Pengaruh penerapan model pembelajaran van hiele terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

Cicilia Novenstya Edytawati. (2016).Pengaruh penerapanmodel pembelajaranvan

hiele terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran matematika siswa kelas VSDNegeriDemangan Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap semakin rendahnya peringkat hasil belajar dalam bidang matematika, Indonesia pada penelitian PISA tahun 2009 dan 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen jenis Quasi Experimental tipe Nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Demangan sebanyak 50 siswa. Sampel penelitian adalah siswa kelas VA dan VB sebanyak 50 siswa. Kelas VB sebagai kelompok eksperimen sedangkan kelas VA sebagai kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) penerapanmodel pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan mengevaluasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,01 (atau p< 0,05). Pengaruh ini diikuti dengan perolehan nilai kelompok eksperimen mendapatkan rerata skor dengan nilai n = 25

M = 2,24 SD = 0,97 SE = 0,19, sedangkan kelompok kontrol dengan nilai n = 25 M

= 1,63 SD = 0,73 SE = 0,14.Effect size model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengevaluasi adalah 0,33 (11%) termasuk kategori efek menengah. 2) Penerapanmodel pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan mencipta.Hal tersebut ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,00 (atau

p<0,05).Pengaruh ini diikuti dengan perolehan nilai kelompok eksperimen

mendapatkan rerata skor dengan nilai n = 25 M = 1,90 SD = 0,53 SE = 0,11, sedangkan kelompok kontrol dengan nilai n = 25 M = 1,13 SD = 0,63 SE = 0,12.Effect size model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mencipta adalah 0,55(31%) termasuk kategori efek besar.

Kata Kunci: Model pembelajaran van Hiele, kemampuan mengevaluasi, kemampuan mencipta, mata pelajaran matematika.


(2)

ABSTRACT

Cicilia Novenstya Edytawati. (2016). The Effect of applying van Hiele Model on The Ability to Evaluate and Create in Mathematic Plane Geometry for Fifth Grade of SD Negeri Demangan Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University. The background of this research is concern about the low rank learning in mathematics, Indonesia in the PISA studyin 2009 and 2012.The Effect of applying van Hiele Model on The Ability to Evaluate and Create in Mathematic Plane Geo metry for Fifth Grade of SD Negeri Demangan Yogyakartain the first semester of 2 015/2016 academic year. The reaserch used esperimental method of Quasi Experi mental type Nonequivalent control group design. The subjects of this research wer e 50 students of fifth grade (V class) of SD Negeri Demangan. The samples of this research were 50 students in VA class and VB class.Students in VA were called co ntrol group. Students in VB were called experimental group.

The result of the research showed that 1) the application of Van Hiele lear

ning style gave impacttowards the student’s evaluating ability. It was showed by th

e sig value (2-tailed) of 0.01 (or p<0.05). The is impacts were followed by the sco re of the experimental group which averaged with n=25 M=2.24 SD=0.97 SE=0.1 9, while in the control group scored n=25 M=1.63 SD=0.73 SE=0.14. Effect size o f Van Hiele learning style towards evaluating ability was 0.33 (11%) included mid dle effect category. 2) The application of Van Hiele learning style gave impact tow ards creating ability. It was showed by the sig value (2-tailed) of 0.00 (or p<0.05). This impacts were followed by the score of the experimental group which average d with n=25 M=1.90 SD=0.53 SE=0.11, while in the control group scored n=25 M=1.13 SD=0.63 SE=0.12. Effect size of van Hiele learning style towards creatin g ability was 0,55 (31%) included big effect category.

Keywords: van Hiele Model, Ability to evaluate, ability to create, Mathematic Subject


(3)

i PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE TERHADAP KEMAMPUAN MENGEVALUASI DAN MENCIPTA PADA

KONSEP GEOMETRI BANGUN DATAR DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI DEMANGAN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Cicilia Novenstya Edytawati NIM: 121134176

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

SKRIPSI

PENGART]H PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAI\I TIIELE

TERHADAP KEMAMPUAN MENGEYALUASI DANI MENCIPTA PADA

KONSEP Gf,OMETRI BANGI]N I}ATAR DALAM MATA PELAJARAN

MATEMATIKA SISWAKELAS V SD ITEGERIDEMANGAN YOGYAI(ARTA

OIeh:

Ciclha Novenstya Edytaurati

NIM: 121134176

Telah disetujui oleh:

Pembimbingl

ffitw

Gregorius Ari Nugrahanta, S.f., S.S., BST.,

M.A

18 Desember2015

Pembimbing tr


(5)

SKRIPSI

PENGARUH PENERAPAhI MOI}EL PEMBELAJARAN YAIY HIELE

TERIIADAP KEMAMPUAN MENGEVALUASI I}AIY MENCIPTA PADA

KONSEP GEOMETRI BAIYGTIN I}ATAR I}ALAM MATA PELAJARAN

MATEMATIKA SISWA KELAS V SD hI-EGERI DEMANGAI$ YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan ditulis oleh.

Cicilia Novenstya Edytawati t21134176

Telah drpertahankan di depan Panitia Penguji

pada tanggal I 4 I anuari 201 6 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Ketua Seketaris Anggota

I

Anggotatr Anggota

III

Susunan Panitia Penguj i:

NamaLengkap

Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A Christiyanti Aprinastuti, S. Si., M.Pd

Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A Christiyanti Aprinastuti, S. Si., M.Pd

Yogyakarta, I 4 I anuai 2016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


(6)

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ilmiah sederhana ini penulis persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus sahabat hidupku yang selalu memberkati dan menyertai setiap langkahku, serta mendengarkan dan mengabulkan setiap permohonanku.

2. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa. 3. Adek yang selalu memberikan semangat.

4. Semua sahabat yang selalu menemani dalam setiap proses dan memberikan dukungan serta bantuan.


(7)

v MOTTO

Masa depan tergantung pada apa yang kita lakukan hari ini -Mahatma Gandhi-

Urip iku murup (hidup itu nyala, hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita

berikan tentu akan lebih baik) -Sunan Kalijaga-


(8)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi sebagai mana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 Januari 2016 Penulis


(9)

vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Cicilia Novenstya Edytawati

Nomor Mahasiswa : 121134176

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH PENERAPANMODEL PEMBELAJARANVAN HIELE TERHADAP KEMAMPUAN MENGEVALUASI DAN MENCIPTA PADA

KONSEP GEOMETRI BANGUN DATAR DALAM MATA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VSD NEGERI DEMANGAN

YOGYAKARTA

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tidak perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 14 Januari 2016 Yang menyatakan


(10)

viii ABSTRAK

Cicilia Novenstya Edytawati. (2016). Pengaruh penerapan model pembelajaran van

hiele terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru

Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap semakin rendahnya peringkat hasil belajar dalam bidang matematika, Indonesia pada penelitian PISA tahun 2009 dan 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen jenis Quasi Experimental tipe

Nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas

V SD Negeri Demangan sebanyak 50 siswa. Sampel penelitian adalah siswa kelas VA dan VB sebanyak 50 siswa. Kelas VB sebagai kelompok eksperimen sedangkan kelas VA sebagai kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) penerapan model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan mengevaluasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,01 (atau p < 0,05). Pengaruh ini diikuti dengan perolehan nilai kelompok eksperimen mendapatkan rerata skor dengan nilai n = 25 M = 2,24 SD = 0,97 SE = 0,19, sedangkan kelompok kontrol dengan nilai n = 25 M = 1,63 SD = 0,73 SE = 0,14. Effect size model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengevaluasi adalah 0,33 (11%) termasuk kategori efek menengah. 2) Penerapan model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan mencipta. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,00 (atau

p<0,05). Pengaruh ini diikuti dengan perolehan nilai kelompok eksperimen

mendapatkan rerata skor dengan nilai n = 25 M = 1,90 SD = 0,53 SE = 0,11, sedangkan kelompok kontrol dengan nilai n = 25 M = 1,13 SD = 0,63 SE = 0,12.

Effect size model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mencipta adalah 0,55

(31%) termasuk kategori efek besar.

Kata Kunci: Model pembelajaran van Hiele, kemampuan mengevaluasi, kemampuan mencipta, mata pelajaran matematika.


(11)

ix

ABSTRACT

Cicilia Novenstya Edytawati. (2016). The Effect of applying van Hiele Model on The Ability to Evaluate and Create in Mathematic Plane Geometry for Fifth Grade of SD Negeri Demangan Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

The background of this research is concern about the low rank learning in mathematics, Indonesia in the PISA studyin 2009 and 2012. The Effect of applying van Hiele Model on The Ability to Evaluate and Create in Mathematic Plane Geometry for Fifth Grade of SD Negeri Demangan Yogyakarta in the first semester of 2015/2016 academic year. The reaserch used esperimental method of Quasi Experimental type Nonequivalent control group design. The subjects of this research were 50 students of fifth grade (V class) of SD Negeri Demangan. The samples of this research were 50 students in VA class and VB class. Students in VA were called control group. Students in VB were called experimental group.

The result of the research showed that 1) the application of Van Hiele learning style gave impacttowards the student’s evaluating ability. It was showed by the sig value (2-tailed) of 0.01 (or p <0.05). The is impacts were followed by the score of the experimental group which averaged with n=25 M=2.24 SD=0.97 SE=0.19, while in the control group scored n=25 M=1.63 SD=0.73 SE=0.14. Effect size of Van Hiele learning style towards evaluating ability was 0.33 (11%) included middle effect category. 2) The application of Van Hiele learning style gave impact towards creating ability. It was showed by the sig value (2-tailed) of 0.00 (or p<0.05). This impacts were followed by the score of the experimental group which averaged with n=25 M=1.90 SD=0.53 SE=0.11, while in the control group scored n=25 M=1.13 SD=0.63 SE=0.12. Effect size of van Hiele learning style towards creating ability was 0,55 (31%) included big effect category.

Keywords: van Hiele Model, Ability to evaluate, ability to create, Mathematic Subject


(12)

x PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, kasih, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Skripsi yang berjudul “Pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele konsep geometri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada mata pelajaran Matematika kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta” ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu, dengan segenap hati dan rasa syukur penulis mengucapkan terim kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, sekaligus dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dari awal penyusunan hingga selesai.

3. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, sekaligus dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dari awal penyusunan hingga selesai.

4. Laurensia Aptik Evanjeli, S. Psi., M.A. dosen penguji III yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk skripsi ini.

5. Segenap dosen dan staf Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, USD, yang telah memberikan pengetahuan dan dukungan dalam studi.

6. Mulyanto, S.Pd. Kepala Sekolah SD Negeri Demangan Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian di SD Negeri Demangan Yogyakarta.

7. Titisari, S.Pd. guru kelas VA SD Negeri Demangan Yogyakarta yang sudah banyak membantu peneliti sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.


(13)

xi

8. Siti Supriyanti, S.Pd. guru kelas VB SD Negeri Demangan Yogyakarta yang sudah banyak membantu peneliti sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

9. Siswa kelas VA dan VB SD Negeri Demangan Yogyakarta yang telah bekerjasama dan bersedia menjadi subjek penelitian sehingga penelitian ini berjalan lancar.

10.Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah membantu proses perijinan penelitian sampai skripsi ini selesai.

11.Kedua orang tua terkasih, Drs. Edy Sudaryanto MM dan Eny Setyo Astuti yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

12.Adekku terkasih, Yosafat Suryo Herdian yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

13.Sahabatku Deon Pranggono Putra yang memberikan dukungan dan semangat. 14.Teman-teman penelitian kolaboratif payung Matematika Gizela Ovdelita

Yunika dan Puspa Dewi Damayanti yang memberikan banyak masukan dan bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan karya skripsi ini.

15.Teman-teman kelas D PGSD 2012 yang telah memberikan semangat selama kuliah. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini sehingga penulis menemukan keluarga baru di Yogyakarta.

16.Sahabatku SMA, Natalia Noventa, Beke Helena, dan Chatarina Adventi yang telah memberikan semangat dan dukungan selama kuliah.

17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semuanya.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Peneliti juga berharap semoga karya ilmiah ini berguna bagi semua pihak yang membacanya.


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... . viii

ABSTRACT ... ix

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Definisi Operasional ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1.1 Teori-teori yang mendukung ... 7

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak... 7

2.1.1.2 Teori Vygotsky ... 11

2.1.1.3 Model Pembelajaran ... 12

2.1.1.4 Model Pembelajaran van Hiele ... 13

2.1.1.5 Proses Kognitif ... 18

2.1.1.6 Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ... 20

2.1.1.7 Matematika ... 21

2.1.1.8 Geometri ... 23


(15)

xiii

2.1.2 Penelitian yang relevan ... 26

2.1.2.1 Penelitian-penelitian tentang van Hiele ... 26

2.1.2.1 Penelitian tentang Kemampuan Mengevaluasi dan Mencipta ... 28

2.1.2.3 Peta Literature Hasil Penelitian Sebelumnya ... 31

2.2 Kerangka Berpikir ... 31

2.3. Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Setting Penelitian ... 37

3.3 Populasi dan Sampel ... 39

3.4 Variabel Penelitian ... 39

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.6 Instrumen Penelitian ... 41

3.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 44

3.7.1 Uji Validitas ... 45

3.7.2 Penentuan Reliabilitas ... 47

3.8 Teknik Analisis Data ... 48

3.8.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 48

3.8.2 Uji Pengaruh Perlakuan ... 49

3.8.2.1 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 49

3.8.2.2 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 50

3.8.2.3 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (effect size) ... 51

3.8.3 Analisis lebih lanjut ... 52

3.8.3.1 Uji Peningkatan Skor Pretest ke Posttest I ... 52

3.8.3.2 Uji Korelasi Pretest-Posttest I ... 53

3.8.3.3 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 54

3.8.3.4 Dampak Pengaruh Perlakuan ... 55

3.8.3.5 Konsekuensi Lebih Lanjut ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

4.1 Hasil Penelitian ... 57

4.1.1 Implementasi Penelitian ... 57

4.1.1.1 Deskripsi Implementasi Pembelajaran ... 58


(16)

xiv

4.1.2.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 60

4.1.2.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 61

4.1.2.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan... 62

4.1.2.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (effect size) ... 64

4.2.2 Analisis Lebih Lanjut ... 66

4.2.2.1 Uji Peningkatan Skor Pretest ke Posttest ... 66

4.2.2.2 Uji Korelasi Pretest-Posttest I ... 67

4.2.2.3 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 68

4.2.3 Uji Hipotesis Penelitian II ... 69

4.2.3.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 70

4.2.3.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 70

4.2.3.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan... 72

4.2.3.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (effect size) ... 74

4.2.4 Analisis Lebih Lanjut ... 76

4.2.4.1 Uji Peningkatan Skor Pretest ke Posttest ... 76

4.2.4.2 Uji Korelasi Pretest-Posttest I ... 77

4.2.4.3 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 78

4.2 Pembahasan ... 79

4.2.1 Hipotesis Penelitian I ... 79

4.2.2 Hipotesis Penelitian II ... 81

4.2.3 Dampak Pengaruh Perlakuan ... 83

4.2.4 Konsekuensi Lebih Lanjut ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1 Kesimpulan ... 90

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 91

5.3 Saran ... 91

DAFTAR REFERENSI ... 93


(17)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Pengambilan Data ... 38

Tabel 3.2 Matriks Pengembangan Instrumen ... 42

Tabel 3.3 Rubrik Penilaian... 43

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas ... 46

Tabel 3.5 Uji Reliabilitas ... 47

Tabel 3.6 Kriteria mengetahui besar pengaruh (effect size) ... 52

Tabel 3.7 Kriteria interprestasi koefisien korelasi ... 56

Tabel 3.8 Pedoman Wawancara Guru... 56

Tabel 3.9 Pedoman Wawancara Siswa ... 56

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Mengevaluasi ... 60

Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas varian menggunakan Levene’s test ... 61

Tabel 4.3 Hasil Uji Perbedaan Rerata Skor Pretest Kemampuan mengevaluasi... 61

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas varian menggunakan Levene’s test ... 63

Tabel 4.5 Uji Selisih Skor Pretest dan Posttest I Kemampuan Mengvaluasi ... 63

Tabel 4.6 Kriteria mengetahui besar pengaruh (effect size) ... 64

Tabel 4.7 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) Keseluruhan Kemampuan Mengvaluasi (Independent Samples t-test) ... 65

Tabel 4.8 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) Keseluruhan Kemampuan Mengvaluasi (Paired Samples t-test) ... 65

Tabel 4.9 Uji Penigkatan Skor Pretest-Posttest I Kemampuan Mengevaluasi... 66

Tabel 4.10 Uji Retensi Interprestasi koefisien korelasi ... 67

Tabel 4.11 Uji Korelasi Pretest-Posttest I ... 67

Tabel 4.12 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Kemampuan Mengevaluasi ... 69

Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Mencipta ... 70

Tabel 4.14 Hasil Uji Homogenitas varian menggunakan Levene’s test ... 71

Tabel 4.15 Hasil Uji Perbedaan Rerata Skor Pretest Kemampuan mencipta ... 71

Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas varian menggunakan Levene’s test ... 72

Tabel 4.17 Uji Selisih Skor Pretest dan Posttest I Kemampuan Mengvaluasi ... 73

Tabel 4.18 Kriteria mengetahui besar pengaruh (effect size) ... 74

Tabel 4.19 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) Keseluruhan Kemampuan Mencipta (Independent Samples t-test) ... 75

Tabel 4.20 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) Keseluruhan Kemampuan Mencipta (Paired Samples t-test) ... 75


(18)

xvi

Tabel 4.21 Uji Peningkatan Skor Pretest-Posttest I Kemampuan Mencipta ... 76

Tabel 4.22 Pedoman interpretasi koefisien korelasi ... 77

Tabel 4.23 Uji Korelasi Pretest-Posttest I ... 77


(19)

xvii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tingkat teori van Hiele... 15

Gambar 2.5 Bagan Penelitian Sebelumnya ... 31

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 36

Gambar 3.2 Pemetaan Variabel ... 40

Gambar 3.3 Rumus Uji Besar Pengaruh untuk Data Normal ... 51

Gambar 3.4 Rumus Uji Besar Pengaruh untuk Data Tidak Normal ... 52

Gambar 3.5 Rumus Uji Peningkatan Skor Pretest-Posttest I ... 53

Gambar 3.6 Rumus Uji Peningkatan Skor Posttest I-Posttest II ... 55

Gambar 4.1 Grafik Diagram rerata selisih skor pretest-posttest I kelompok kontrol dan kelompok eksperimen ... 65

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan pretest, posttest I, dan posttest II kemampuan mengevaluasi ... 70

Gambar 4.3 Grafik Diagram rerata selisih skor pretest-posttest I kelompok kontrol dan kelompok eksperimen ... 74

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan pretest, posttest I, dan posttest II kemampuan mencipta ... 80


(20)

xviii DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1Diagram rerata selisih skor pretest- posttest I pada kemampuan

mengevaluasi ... 65 Grafik 4.2 Perbandingan pretest, posttest I, posttest II pada kemampuan

mengevaluasi ... 70 Grafik4.3Diagram rerata selisih skor pretest- posttest I pada kemampuan mencipta ... 80


(21)

xix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1 Surat Ijin Penelitian ... 97

Lampiran 1.2 Silabus Kelompok Kontrol ... 98

Lampiran 1.3 Silabus Kelompok Eksperimen ... 101

Lampiran 1.4 RPP Kelompok Kontrol ... 105

Lampiran 1.5 RPP Kelompok Eksperimen ... 128

Lampiran 1.6 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksprimen Pertuman I, II, III, IV ... 151

Lampiran 2.1 Instrumen Penelitian ... 156

Lampiran 2.2 Kunci Jawaban ... 160

Lampiran 2.3 Rekaptulasi Nilai Hasil Expert Judgement ... 167

Lampiran 3.1 Hasil Analisis SPSS Uji Validitas ... 168

Lampiran 3.2 Hasil Analisis SPSS Uji Reliabilitas ... 169

Lampiran 3.3 Hasil Wawancara ... 170

Lampiran 4.1Tabulasi Nilai Pretest, Posttest I, dan Posttest II ... 175

Lampiran 4.2 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Mengvaluasi ... 183

Lampiran 4.3 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 184

Lampiran 4.4 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 185

Lampiran 4.5 Uji Peningkatan Skor Pretest-Posttest I ... 186

Lampiran 4.6 Uji Korelasi Pretest-Posttest I ... 187

Lampiran 4.7 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) ... 188

Lampiran 4.8 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 190

Lampiran 4.9 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Mencipta ... 191

Lampiran 4.10 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 192

Lampiran 4.11 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan... 193

Lampiran 4.12 Uji Peningkatan Skor Pretest-Posttest I ... 194

Lampiran 4.13 Uji Korelasi Pretest-Posttest I ... 195

Lampiran 4.14 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) ... 196

Lampiran 4.15 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 198

Lampiran 5.1 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 199


(22)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab satu berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Latar belakang menjelaskan tentang alas an peniliti melakukan penelitian. Rumusan masalah berisi tentang masalah yang akan diteliti. Manfaat penelitian berisikan manfaat dari penelitian bagi siswa, peneliti, guru, dan sekolah. Sedangkan definisi operasional berisi tentang pengertian kata kunci dalam penelitian ini.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan fondasi untuk untuk membangun bangsa yang lebih maju. Pendidikan adalah proses terlatih dan terencana dalam mengembangkan potensi diri individu untuk mewujudkan tujuan nasional Indonesia (Sanjaya, 2006: 2). Melalui pendidikan di sekolah, siswa dapat belajar untuk mengembangkan potensi yang sudah ada pada dirinya. Suatu proses pendidikan terdapat pada kegiatan belajar mengajar yang terjadi pada guru dan siswa. Guru merupakan pembimbing maupun fasilitator bagi siswa dan keberadaan guru sangat menentukan keberhasilan pendidikan, sedangkan siswa sebagai subjek pembelajaran. Dalam pembelajaran terdapat model pembelajaran yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar. Bidang studi matematika diperlukan untuk proses perhitungan dan berpikir yang dibutuhkan orang dalam menyelesaikan masalah.

Kegiatan belajar mengajar yang kurang menyenangkan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Permasalahan yang terlihat dalam pendidikan Indonesia sekarang adalah rendahnya mutu pendidikan dijelaskan oleh Programme for International

Students Assesment (PISA) tahun 2009. Programme for International Students Assesment (PISA) pada tahun 2009 juga melakukan penelitian dalam bidang


(23)

2

diteliti dengan perolehan skor sebesar 371 dari mean skor 496 artinya skor matematika berada pada 125 angka di bawah rata-rata (OECD, 2009: 8). Pada tahun 2012 Programme for International Students Assesment (PISA) melakukan penelitian yang sama dan peringkat Indonesia justru menurun, yaitu berada pada peringkat 64 dari 65 dengan skor 375 dari mean skor 494 artinya skor matematika berada pada 119 angka di bawah rata-rata (OECD, 2013: 7).

Pemerintah Indonesia sudah berusaha meningkatkan kualitas pendidikan nasional dengan memperbaharui kurikulum dengan kurikulum baru yang lebih baik. Kurikulum menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 mempunyai arti seperangkat rencana dan peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Permendikbud No 67 tahun 2013). Saat ini, pemerintah Indonesia menerapkan dua kurikulum yaitu kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan kurikulum 2013. Penelitian ini menggunakan kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Sanjaya, 2009: 128). Peneliti mengkaji pengaruh model pembelajaran van Hiele pada mata pelajaran matematika konsep geometri bangun datar yang diterapkan di kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti mengenai hasil belajar matematika sebagai berikut, penelitian yang dilakukan Sumarmo mengenai hasil belajar matematika siswa Sekolah Dasar belum memuaskan, karena adanya kesulitan belajar yang dihadapi siswa dan kesulitan yang dihadapi guru dalam mengajarkan matematika (Sumarmo dalam Susanto, 2015: 191). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soedjadi mengenai daya serap rata-rata siswa Sekolah Dasar untuk mata pelajaran matematika hanya sebesar 42% (Soedjadi dalam Susanto, 2015: 191). Rendahnya prestasi belajar matematika siswa tersebut, banyak faktor yang mempengaruhinya, misalnya masalah klasik tentang penerapan model pembelajaran


(24)

3

matematika yang masih berpusat pada guru (teacher oriented), sementara siswa cenderung pasif. Faktor klasikal lainnya, ialah penerapan model pembelajaran yang konvensional, yakni ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas atau pekerjaan rumah (PR). Sistem pengajaran yang demikian ini menyebabkan siswa tidak berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran, sehingga dikhawatirkan siswa tidak dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika untuk mempengaruhi pengembangan kemampuannya.Untuk mempengaruhi kualitas proses dan hasil belajar, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan pada siswa untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar di mana siswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari, menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran.

Model pembelajaran van Hiele merupakan salah satu model pembelajaran untuk mata pelajaran matematika dalam materi geometri bangun datar. Model pembelajaran van Hiele merupakan model pembelajaran yang berkaitan dengan pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Model pembelajaran van Hiele dikembangkan oleh dua pendidik, yaitu Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof. Mereka merupakan pasangan suami isteri. Riset van Hiele bermula pada tahun 1959 (Walle, 2008: 151). Peneliti ingin menguji model pembelajaran van Hiele untuk pengajaran mata pelajaran matematika dalam materi geometri bangun datar. Dengan model pembelajaran van Hiele dapat membantu siswa untuk memahami pembelajaran matematika mengenai geometri bangun datar kelas V. Model pembelajaran van Hiele menerapkan tahapan teori van Hiele yang diawali dari tahapan berpikir yang sederhana menuju tahapan berpikir yang lebih tinggi. Taksonomi Bloom proses kognitif yang digunakan sebagai acuan dalam proses pembelajaran matematika.


(25)

4

Proses kognitif adalah cara-cara yang dipakai siswa secara aktif dalam proses mengkonstruksikan makna. Apabila guru mengajar dan mengakses siswa supaya mempelajari suatu materi pelajaran dan mengingatnya selama sekian lama, fokus guru mengarah pada satu kategori proses kognitif, yaitu mengingat. Apabila guru memperluas fokus, yakni mengembangkan pembelajaran yang bermakna, guru harus mengembangkan proses kognitif yang melampaui mengingat. Kategori proses kognitif yang paling dekat dengan meretensi adalah mengingat, sedangkan memahami, menerapkan, menganalisis, menilai, mencipta merupakan proses kognitif yang dipakai untuk mentransfer (Anderson & Karthwohl, 2010: 98-99).

Keterampilan proses dalam matematika memerlukan pemikiran dan latihan yang lebih sehingga siswa diharapkan mampu untuk menyelesaikan permasalahan. Keterampilan proses tersebut membiasakan siswa untuk berpikir ke taraf yang lebih tinggi daripada sekedar mengingat dan memahami sesuai taksonomi Bloom yaitu mengevaluasi dan mencipta. Dalam hal ini hanya akan difokuskan pada kemampuan mengevaluasi dan mencipta saja karena kedua kemampuan tersebut termasuk ke dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan mengevaluasi merupakan kemampuan yang memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, prosedur kerja dan lain-lain dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Kemampuan mencipta merupakan kemampuan menempatkan unsur-unsur untuk membentuk suatu keseluruhan yang koheren dan berfungsi agar menghasilkan sesuatu hal yang baru (Ismet & Hariyanto, 2014: 14).

Penelitian ini dibatasi pada pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta pada semester gasal tahun ajaran 2014/2015. Pada materi pembelajaran yang digunakan Standar Kompetensi (SK) 3. Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggunakannya dalam pemecahan masalah dan Kompetensi Dasar (KD) 3.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas bangun datar.


(26)

5 1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah penerapan model pembelajaran van Hiele pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran matematika berpengaruh terhadap kemampuan mengevaluasi siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016?

1.2.2 Apakah penerapan model pembelajaran van Hiele pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran matematika berpengaruh terhadap kemampuan mencipta siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran matematika terhadap kemampuan mengevaluasi siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

1.3.2 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran matematika terhadap kemampuan mencipta siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Siswa

Siswa mendapat pengalaman belajar menggunakan model pemebelajaran van Hiele dan siswa merasa senang dan antusiasme dalam mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung.

1.4.2 Bagi Guru

Guru mendapat wawasan tentang penerapan model pembelajaran van Hiele dan mempengaruhi kemampuan dalam mengelola situasi di dalam kelas selama proses pembelajaran.


(27)

6

Dari hasil penelitian ini dapat digunakan sekolah untuk mempengaruhi kualitas dalam proses pembelajaran.

1.4.4 Bagi Peneliti

Peneliti mendapat pengalaman dalam menerapkan model pemebelajaran van Hiele pada konsep geometri bangun datar dalam pembelajaran matematika sehingga dapat memahami model pemebelajaran van Hiele.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Model pembelajaran adalah sarana yang dilakukan dalam membantu kegiatan belajar siswa agar menciptakan pembelajaran yang efektif.

1.5.2 Model Pembelajaran yang didasarkan pada teori geometri van Hiele (1959-1984) adalah model pembelajaran yang mengembangkan kemampuan berpikir dalam konsep geometri, terdiri dari lima tahapan belajar, yaitu tahap informasi, tahap orientasi, tahap eksplisitasi, tahap orientasi bebas, dan tahap integrasi.

1.5.3 Kemampuan mengevaluasi adalah kemampuan dalam memutuskan sesuatu yang berdasarkan kriteria dan standar, terdiri dari unsur memeriksa dan mengkritik.

1.5.4 Kemampuan mencipta adalah kemampuan dalam proses membuat produk baru yang mempunyai pola atau struktur yang belum pernah ada sebelumnya, terdiri dari unsur merumuskan, merencanakan, dan produksi.

1.5.5 Geometri bangun datar adalah ilmu yang menyajikan tentang sistem koordinat, diagram, pola, dan bidang dalam sudut pandang matematis.

1.5.6 Matematika adalah salah satu bidang studi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dalam menyelesaikan masalah sehari-hari.

1.5.7 Siswa SD adalah Siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 yang tergolong pada psikologi perkembangan anak dalam tahap operasional konkret.


(28)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

Teori yang mendukung merupakan teori yang berisi teori perkembangan anak, model pembelajaran van Hiele, kurikulum KTSP, kemampuan mengevaluasi dan mencipta. Semua teori tersebut akan diambil sebagai landasan karena disesuaikan dengan kenyataan pembelajaran yang terjadi di Sekolah Dasar pada umumnya. Penjelasan mengenai teori perkembangan anak akan dibahas pada subbab selanjutnya.

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung 2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak

Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. Perkembangan kognitif merupakan suatu proses yang didasarkan pada mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Bertambahnya usia seseorang, maka semakin bertambah pula kompleks susunan sel syaraf dan kemampuannya. Saat individu berkembang menuju kedewasaan, individu tersebut akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Piaget menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif (Budiningsih, 2012: 35).

Perkembangan setiap individu bergantung pada sejauh mana anak aktif memanipulasi dan berinteraksi aktif dengan lingkungan. Hal ini mempengaruhi bahwa lingkungan di mana anak belajar dapat menentukan proses perkembangan kognitif anak. Adaptasi lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi (Trianto, 2009: 107). Asimilasi mengacu pada penyesuaian antara realita eksternal dengan struktur kognitif yang sudah ada, ketika siswa berinterprestasi, menganalisis,


(29)

8

dan merumuskan, siswa mengubah sifat realita yang membuat siswa sesuai dengan kognitif yang dimiliki. Akomodasi adalah mengubah struktur-struktur internal untuk memberikan konsistensi dengan realitas eksternal. Siswa berakomodasi ketika siswa menyesuaikan ide-idenya untuk memahami realita (Schunk, 2012: 331). Sebagaimana yang dijelaskan di atas, proses asimilasi dan akomodasi dua proses yang saling melengkapi serta mempengaruhi struktur kognitif siswa. Proses asimilasi merupakan proses yang membantu siswa menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang ada di dalam diri siswa. Proses akomodasi merupakan proses perubahan pada struktur kognitif siswa yang sudah dimiliki disesuaikan dengan informasi yang diterima.

Proses belajar seseorang akan mengikuti tahap-tahap perkembangan yang sesuai dengan umurnya. Tahap-tahap ini harus dilalui berdasarkan urutan, maka setiap anak melalui empat tahap perkembangan kognitif, yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, operasional konkret, dan operasional formal (Piaget, dalam Trianto, 2009: 106).

1. Tahap Sensorimotor (0-2 Tahun)

Pada fase ini kemampuan kognitif anak masih terbatas. Kemampuan kognitif yang dimiliki anak pada masa ini merupakan kemampuan kognitif dasar yang sangat berarti dan untuk menentukan perkembangan kognitif selanjutnya. Anak mulai belajar mengikuti dunia kebendaan, kemampuan anak dalam berinteraksi dengan lingkungan yang dilakukan melalui bergerak, menyentuh, dan sebagainya. Melalui proses ini anak akan belajar tentang cara untuk menguasai lingkungannya secara lebih baik (Sanjaya, 2009: 49-50).

2. Tahap Pra operasional (2-7 Tahun)

Pada tahap ini ditandai dengan ciri penggunaan simbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu pra operasional dan intuitif. Pra operasional (umur 2-4 tahun), anak mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Karakteristik tahap ini adalah self counter yang sangat menonjol, anak dapat mengklarifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok,


(30)

9

tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang berbeda, dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perebedaan antara deretan. Instuitif (4-7 tahun), anak dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang sedikit abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada tahap ini anak bisa mengungkapkan isi hatinya secara simbolik. Karakteristik pada tahap ini adalah anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks, anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar, anak mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokannya, anak memahami bahwa jumlah objek adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokan dengan cara yang berbeda (Budiningsih, 2012: 37-38).

3. Tahap Operasional Konkret (7-11 Tahun)

Pada tahap ini anak berpikir tentang benda yang ditemukan secara langsung, misalnya tentang warnanya, beratnya, dan strukturnya. Kemampuan kognitif yang dimiliki pada fase ini meliputi conservation, addition of classes, dan multiplication of

classes. Conservation (pengekalan) merupakan kemampuan dalam memahami

aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah. Anak yang mengenali sifat kuantitatif sebuah benda akan tahu bahwa sifat kuantitatif sebuah benda tidak akan berubah secara sembarangan. Addition of classes (penambahan golongan benda) merupakan kemampuan anak dalam memahami cara mengkombinasikan benda-benda yang dianggap memiliki kelas rendah dan dihubungkan dengan kelas yang lebih tinggi, misalkan kelompok ayam, itik, bebek dihubungkan dengan kelas yang lebih tinggi, yaitu unggas. Multiplication of classes (pelipatgandaan golongan benda) merupakan kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda seperti warna bunga dan jenis bunga untuk membentuk gabungan golongan benda, seperti mawar merah, mawar putih, dan sebagainya. Pada tahap ini, juga meliputi kemampuan melakukan berbagai macam operasional secara matematika, seperti menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi.


(31)

10

4. Tahap Operasional Formal (11-dewasa)

Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir dengan tipe hipothetico-deductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik

kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat bekerja secara efektif dan sistematis, menganalisis secara kombinasi, dan berpikir secara proporsional (Budiningsih, 2012: 39).

Proses belajar yang dialami anak pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh anak pada tahap pra operasional, dan akan berbeda pula dengan anak yang sudah berada pada tahap operasional konkret, bahkan dengan anak yang sudah berada pada tahap operasional formal. Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin sistematis dan abstrak cara berpikirnya. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak aka nada maknanya bagi siswa. Oleh karena itu, Berdasarkan teori Piaget siswa kelas V SD masuk dalam tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun). Pada tahap ini siswa memiliki kemampuan dalam proses berpikir menggunakan logika meskipun masih terikat dengan objek yang konkret yang dapat ditangkap oleh panca indera. Siswa memiliki kemampuan kognitif yaitu pengekalan terhadap pengetahuan yang diperoleh, dapat menambah tentang golongan benda serta dapat menggolongkan benda-benda tersebut dengan berlipat ganda. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraprodukstif pada kegiatan pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini (Supratiknya dalam Budiningsih, 2012: 98). Teori Piaget cenderung ke dalam teori psikogenesis, yang artinya pengetahuan berasal dari dalam individu. Menurut Piaget, fenomena belajar lingkungan belajar lingkungan sosial hanya berfungsi sekunder sedang faktor utama yang menentukan terjadinya belajar tetap pada individu yang bersangkutan (Budiningsih, 2012: 98). Dengan demikian, pembenaran terhadap teori Piaget ini jika diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran akan kurang sesuai dengan


(32)

11

persepektif revolusi-sosiokultural, maka teori Piaget perlu diaplikasikan dengan teori Vygotsky yang membahas tentang revolusi-sosiokultural.

2.1.1.2 Teori Vygotsky

Vygotsky menempatkan lebih banyak penekanan pada lingkungan sosial sebagai fasilitator perkembangan dan pembelajaran (Tudge & Scrimsher, dalam Schunk, 2012: 337). Pandangan yang mampu mengakomodasi

socialcultural-revolution dalam teori belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky.

Untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di dalam pikirannya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya. Anak memperoleh berbagai pengetahuan dan ketarampilan melalui interaksi social sehari-hari. Anak-anak terlibat secara aktif dalam interaksi sosial dalam keluarga maupun masyarakat untuk memperoleh dan juga menyebarkan pengetahuan yang telah dimiliki (Budiningsih, 2012: 99).

Perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif siswa seturut dengan Teori Sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivatif atau merupakan turunan dan bersifat sekunder, yang artinya pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber soasial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksikan pengetahuannya (Palincsar, Wertsch & Tulviste, dalam Budiningsih, 2012: 100). Konsep-konsep penting Teori Sociogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif dalam teori belajar dan pembelajaran adalah hukum genetik tentang berkembangan (genetic law of development), zona perkembangan proksimal (zone proximal development), dan mediasi. Hukum genetik tentang berkembangan (genetic law of development), dalam konsep ini menjelaskan bahwa kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran, yaitu tataran sosial tempat dimana seseorang membentuk lingkungan sosialnya dan tataran psikologis di dalam diri siswa. Zona perkembangan proksimal (zone proximal


(33)

12

siswa dapat dibedakan menjadi dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual merupakan kemampuan siswa yang dapat menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri. Tingkat perkembangan potensial merupakan kemampuan siswa untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan berbagai masalah ketika berada di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya (Budiningsih, 2012: 100-103).

2.1.1.3 Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas (Ngalimun, 2014: 27). Model pembelajaran merupakan model belajar. Dengan model tersebut guru dapat membantu siswa mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri (Joyce & Weil, dalam Ngalimun, 2014: 28). Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan ajar, dan membimbing pembelajaran di dalam kelas (Joyce & Weil, dalam Rusman, 2011: 132-133). Model pembelajaran memiliki empat ciri-ciri yaitu mempunyai misi dan pendidikan tertentu, sebagai pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, memiliki dampak setelah menerapkan model pembelajaran, membuat persiapan mengajar dengan pedoman model pembelajaran yang dipilih. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman perancangan dan pelaksanaan pembelajaran (Ngalimun, 2014: 29).

Model pembelajaran yang disampaikan Ngalimun dan Rusman hanya penjelasan saja mengenai pengertian, ciri-ciri, dan fungsi model pembelajaran, tetapi belum ada penjelasan tentang model pembelajaran van Hiele. Model pembelajaran van Hiele belum banyak digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Peneliti memilih salah satu model pembelajaran yang sesuai digunakan untuk siswa kelas V dalam tahap operasional konkret. Model pembelajaran yang dipilih oleh peneliti yaitu model pembelajaran van Hiele. Model pembelajaran van Hiele


(34)

13

merupakan salah satu model yang efektif untuk mengembangkan proses kognitif siswa dalam meningkatkan kecakapan konsep geometri bangun datar. Oleh karena itu peneliti membahas model pembelajaran van Hiele tidak pada subbab model pembelajaran namun pada subbab yang berbeda agar model pembelajaran van Hiele dapat dimengerti dan dipahami lebih jelas.

2.1.1.4 Model Pembelajaran van Hiele

Pada tahun 1957, terdapat pasangan suami istri yang berasal dari pendidik belanda mencetuskan sebuah teori bernama teori van Hiele yang berfokus pada model belajar geometri, pasangan suami istri tersebut adalah Piere van Hiele dan Dina van Hiele Geldof. van Hiele merupakan seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan peneletian dalam pengajaran geometri. Menurut van Hiele, ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu, maka akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik kepada tahapan berpikir yang lebih tinggi (Frank,1995: 1).

1. Karakteristik Teori van Hiele

Van Hiele selain sebuah teori yang memiliki konsep penting, disamping itu juga mempunyai empat karakteristik yang terkait dengan tingkatan pemikiran (Walle, 2008: 155). Empat karakteristik tersebut sebagai berikut:

a. Tingkatan dalam van Hiele bertahap. Untuk sampai pada tiap-tiap tingkatan di atas tingkat 0, siswa harus menempuh tingkatan sebelumnya. Untuk menempuh sebuah tingkatan berarti seseorang haruslah menguasai pemikiran geometri yang cocok pada tingkatan-tingkatannya.

b. Tingkatan-tingkatan tersebut tidaklah bergantung usia seperti tahap perkembangan Piaget.

c. Pengalaman geometri merupakan faktor tunggal terbesar yang mempengaruhi perkembangan dalam tingkatan-tingkatan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang memberi kesempatan siswa menelusuri, berdiskusi, dan berinteraksi dengan materi pada tingkatan selanjutnya.


(35)

14

d. Ketika instruksi atau bahasa yang digunakan terletak pada tingkatan lebih tinggi dari pada dengan yang dimiliki siswa, maka akan terjadi komunikasi yang kurang.

2. Tahap-tahap Berpikir menurut van Hiele

Di dalam teori van Hiele terdapat lima tahap, yang setiap tahapnya menggambarkan proses pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri. Lima tahapan tersebut dalam teori van Hiele yaitu tahap 0 (visualisasi), tahap 1 (analisis), tahap 2 (deduksi informal), tahap 3 (deduksi), tahap 4 (ketepatan) (Walle, 2008: 151-154).

a. Tahap 0 (Visualisasi)

Pada tahap awal ini siswa mulai mengenal dan menamakan bentuk-bentuk berdasarkan pada karakteristik luas dan tampilan dari bentuk-bentuk tersebut (Walle, 2008: 151). Siswa pada tahapan ini akan memilih dan mengklasifikasikan bentuk berdasarkan wujud dan tampilannya. Dengan fokus pada tampilan bentuk, siswa mampu meninjau apakah bentuk-bentuk tersebut serupa atau berbeda. Dengan demikian siswa pada tahap ini dapat membuat dan mulai memahami pengelompokkan bentuk-bentuk dan siswa mampu membuat pengukuran dan berbicara tentang sifat-sifat bangun tersebut, tetapi sifat-sifat tersebut tidak terpisahkan dari wujud yang sebenarnya.

b. Tahap 1 (Analisis)

Pada tahap ini siswa mulai mengerti bahwa sebuah kumpulan bentuk tergolong serupa berdasarkan sifat dan ciri-cirinya (van de Walle, 2008: 152). Siswa mulai mengerti tentang sebuah persegi panjang yang terbentuk dari empat sisi antara lain dua sisi yang sejajar, dua sisi yang sama panjang, empat titik sudut, dan diagonal-diagonal yang kongruen. Selain dapat menyebutkan sifat-sifat dari persegi panjang, siswa dapat menyebutkan sifat-sifat bujur sangkar dan jajaran genjang. Tetapi siswa belum menyadari bahwa bangun yang satu dengan bangun yang lain memiliki keterkaitan.


(36)

15

c. Tahap 2 (Deduksi Informal)

Pada tahap ini siswa dapat membuat hubungan keterkaitan antar bangun geometri berdasar sifat atau ciri-cirinya. Siswa mulai dapat berpikir tentang sifat-sifat bangun geometri tanpa batasan dari objek lain sehingga mereka dapat membuat hubungan antar bangun dengan menggunakan sifat-sifat tersebut (van de Walle, 2008: 153).

d. Tahap 3 (Deduksi)

Pada tahap ini siswa mampu bekerja dengan pernyataan-pernyataan abstrak tentang sifat-sifat geometris dan membuat kesimpulan lebih berdasarkan pada logika daripada naluri (van de Walle, 2008: 154). Siswa membuat daftar aksioma dan definisi untuk membuat teorema.

e. Tahap 4 (Ketepatan)

Pada tahap ini secara umum untuk mahasiswa jurusan matematika yang mempelajari geometri sebagai cabang dari ilmu matematika. Contohnya geometri bola berdasarkan garis-garis yang tergambar pada bola bukannya pada bidang atau ruang biasa (van de Walle, 2008: 154).

Secara umum tingkatan berpikir dalam pembelajaran geometri berdasarkan teori van Hiele dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 2.1 Tingkatan teori van Hiele


(37)

16 3. Tahap-tahap Pembelajaran menurut van Hiele

Model pembelajaran van Hiele dalam kemajuan dari satu tingkat ke yang berikutnya melibatkan lima tahap, yaitu informasi, orientasi dipandu, eksplisitasi, orientasi bebas, dan integrasi. Tahap yang mengarah ke tingkat yang lebih tinggi dari pemikiran, yang digambarkan sebagai berikut dengan contoh-contoh yang diberikan untuk transisi dari level 0 sampai level 1yaitu (Mateya, 2008: 23-25).

a. Informasi (Information)

Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. Guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah guru dapat mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa mengenai topik yang dibahas.

b. Orientasi terpadu (Guided Orientation)

Pada Fase ini mengetahui struktur topik seperti angka, kosakata, simbol, definisi, sifat dan hubungan. Guru berperan mengarahkan kegiatan siswa dengan membimbing siswa dengan kegiatan yang sesuai. Kegiatan yang dilakukan meliputi: melipat, mengukur, dan mencari simetri putar dan lipat. Tahap ini bertujuan agar siswa mampu menemukan konsep khusus dari bangun geometri.

c. Eksplisitasi (Explicitation)

Pada fase ini siswa mendapatkan pengetahuan tentang ide geometri, hubungan, pola, dan sebagainya selama pembelajaran. Siswa menjadi eksplisit menyadari konseptualisasi geometriknya, siswa menggambarkan konseptualisasi ke dalam bahasa mereka sendiri dan mempelajari beberapa istilah dalam matematika. Pada fase ini siswa melakukan pengamatan dan menggunakan kosakata yang akurat serta tepat dengan bantuan dari guru.

d. Orientasi Bebas (Free Orientation)

Pada fase ini siswa memecahkan masalah dengan caranya sendiri. Guru berperan untuk memilih materi dan masalah yang tepat sehingga dapat mendorong siswa untuk melakukan refleksi dan menguraikan masalah dengan solusi mereka


(38)

17

sendiri. Guru juga memperkenalkan istilah, konsep, dan proses pemecahan masalah yang relevan.

e. Integrasi (Integration)

Pada fase ini guru dan siswa melakukan evaluasi tentang pembelajaran. Siswa merangkum materi yang telah dipelajari. Guru berperan untuk merancang kegiatan pembelajaran sesuai dengan materi sehingga siswa mampu merangkum seluruh materi melalui kegiatan tanya jawab dan diskusi. Guru membantu siswa dalam proses evaluasi dengan cara memberikan ringkasan dari beberapa point utama yang sudah dipelajari siswa.

4. Implikasi Model Pembelajaran van Hiele terhadap Pengajaran

Setiap guru harus menyadari bahwa pengalaman-pengalaman yang mereka suguhkan merupakan satu-satunya faktor terpenting dalam meningkatkan perkembangan siswa. Setiap guru harus bisa meninjau perkembangan siswa dalam pemikiran geometri dalam pembelajaran materi tiap tahunnya (Walle, 2008: 155). Teori Van Hiele mengutamakan pengajaran yang lebih menekankan pemikiran siswa. Setiap jenis-jenis kegiatan maupun tugas-tugas yang akan diberikan pada siswa dapat dimodifikasi dengan cara penggunaan materi berupa gambar-gambar merupakan keharusan pada setiap tingkatan.

Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 0 adalah (1) Meliputi berbagai pemilihan dan pengelompokan, fokus utama pada tahap 0 adalah meninjau bagaimana bentuk dapat serupa atau berbeda. Siswa diberi tantangan untuk mengklasifikasikan bentuk sesuai dengan sifat-sifat bangun seperti simetri putar, simetri lipat, jumlah sisi, dan titik sudut. (2) Mengandung keragaman contoh bentuk walaupun tidak relevan, sehingga siswa berkesempatan untuk menggambar, membangun, membuat, menggolongkan dan memisahkan bentuk baik dua dan tiga dimensi. Pemahaman siswa dapat berkembang mengenai materi sifat-sifat geometri, maka siswa perlu ditantang untuk menguji ide-ide tentang bentuk untuk berbagai contoh dari kategori tertentu (Walle, 2008: 155).


(39)

18

Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 1 adalah (1) Lebih berfokus pada sifat-sifat bentuk dibandingkan identifikasi sederhana, ketika konsep geometri yang baru dipelajari, jumlah sifat-sifat dari bentuk dapat dikembangkan. (2) Menerapkan ide ke seluruh kelompok bentuk (contoh semua persegi panjang, semua prisma) daripada model-model bentuk per individu. Lalu menganalisis kelompok-kelompok bentuk untuk menemukan sifat-sifat baru. Dalam tahap ini siswa ditantang untuk mendefinisikan perbedaan antar bangun agar siswa naik dari tahap satu ke tahap yang ke dua (Walle, 2008: 156).

Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 2 adalah (1) Pembuatan dan pengujian hipotesis atau perkiraan, contohnya siswa mengidentifikasi tentang jumlah sisi segitiga yang bisa disebut juga sebagai segitiga sama sisi dan segitiga sama kaki. (2) Siswa diminta untuk memperjelas bukti-bukti informal yang siswa dan guru usulkan. (3) Menggunakan bahasa deduksi informal, misalnya: jika…maka, bagaimana jika, semua, beberapa dan tidak satupun (Walle, 2008: 156).

2.1.1.5 Proses Kognitif

Proses kognitif merupakan cara yang dipakai siswa secara aktif dalam proses mengkonstruksikan makna (Anderson & Krathwohl, 2010: 98). Taksonomi Bloom membagi proses kognitif pengetahuan menjadi enam kategori yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganlisis, mengevaluasi, dan mencipta (Anderson & Krathwohl, 2010: 6). Mengingat, yaitu proses mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Proses-proses kognitif dalam kategori mengingat meliputi mengenali dan mengingat kembali. Memahami, yaitu proses mengkonstruksikan makna dari materi pembelajaran termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. Siswa memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan yang baru dan pengetahuan lama mereka. Proses-proses kognitif dalam kategori memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. Mengaplikasikan, yaitu proses menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu. Kategori mengaplikasikan terdiri dari dua proses kognitif, yaitu mengeksekusi dan


(40)

19

mengimplementasikan. Menganalisis, yaitu proses memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan terstruktur atau tujuan. Kategori proses menganalisis ini meliputi proses-proses kognitif membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan (Anderson & Krathwohl, 2010: 100-101). Siswa diharapkan mampu mencapai tahapan yang paling kompleks, yaitu mengevaluasi dan mencipta. Mengevaluasi, yaitu proses mengambil keputusan yang berdasarkan kriteria atau standar. Kategori dalam proses mengevaluasi mencakup proses-proses kognitif memeriksa dan mengkritik (Anderson & Krathwohl, 2010: 102). Siswa mampu memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, prosedur kerja, dan lain-lain, dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya dalam proses kognitif mengevaluasi (Ismet, 2014: 14). Mencipta, yaitu proses memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal. Kategori dalam proses mencipta mencakup proses-proses kognitif merumuskan, merencanakan, dan memproduksi (Anderson & Krathwohl, 2010: 102).

1. Kemampuan Mengevaluasi

Fokus utama dalam penelitian ini adalah dimensi kognitif yang terdiri dari kemampuan mengevaluasi dan mencipta. Kemampuan mengevaluasi merupakan membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria ini ditentukan oleh kemampuan siswa. Standar bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif. Kategori mengevaluasi mencakup proses-proses kognitif memeriksa (keputusan yang diambil berdasarkan kriteria internal) dan mengkritik (keputusan yang diambil berdasarkan kriteria eksternal). Siswa diminta untuk mengkritik hipotesis atau pendapatnya sendiri atau orang lain. Kritiknya didasarkan pada kriteria-kriteria positif, negatif, atau keduanya dan menghasilkan konsekuensi-konsekuensi positif dan negatif. Memeriksa, proses menguji inkonsistensi atau kesalahan internal dalam suatu operasi atau produk. Nama lain untuk memeriksa adalah menguji, mendeteksi,


(41)

20

memonitor, dan mengoordinasi. Mengkritik proses penilaian suatu produk atau proses berdasarkan kriteria dan standar eksternal. Nama lain dari mengkritik adalah menilai (Anderson & Krathwohl, 2010: 125-128).

2. Kemampuan Mencipta

Mencipta berisikan tiga proses kognitif yaitu merumuskan, merencanakan, dan produksi. Merumuskan merupakan proses menggambarkan masalah dan membuat pilihan atau hipotesis yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Menggambarkan masalah dengan cara menunjukkan bagaimana solusi-solusinya, dan merumuskan ulang solusi-solusi yang berbeda. Merencanakan proses membuat rencana untuk menyelesaikan masalah dan mempraktikkan langkah-langkah untuk menciptakan solusi yang nyata bagi suatu masalah. Siswa diminta untuk membuat rencana untuk menentukan volume potongan sebuah piramida. Pembuatan rencana ini bisa melibatkan proses menghitung volume piramida besar, kemudian menghitung volume piramida kecilnya, dan terakhir mengurangi volume piramida besar dengan volume piramida kecil. Memproduksi proses melaksanakan rencana untuk menyelesaikan masalah yang memenuhi spesifikasi-spesifikasi tertentu. Siswa diminta untuk menciptakan produk sesuai dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu. Misalnya, siswa diminta membuat skema rencana untuk sekolah baru, yang di dalamnya termasuk cara-cara baru bagi siswa untuk menyimpan barang-barang pribadi mereka (Anderson & Krathwohl, 2010: 128-133).

2.1.1.6 Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP) dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (SNP Pasal 1, Ayat 15 dalam Sanjaya, 2009: 128). Kurikulum terdiri atas empat desain, yaitu kurikulum disiplin ilmu, kurikulum pengembangan individu, kurikulum berorientasi pada kehidupan


(42)

21

masyarakat, dan kurikulum teknologis. Dihubungkan dengan desain kurikulum tersebut, maka Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki semua unsur tersebut sekaligus sebagai karakteristik Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu pertama, kurikulum disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan siswa yang harus menempuh jumlah mata pelajaran yang terdapat pada struktur program Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP) dan keberhasilan dapat diukur melalui hasil kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran. Kedua, Kurikulum pengembangan individu. Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki prinsip-prinsip pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa yang menemukan sendiri tentang materi pelajaran yang melalui berbagai macam pendekatan dan model pembelajaran. Ketiga, kurikulum yang mengakses kepentingan daerah. Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingakat Satuan Pendidikan (KTSP) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungannya, kurikulum tersebut didasarkan pada keberagaman kondisi, sosial, budaya yang berbeda. Keempat, kurikulum teknologis. Hal ini dapat dilihat dari standar kompetensi, kompetensi dasar yang dijabarkan pada indicator hasil belajar maka dapat dilakukan penilaian dengan mengukur sejumlah perilaku yang terukur (Sanjaya, 2009: 130-131).

2.1.1.7 Matematika

Matematika berasal dari kata bahasa Yunani, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedangkan dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang berkaitan dengan penalaran (Depdiknas, 2001: 7). Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, maka konsep-konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol tersebut (Susanto, 2015: 183). Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, berkontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari (Susanto, 2015: 185). Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi


(43)

22

tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan (Heruman, 2007: 2).

1. Penanaman Konsep Dasar

Pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Siswa memerlukan media atau alat peraga yang dapat digunakan untuk membantu pola pikir siswa dalam pembelajaran agar lebih memahami dan mengerti (Heruman, 2007: 3).

2. Pemahaman Konsep

Pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika (Heruman, 2007: 3).

3. Pembinaan Keterampilan

Pembelajaran pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampilan dalam menggunakan berbagai konsep matematika (Heruman, 2007: 3).

Pembelajaran matematika memiliki tujuan, secara umum yaitu siswa mampu dan terampil menggunakan matematika dan siswa mampu berpikir dengan logis dalam penerapan matematika. Kompetensi atau kemampuan umum dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar sebagai berikut (Depdiknas, 2001: 9): 1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan

operasi hitung campuran.

2. Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume.

3. Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat.

4. Menggunakan pengukuran, yaitu satuan, kesetaraan antar satuan, dan penaksiran pengukuran.

5. Menentukan dan menafsirkan data sederhana, yaitu ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan dan menyajikan data.


(44)

23

6. Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengkomunikasikan gagasan secara matematika.

2.1.1.8 Geometri

Geometri merupakan salah satu cabang ilmu tertua dalam matematika yang dianut oleh beberapa budaya kuno, seperti India, Babillonia, Mesir, Cina, dan Yunani. Mereka telah mengembangkan bentuk geometri itu berdasarkan pada hubungan antara panjang, luas, dan volume dari fisik benda-benda yang konkrit. Dalam zaman kuno, geometri berfungsi untuk mengukur tanah dan dalam pembangunan artefak budaya. Geometri sebagai cabang ilmu matematika yang berperan penting untuk dipelajari, yang memuncak dalam penyusunan Elemen Euclid sebagai sistematisasi pengetahuan geometris pada tahun 300 sebelum masehi (Jones dalam Mateya, 2008: 9).

2.1.1.9 Pentingnya Geometri dalam Area Pembelajaran Matematika

Seorang ahli matematika di Inggris, yaitu Sir Christopher Zeeman menjelaskan bahwa "geometri terdiri cabang-cabang matematika yang mengeksploitasi intuisi visual (yang paling dominan dari indera kita) untuk mengingat teorema,memahami bukti, menginspirasi dugaan, memandang realitas, dan memberikan wawasan global.” Tujuan pengajaran geometri menurut Royal Society

and Joint Mathematical Council (dalam Mateya, 2008: 10-11).

a. Untuk mengembangkan kesadaran spasial, intuisi geometris dan kemampuan untuk memvisualisasikan.

b. Untuk memberikan luasnya pengalaman geometris dalam dua dan tiga dimensi. c. Untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman dan kemampuan untuk

menggunakan geometri sifat dan teorema;

d. Untuk mengembangkan keterampilan penerapan geometri melalui pemodelan dan pemecahan masalah konteks dunia nyata;

e. Untuk mendorong pengembangan dan penggunaan dugaan, penalaran deduktif dan bukti.


(45)

24

f. Untuk mengembangkan (Information Comunication Technology) ICT yang berguna (teknologi komunikasi informasi) khususnya dikonteks geometris.

g. Untuk menimbulkan sikap positif terhadap matematika.

h. Untuk mengembangkan kesadaran akan warisan sejarah dan budaya geometri di masyarakat, dan aplikasi kontemporer geometri.

Geometri membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan visualisasi, berpikir kritis, intuisi, perspektif, pemecahan masalah, berspekulasi, penalaran deduktif, argumen yang logis dan bukti (Jones dalam Mateya, 2008: 11). Di Namibia, salahsatu tujuan pengajaran matematika adalah untuk "mengembangkan dan pemahaman tentang konsep tata ruang dan hubungan" (Namibia dalam Mateya, 2008: 11). Kompetensi umum matematika siswa telah dikaitkan erat dengan pemahaman geometris mereka. Ini berarti pengetahuan geometris penting bagi siswa untuk tampil baik dalam matematika pada umumnya (France dalam Mateya, 2008: 11). Geometri memiliki aplikasi penting untuk sebagian besar topik dalam matematika, akibatnya geometri memiliki dimensi pemersatu pada seluruh kurikulum matematika. Geometri merupakan sebagai dasar untuk visualisasi tentang aritmatika , aljabar, dan konsep statistik (Sherard dalam Mateya, 2008: 11).

2.1.1.10 Materi Pembelajaran

Bangun datar dapat didefinisikan sebagai bangun yang rata dan mempunyai dua dimensi, yaitu panjang dan lebar, tetapi tidak mempunya tinggi atau tebal (Walle, 2008: 125). Bangun datar adalah bangunan geometri yang seluruh bagiannya terletak pada satu bidang. Bangun datar terdiri dari persegi, persegi panjang, belah ketupat, jajar genjang, layang-layang, segitiga, trapesium, dan lingkaran. Penelitian ini fokus pada dua bangun datar, yaitu layang-layang dan trapesium. Layang-layang merupakan suatu bangunan segi empat yang mana antara dua sisi yang berhadapan dan berdekatan sama besar. Layang-layang memiliki sifat-sifat, yaitu mempunyai dua pasang sisi sama panjang dan mempunyai sepasang sudut sama besar (Tim M2S, 2005: 53-60). Berikut merupakan rumus luas dan keliling bangun datar layang-layang.


(46)

25

Rumus :

Trapesium merupakan suatu bangun segi empat yang jumlah sudutnya 360° dan mempunyai sisi yang sejajar (Tim M2S, 2005: 58). Trapesium ada dua macam, yaitu trapesium siku-siku dan trapesium sembarang. Trapesium mempunyai sifat-sifat, yaitu mempunya satu pasang sisi yang sejajar, untuk trapesium siku-siku, kedua sudutnya besarnya masing-masing 90°, mempunyai simetri lipat sebanyak satu, dan simetri putar sebanyak satu (Rita, 2010: 75-76).

Rumus :

Rumus dalil Phytagoras merupakan suatu rumus yang digunakan untuk menentukan salah satu panjang segitiga siku-siku. Ditemukan oleh seorang ahli matematika Yunani bernama “Phytagoras” (Mugiyono, 2015: 142).

Rumus:

c2 = a2 + b2 c = √ b2 = c2 - a2 b = √ a2 = c2 - b2 a = √

Keliling = AB + BC + CD + DA


(47)

26

Keterangan :

- Sisi miring = AB = c - Sisi tegak = BC = a - Sisi alas = AC = b

2.1.2 Penelitian yang Relevan

2.1.2.1 Penelitian-penelitian tentang van Hiele

Pareka (2014) melakukan penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika kelas V SD.Peneliti ini menggunakan jenis penelitian kuasi eksperimen dengan tipe non-equivalent control

group design. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Ungaran I Yogyakarta, tanggal 3

Maret sampai dengan tanggal 7 April 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Ungaran I sebanyak 124 siswa. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VA sebagai kelas kontrol sebanyak 32 siswa, dan VB sebagai kelas eksperimen sebanyak 32 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan memahami. Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan hasil analisis statistik parametrik Independent

Samples T-test pada perbandingan selisih skor pretest dan posttest pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen diperoleh M = 0,69,

SE = 0,06, SD = 0,36 dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,000 (atau p < 0,05).

Peningkatan kemampuan memahami pada kelompok eksperimen sebesar 98% dengan efek besar yaitu r = 0,99. Pada kelompok kontrol diperoleh M = 0,07, SE = 0,05, SD = 0,32 dengan harga sig. (2-tailed) sebesar 0,213 (atau p > 0,05). Peningkatan kemampuan memahami pada kelompok kontrol sebesar 4% dengan efek kecil yaitu r = 0,22.

Eric dan Kathleen (2012) melakukan penelitian tentang menguji tingkat pemahaman geometri van Hiele pemahaman geometrik guru matematika magang baik sebelum dan setelah mengambil kursus geometri yang diperlukan untuk persiapan guru dengan cara memberikan pretest dan posttest. Peneliti ini juga


(48)

27

meneliti apakah kursus geometri meningkatkan pemahaman geometri van Hiele subyek. Peneliti memberikan tes yang berisi lima blok pertanyaan dengan setiap blok pertanyaan untuk mengukur salah satu dari lima tingkat van Hiele Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum kursus, guru magang tidak memiliki tingkat pemahaman sesuai dengan target mereka dan setelah mengikuti kursus geometri menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik bahwa guru magang mengalami peningkatan setidaknya satu tingkat dalam tingkatan van Hiele. Data digunakan untuk menentukan apakah ada bukti signifikan secara statistik bahwa guru masa depan memiliki tingkat pemahaman geometri pada atau diatas target yang mereka harapkan. Harapannya adalah siswa kelas 8 dapat mencapai tingkat van Hiele ketiga yaitu deduksi informal dan siswa kelas 12 dapat mencapai tingkat van Hiele yang keempat yaitu deduksi.

Anggarani (2010) melakukan penelitian tentang penggunaan teori pembelajaran Van Hiele untuk meningkatkan tingkat dan kualitas berpikir siswa kelas V SD Negeri Timbulharjo pada pokok bahasan bangun datar. Penelitian dilakukan pada siswa kelas V di SD Negeri Timbulharjo, Yogyakarta pada 29 Agustus 2009 – 14 Oktober 2009, dengan subjek penelitian 27 siswa. Uji coba instrumen tanggal 29 Agustus 2009, observasi kelas tanggal 3 dan 7 september 2009, tes geometri awal tanggal 5 Oktober 2009, kegiatan pembelajaran berdasarkan teori Van Hiele tanggal 7, 8, dan 12 Oktober 2009, dan tes geometri akhir tanggal 14 Oktober 2009. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Proses pembelajaran yang ditempuh siswa dalam mempelajari bangun datar dilihat dari pengamatan selama kegiatan pembelajaran. Sedangkan peningkatan tingkat dan kualitas berpikir siswa dilihat dengan menganalisis tes geometri awal (pretest) dan tes geometri akhir (posttest) yang disusun berdasarkan indikator-indikator yang dikemukakan William F. Burger dan J. Michael Shaughnessy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (i) siswa-siswa sudah bisa menempuh 5 fase pembelajaran geometri menurut teori Van Hiele yaitu fase informasi, fase orientasi terpadu, fase eksplisitasi, fase orientasi bebas, dan fase integrasi dengan baik dan sungguh-sungguh yang dilakukan secara bertahap. (ii) tingkat dan kualitas berpikir siswa dalam


(49)

28

geometri meningkat setelah diadakan pembelajaran geometri berdasarkan teori pembelajaran Van Hiele. Peningkatan tingkat berpikir siswa dilihat dari peningkatan tahap berpikir geometri siswa, di mana saat pretest semua siswa (27 siswa) masih dalam tahap berpikir visual dan pada saat posttest 22 siswa berada pada tahap visual, 4 siswa berada pada tahap peralihan dari tahap berpikir visual ke analisis dan 1 siswa berada pada tahap analisis, sedangkan kualitas berpikir siswa dapat dilihat dari kualitas jawaban siswa yang semakin baik pada tes geometri akhir (posttest).

2.1.2.2 Penelitian tentang Kemampuan Mengevaluasi dan Mencipta

Kurniasari (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta siswa kelas IV SD Kanisius Kalasan pada mata pelajaran IPA tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian quasi experimental design dengan tipe non-equivalent

control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD

Kanisius Kalasan. Sampel untuk kelas eksperimen adalah kelas IV A dan sampel untuk kelas kontrol adalah kelas IV B. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan soal pretest dan posttest, pengolahan data dengan menggunakan program SPSS18 for Windows dengan menggunakan yaitu: 1) uji perbedaan pretest, 2) uji kenaikan skor pretest ke posttest, 3) uji selisih skor posttest, 4) uji besar pengaruh, 5) uji perbedaan posttest I dan posttest II untuk kelompok control dan eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode inkuiri berpengaruh secara signifikan pada kemampuan mengevaluasi dan mencipta. Hal ini ditunjukkan dengan harga Sig. (2-tailed) yaitu 0,000 atau < 0,05, M = 0,909, SE = 0,165, t(70) = -5,502. Sehingga Hnull ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada

pengaruh yang signifikan penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi. Pada kemampuan mencipta, hasil analisis statistik menunjukkan harga

Sig (2-tailed) 0,000 atau < 0,05, M = -1,407, SE = 0,168, t(70) = -8,362. Sehingga

Hnull ditolak dan H1 yang berarti ada pengaruh yang signifikan penggunaan metode


(1)

197

c.

Kelompok Eksperimen (nilai t diambil dari paired samples t-test)

r =

Persentasi efek perlakuan keseluruhan

r =

R

2

= r

2

× 100%

r =

R

2

=

2

× 100%

r =

R

2

= 0.93 × 100%

r =

R

2

= 93%


(2)

198

Lampiran 4.15 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Post1KonCip 3.5460 25 .62237 .12447

Pos2KonCip 3.7332 25 .54436 .10887

Pair 2

Post1EksCip 3.9872 25 .46699 .09340

Post2EksCip 4.0400 25 .38838 .07768

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Post1KonCip & Pos2KonCip 25 .831 .000 Pair 2 Post1EksCip & Post2EksCip 25 .691 .000

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed) Mean Std.

Deviati on Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1 Post1KonCip -

Pos2KonCip -.18720 .34759 .06952 -.33068 -.04372 -2.693 24 .013 Pair 2 Post1EksCip -


(3)

199


(4)

200

Lampiran 5.2 Foto-foto Penelitian di SD Negeri Demangan Yogyakarta

Kelas Kontrol


(5)

201


(6)

202

CURRICULUM VITAE

Cicilia Novenstya Edytawati merupakan anak pertama dari dua

bersaudara dari pasangan Drs. Edy Sudaryanto MM dan Eny

Setyo Astuti. Lahir di Yogyakarta, pada tanggal 22 November

1994. Pendidikan awal dimulai di Sekolah Dasar Kanisius

Totogan, Sleman, Yogyakarta tahun 2000-2006. Pendidikan

dilanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama

Negeri 2 Berbah Sleman, Yogyakarta, dan lulus pada tahun

2009. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Jurusan

Bahasa, di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, dan lulus pada tahun 2012. Penulis

melanjutkan pendidikan di Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar di Universitas

Sanata Dharma, penulis telah mengikuti banyak kegiatan kemahasiswaan. Beberapa

kegiatan diantaranya yaitu sebagai berikut.

No Nama Kegiatan Peran Tanggal/Tahun

1 Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa I Peserta 28-30 Januari 2013 2 Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa II Peserta 4-23 November 2013 3 Penguasaan Bahasa Inggris Aktif Peserta 25 Februari 2015 4 English Club Program For 4 Semester Peserta Agustus 2012 – Juli

2014 5 Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar

(KMD) Peserta 14 – 19 Januari 2013

6 Inisiasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(INFISA) 2012 Peserta 1 – 2 September 2012

7 Inisiasi Sanata Dharma 2012 Peserta 27-29 Agustus 2012 8 Una Seminar and Workshop On Anti Bias

Curriculum and Teaching Peserta 4 Oktober 2012 9 Juara III Lomba Pembuatan Media Pembelajaran Peserta 30 November 212


Dokumen yang terkait

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada pelajaran IPA Siswa Kelas V SD Sokowaten Baru Yogyakarta.

0 0 202

Pengaruh penerapan model pembelajaran van hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta.

0 8 230

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri Cebongan Yogyakarta.

2 26 214

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.

0 6 192

Pengaruh Penerapan Metode Inkuiri Terhadap Kemampuan Mengevaluasi dan Mencipta pada Mata Pelajaran IPA Kelas V SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta.

0 0 210

Pengaruh penerapan model pembelajaran van hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta.

0 1 225

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada mata pelajaran IPA kelas V SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta.

0 0 162

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.

0 1 173

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Sokowaten Baru Yogyakarta.

0 1 197

Pengaruh penggunaan model pembelajaran Van Hiele terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika kelas V SD - USD Repository

0 8 257