklasifikasikan menjadi model statis mikro dan makro, model dinamis mikro dan makro, model deterministik, model probabilistik stokastik, model optimasi dan model simulasi. Menurut Eriyatno 1999, pada pendekatan sistem, tahap proses pemodelan cukup kompleks namun tidak banyak ragamnya ditinjau baik dari jenis sistem ataupun tingkat kecanggihan model. Tahap-tahap pemodelan sistem diuraikan di bawah ini dan dapat dilihat pada Gambar 2.1. a. Tahap Seleksi Konsep : Pada tahap ini dilakukan seleksi alternatif- alternatif yang bermanfaat dan bernilai cukup baik untuk dilakukan pemodelan abstraknya. Hal ini akan mempengaruhi biaya dan kinerja sistem yang dihasilkan. b. Tahap Rekayasa Model: Pada langkah ini ditetapkan jenis model abstrak yang akan diterapkan, sejalan dengan tujuan dan karakteristik sistem. Pada tahap ini dilakukan pembentukan model abstrak yang realistik. Terdapat dua cara pendekatan untuk membentuk model abstrak, yaitu: 1 Pendekatan Kotak Gelap: Metode ini melakukan identifikasi model sistem dari informasi yang menggambarkan perilaku terdahulu dari sistem yang sedang berjalan, Metode ini tidak banyak berguna pada sistem yang kenyataannya belum ada, dimana tujuan sistem masih berupa konsep. 2 Pendekatan Struktur: Metode ini mempelajari secara struktur sistem dari teori-teori untuk menentukan komponen dasar dari sistem serta keterkaitannya. Pendekatan struktur ini banyak dipakai pada rancang bangun dan pengendalian sistem fisik dan non fisik. 46 Gambar 2.1 Diagram Proses Pemodelan Konsep-konsep yang layak Seleksi konsep Pemodelan dari konsep Implementasi Komputer Validasi dan Verifikasi Aplikasi model Analisa stabilitas Analisa sensitivitas Konsep pilihan Spesifikasi dan kebijakan yang baik dan terbaik Kondisi untuk stabilitas Parameter dan input terkontrol yang sensitif Model yang dapat digunakan Model Komputer Terbaik ? Lengkap ? Diterima ? Realistik ? Lengkap ? Lengkap ? Terbaik ? tidak ya tidak ya ya ya ya ya ya tidak tidak tidak tidak tidak 47 Pada beberapa kasus tertentu, kedua pendekatan ini d ipakai secara bersama-sama, sehingga penggunaan kedua pendekatan dapat memberikan informasi yang lebih baik serta menghasilkan model yang lebih efektif dari pada hanya memakai salah satu pendekatan. Hasil dari tahap ini adalah deskripsi dari model abstrak yang telah melalui uji permulaan atas validitasnya. c. Tahap Implementasi Komputer: Pada tahap ini, model abstrak diwujudkan pada berbagai bentuk persamaan, diagram alir dan diagram blok. Setelah program komputer dibuat untuk model abstrak dimana format input-output telah dirancang secara memadai, maka tahap selanjutnya adalah Tahap Validasi. d. Tahap Validasi dan Verifikasi: Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem tersebut di atas merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, dimana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi adalah proses iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model. Sering dijumpai kesulitan pada tahap ini karena kurangnya data yang tersedia ataupun sempitnya waktu guna melakukan validitas. Pada permasalahan yang kompleks dan mendesak, maka dapat dilakukan proses validasi parsial, yaitu tidak melakukan pengujian pada keseluruhan model sistem sehingga model direkomendasikan untuk pemakaian yang terbatas. Apabila model abstrak digunakan untuk merancang suatu sistem yang belum ada maka validitas model hanya bergantung pada bermacam teori dan asumsi yang menentukan struktur dari format persamaan pada model serta nilai-nilai yang ditetapkan pada parameter model. Rykiel 1996 juga menyatakan bahwa “Walaupun validasi sering merupakan hal yang penting untuk mengevaluasi kinerja suatu model, tetapi untuk model- model yang dimaksudkan untuk menjelaskan atau melakukan sistemisasi ilmu pengetahuan atau mengembangkan suatu teori, validasi tidak diperlukan dan tidak relevan. Verifikasi dilakukan untuk dapat menjawab 48 apakah model sudah melakukan apa yang diinginkan oleh perancang model tersebut. e. Analisa Sensitivitas : Tujuan utama dari analisa ini adalah untuk menentukan variabel keputusan mana yang cukup penting untuk ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. f. Analisa Stabilitas: Analisa ini adalah untuk identifikasi batas kestabilan dari sistem. Hal ini diperlukan agar parameter tidak diberi nilai yang bisa mengarah pada perilaku tidak stabil apabila terjadi perubahan struktur dan lingkungan sistem. g. Aplikasi Model: Pada tahap ini model dioperasikan untuk mempelajari secara terperinci kebijakan yang dipermasalahkan. Hasil dari proses ini adalah gugus terperinci dari spesifikasi manajemen. Informasi yang diperoleh dari proses ini dapat merupakan indikasi akan kebutuhan untuk pengulangan kembali proses analisa sistem dan pemodelan sistem. 2.5 Sistem Penunjang Keputusan Perumusan strategi pengembangan klaster agroindustri unggulan daerah pada dasarnya merupakan keputusan yang melibatkan berbagai pelaku dan lembaga yang terkait, sehingga pengambilan keputusan perlu dilakukan dalam kerangka pemikiran secara sistem dan melalui pendekatan sistem. Pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem dikenal sebagai Sistem Penunjang Keputusan SPK. Menurut Suryadi dan Ramdhani 2000, SPK dapat membantu pengambil keputusan memilih berbagai alternatif keputusan yang merupakan hasil pengolahan informasi-informasi yang diperoleh atau tersedia dengan menggunakan model-model pengambilan keputusan . Ciri utama dan sekaligus keunggulan dari SPK adalah kemampuannya untuk menyelesaikan masalah- masalah yang tidak terstruktur. Menurut Eriyatno 1999 SPK dimaksudkan untuk memaparkan elemen-elemen sistem sehingga dapat menunjang manajer dalam proses pengambilan keputusannya. Sebelumnya, Keen dan Scott-Morton dalam Turban 1993 mendefinisikan SPK sebagai sistem yang mengawinkan kemampuan intelektual seseorang dengan kemampuan yang dimiliki komputer 49 guna memperbaiki kualitas pengambilan keputusan. SPK adalah sistem penunjang berbasis komputer yang dapat digunakan oleh pengambil keputusan dalam menghadapi masalah -masalah yang bersifat semi-struktur. Little 1970 dalam Turban 1993 mendefinisikan SPK sebagai sekumpulan prosedur yang berbasis model guna memproses data dan pendapat untuk membantu para manajer dalam mengambil keputusan. Selanjutnya ia menyatakan bahwa agar suatu SPK berhasil, maka sistem tersebut harus : 1 Sederhana; 2 Robust; 3 Mudah diawasi dan dikendalikan; 4 Adaptif; 5 Lengkap untuk hal-hal penting; 6 Mudah untuk berkomunikasi. Implisit dalam definisi ini adalah bahwa sistem ini adalah berbasis komputer dan berfungsi untuk menambah kemampuan problem solving penggunanya. Dari banyak definisi mengenai SPK ini, Turban 1993 menyusun daftar karakteristik suatu SPK yang ideal. Sebagian besar SPK hanya memiliki sebagian saja dari karakteristik tersebut: 1 SPK menunjang pengambil keputusan terutama untuk masalah -masalah yang semi terstruktur dan tidak terstruktur dengan mengawinkan kemampuan otak manusia dengan informasi yang dikomputerisasi; 2 Dukungan diberikan untuk berbagai tingkatan manajemen; 3 Dukungan diberikan baik kepada individu maupun kepada kelompok; 4 SPK memberikan dukungan untuk keputusan yang saling berkaitan dan atau keputusan yang berurutan sequential; 5 SPK memberikan dukungan pada setiap fase pengambilan keputusan; 6 SPK mendukung berbagai proses dan cara pengambilan keputusan dan implementasinya; 7 SPK sangat adaptif perkembangan situasi; 8 SPK mudah digunakan; 9 SPK cenderung lebih mengutamakan efektivitas daripada efisiensi pengambilan keputusan; 10 Pengambil keputusan memiliki kendali penuh terhadap semua langkah proses pengambilan keputusan dalam penyelesaian suatu masalah; 11 SPK berperan dalam proses pembelajaran untuk peningkatan sistem; 12 SPK relatif mudah untuk dirancang; 13 SPK umumnya menggunakan model-model, sehingga pengguna dapat melakukan berbagai eksperimen; 14 SPK yang lebih canggih dilengkapi dengan komponen pengetahuan yang dapat membantu mencarikan solusi yang lebih efektif dan lebih efisien. Selanjutnya Turban 1993 menjelaskan manfaat utama dari SPK sebagai berikut: 1 Kemampuan mendukung pencarian solusi untuk masalah yang 50 kompleks; 2 Cepat tanggap terhadap perubahan situasi dan kondisi; 3 Mampu secara cepat dan obyektif mencoba berbagai strategi dalam berbagai konfigurasi; 4 Membawa pandangan dan pembelajaran baru bagi pengguna; 5 Memfasilitasi komunikasi yang lebih baik diantara para manajer; 6 Memperbaiki kemampuan pengawasan dan kinerja para manajer; 7 Menghindarkan pemborosan yang disebabkan keputusan yang salah; 8 Keputusan lebih obyektif dibandingkan pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi; 9 Menin gkatkan efektifitas manajemen. Model konseptual SPK Eriyatno 1999 terdiri dari tiga komponen utama penunjang keputusan, yaitu : 1 Para pengambil keputusan atau pihak pengguna user; 2 Model; dan 3 Data. Konfigurasi dasar SPK adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Struktur Dasar SPK

2.5.1 Sistem Manajemen Basis Data